Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mendesak pemerintah mengumumkan merek susu formula berbakteri. Hal ini untuk menghormati lembaga peradilan dan menghindari pelanggaran HAM.
“Konsekuensi penolakan putusan tersebut adalah pelanggaran HAM sesuai pasal 7 UU HAM,” kata komisioner Komnas HAM, Jhonny Nelson Simanjuntak, dalam suratnya kepada Menkes, BPOM dan Rektor IPB, sebagaimana yang didapat wartawan, Senin (8/8/2011).
Komnas HAM menilai Menkes, BPOM dan IPB merupakan bagian dari pemerintah sehingga terikat dengan pasal 28I UUD 1945. Selain itu, pemerintah juga harus memenuhi pasal 14 UU HAM untuk memberikan informasi yang akurat terhadap masyarakat.
“Apalagi telah ada keputusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap. Dan putusan ini merupakan bagian dari hukum yang harus dilaksanakan,” ujar Jhonny dalam surat bernomor 1.896/K/PMT/VIII/2011 bertanggal 2 Agustus itu. Surat itu ditembuskan kepada Ketua Komnas HAM, Ketua MA, Ketua PT Jakarta, Ketua PN Jakarta Pusat dan penggugat yaitu David Tobing.
Desakan Komnas HAM semakin melengkapi desakan berbagai komisi negara lainnya. Seperti Komisi Yudisial dan Komisi Ombudsman. Namun, mereka lebih melawan dengan mengajukan PK ke Mahkamah Agung (MA).
Seperti diketahui, MA telah memerintahkan Menkes, BPOM dan IPB untuk mempublikasikan nama-nama produsen susu formula yang diduga mengandung Enterobacter Sakazakii. Polemik ini bermula ketika ketika para peneliti Institut Pertanian Bogor (IPB) menemukan adanya kontaminasi Enterobacter Sakazakii sebesar 22,73 persen dari 22 sampel susu formula yang beredar tahun 2003 hingga 2006.
Hasil riset itu dilansir Februari 2008. IPB mendapat dukungan dari kampus USU, Universitas Andalas, UI, Unhas dan Unpad untuk menggugat putusan MA tersebut. |dtc|