Meskipun pemerintah telah melakukan upaya terbaiknya untuk mengekang konsumsi alkohol, namun tetap saja beragam pesta malam masih menjamur seperti biasanya. Ratusan bar dan klub malam, mulai dari yang terpencil dan kumuh yang tersembunyi di gang-gang sempit hingga yang spektakuler kelas atas berskala mall dan hotel, menjadikan ibukota Indonesia terbuka lebar untuk bisnis sepanjang malam. Hal ini sangat bertolak belakang dengan kondisi jalanan yang kumuh dan pengemis anak-anak di sekitarnya – sebuah dikotomi yang tidak asing di kota tersebut, di mana yang sangat kaya hidup bersebelahan dengan yang sangat miskin.
Beberapa orang mengatakan bahwa Jakarta, bersama dengan mitra tropisnya, Bali, memiliki kehidupan malam terbaik di manapun di Asia Tenggara hari ini. Hal ini merupakan sebuah reputasi ganjil ketika kemudian kita mengenal sebutan lain untuk Indonesia: negara dengan penduduk Muslim terbesar di dunia. Dan bahwa ketidaksesuaian antara roda teknologi yang mendera dengan panggilan doa suci bermain di antara peraturan pemerintah.
Pemerintah Indonesia menerapkan pembatasan atas impor dan distribusi alkohol –ketidakleluasaan yang mencekik industri pariwisata negara (menurut sebagian kalangan) dan menyebabkan kematian perdagangan pasar hitam alkohol. Hal ini menyebabkan munculnya minuman racikan tangan dengan harga murah di sebagian besar penjuru Indonesia, tapi tidak diatur bahkan dipantau oleh instansi pemerintah. Hal ini mengakibatkan ratusan warga Indonesia, dan beberapa orang asing, meninggal setiap tahunnya dari minuman yang kadang-kadang beracun.
“Pemerintah tampaknya benar-benar buta untuk masalah ini. Seluruh fokusnya hanya pada hukum yang mengatur impor dan produksi. Tetapi mengabaikan semua minuman beralkohol loka,” ,” kata Teguh Yudo, seorang analis dari Pusat Strategis dan Hubungan Internasional di Jakarta. Seperti dilansir globalpost.com
Pada bulan Februari lalu, polisi menangkap lima orang penjaja alkohol campuran metanol yang menewaskan 16 orang di Pulau Jawa. Pada bulan Mei tahun lalu, 23 orang tewas di Bali setelah tak sadar mengkonsumsi alkohol terlarang sejenis.
Beberapa orang asing di antaranya tewas, termasuk setidaknya satu warga Amerika.
Para korban mengkonsumsi minuman kelapa lokal atau campuran anggur beras yang dikenal sebagai Arak yang pembuatannya menggunakan metanol. Metanol sangat mematikan bahkan dalam dosis kecil sekalipun, namun umumnya hanya digunakan dalam produksi rumahan disebabkan oleh tarif yang tinggi untuk membuat etanol (bahan alkohol tradisional).
Menurut Departemen Keuangan, retribusi di atas 150 persen pada anggur dan minuman keras akan dikenakan pajak pertambahan nilai, pajak cukai yang dihitung dari kandungan alkohol dan pungutan pemerintah daerah.
Tahun lalu, hotel dan restoran mengalami kerugian parah melalui pengurangan alkohol ketika petugas bea cukai mencurigai PT Sarinah, importir alkohol milik negara, telah mengurangi pengirimannya, menyita lebih dari 30 kontainer pengiriman yang penuh dengan botol minuman tepat sebelum liburan musim dingin.
Selama berbulan-bulan, tanda-tanda di bar dan klub di seluruh Bali dan Jakarta mencantumkan permohonan maaf kepada pelanggan karena kurangnya alkohol yang tersedia. Semua hal tersebut memberikan dampak bagi industri pariwisata.
“Kami khawatir tidak hanya terhadap hotel besar bintang lima saja, namun bagi ratusan restoran kecil juga. Bali, yang paling menarik para wisatawan, adalah wajah Indonesia. Kita harus melayani tidak hanya lokal, tapi warga asing juga. Jadi, ketika peraturan ini membuat sulit menemukan alkohol yang bagus, maka hal itu menjadi masalah,” kata Noviar Amir, direktur eksekutif Asosiasi Hotel dan Restoran di Bali.
Beberapa analis mengatakan bahwa berbagai tarif dapat menciptakan peningkatan 500 persen dalam biaya alkohol, jauh lebih tinggi dari Malaysia, yang juga merupakan negara dengan mayoritas penduduknya Muslim. Sebagian biaya ini diteruskan kepada konsumen, membuat harga bir di negara tersebut dikenal dengan kualitasnya yang terjangkau, tidak seperti di Negara Barat.
Industri ini menarik napas lega sesaat ketika Menteri Keuangan Sri Mulyani mengumumkan ia akan memotong pajak penjualan barang mewah pada 1 April yang lalu. Berita gembira tersebut hanya berumur pendek. Seminggu kemudian, ia mengumumkan peningkatan dramatis dalam pajak cukai.
“Jadi harga dinaikkan atau diturunkan akan tetap sama. Saya rasa pemerintah telah memilih untuk menetapkan pajak pada tingkat yang aman untuk opini publik, dan sekarang masyarakat di sebagian besar wilayah Indonesia menganggap alkohol sebagai hal yang berbahaya,” kata Yudo. (Evyta)
foto : topnews.in