Suatu negara dikatakan sebagai negara demokrasi konstitusional, jika menerapkan supremasi konstitusi dan menjunjung tinggi konstitusionalisme. Artinya, dalam melaksanakan setiap kegiatan kehidupan berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat, konstitusi harus dijadikan dasar dan rujukan utama. Demikian disampaikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam sambutan dan pidato kunci pada saat membuka Simposium Internasional dengan tema ”Constitutional Democratic State”, yang diselenggarakan dalam rangka peringatan ulang tahun ke-8 Mahkamah Konstitusi, pada Senin, (11/7/2011) di Istana Negara.
Penyelenggaraan simposium tersebut dilandasi oleh kenyataan bahwa demokrasi adalah sebuah keniscayaan dan dipercaya sebagai sistem bernegara yang mampu mentransformasikan aspirasi dan kepentingan rakyat untuk mewujudkan tujuan bernegara. Dalam konteks ini, demokrasi dijalankan dengan berlandaskan konstitusi sebagai hukum tertinggi yang merupakan kesepakatan bersama seluruh rakyat yang lahir sebagai proses dari demokrasi, sekaligus berperan mengarahkan demokrasi itu sendiri. Dalam menjalankan asas demokrasinya, setiap negara mempunyai pengalaman dan praktek yang berbeda-beda. Perbedaan pengalaman itulah yang akan dibagi dan dibahas oleh peserta dalam tiga hari simposium tersebut.
Simposium tersebut dihadiri oleh delegasi mahkamah konstitusi dan parlemen dari 23 negara sahabat diantaranya Austria, Azerbaijan, Chilli, Kolumbia, Jerman, Malaysia, Maroko, Mexico, Mongolia, Korea, Thailand, Rusia, Spanyol, Tajikistan, Timor Leste, Turki, Uzbekhistan, Venezuela dan lain-lain. Simposium akan disiarkan secara on-line melalui video streaming di halaman Mahkamah Konstitusi, sehingga masyarakat dapat langsung mengikuti perkembangannya.
Dalam sambutannya, Ketua Mahkamah Konstitusi, Mahfud MD, menyatakan bahwa simposium yang digelar mulai hari ini Senin (11/7) sampai Rabu (13/7) akan mengetengahkan isu-isu fundamental negara konstitusi.
Menurut Mahfud, bangsa Indonesia mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang pesat dalam penataan demokrasi dan kehidupan konstitusional sejak bergulirnya reformasi 13 tahun yang lalu. Dinamika jaman dan semangat perubahan yang menghendaki demokratisasi dan implementasi prinsip-prinsip negara hukum secara lebih konsisten telah melahirkan semangat untuk mewujudkan tatanan dan kelembagaan baru.
“Keberhasilan yang diraih oleh bangsa Indonesia sejauh ini dalam membangun negara demokrasi konstitusional adalah pengalaman berharga yang diperoleh dari kerja keras dan kerjasama kolektif semua elemen bangsa dan negara dari waktu ke waktu di bawah kepemimpinan nasional yang mengutamakan kepentingan bangsa dan negara, serta kedewasaan warga negara dalam menjalani kehidupan berbangsa dan bernegara yang semakin meningkat,” kata Mahfud.
Lebih lanjut Mahfud mengatakan, pengalaman dan keberhasilan yang diraih bangsa Indonesia ini sangat berharga sebagai modal untuk perkembangan bangsa Indonesia di masa yang akan datang. Terwujudnya kondisi negara yang lebih demokratis seperti sekarang ini, tidak dapat dipungkiri salah satunya merupakan andil Mahkamah Konstitusi. Selama hampir delapan tahun Mahkamah Konsitusi hadir dan berkiprah bersama lembaga dan elemen negara yang lain dalam upaya membangun secara bersama-sama dan memberi andil untuk mengembangkan tatanan negara Indonesia yang lebih demokratis.
“Kiprah MK dinilai cukup fenomenal dalam usianya yang relatif muda. Mahkamah ini telah mendapatkan kepercayaan publik karena putusan-putusannya membawa terobosan hukum yang positif, terlepas dari keniscayaan bahwa untuk setiap putusan pasti ada yang mengeritik. Atas dasar itu pula, Mahkamah Konstitusi mendapat penghargaan internasional sebagai lembaga negara yang berhasil membangun dan menegakkan demokrasi bersama lembaga-lembaga negara yang lain di Indonesia,” tutur Mahfud.
Tepat, Relevan dan Kontekstual
Presiden menilai, simposium dengan tema “Negara Demokrasi Konstitusional” adalah tema yang tepat, relevan dan kontekstual. “Tepat, karena negara-negara yang menerapkan praktik demokrasi di muka bumi ini, hampir pasti ingin mewujudkan negara demokrasi yang sungguh konstitusional. Bukan negara demokrasi, yang tidak berdasarkan konstitusi, pranata hukum dan aturan main yang disepakati,” kata Presiden.
“Relevan, karena tema ini merupakan isu sentral yang sangat menarik, di tengah pusaran perkembangan demokrasi dengan variasi yang beragam di berbagai negara. Dan kontekstual, karena saya yakin kita semua ingin saat ini dan ke depan, dapat meningkatkan kualitas demokrasi di negara kita masing-masing,” tuturnya.
Dewasa ini, lanjut Presiden, demokrasi makin mewarnai kehidupan dan peradaban umat manusia. Demokrasi juga diyakini sebagai sistem yang paling baik, dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, di antara pilihan berbagai sistem yang ada. Demokrasi diyakini mampu menuntun terwujudnya pemerintahan yang efektif dan memiliki legitimasi tinggi, karena demokrasi menempatkan rakyat pada posisi sentral yang memberikan mandat kepada penentu kebijakan negara.
“Tentu saja untuk menerapkan demokrasi secara konsisten, kita harus memastikan bahwa demokrasi yang dijalankan benar-benar berorientasi pada tujuan nasional yang telah disepakati. Di negara yang modern, tujuan dan kesepakatan nasional dituangkan dalam konstitusi,” kata Presiden. |setkab.go.id|