Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta kewenangan yang dimilikinya tidak direnggut pada revisi UU 30 Tahun 2002 tentang KPK. Pasalnya kelengkapan kewenangan penindakan yang meliputi penyelidikan, penyidikan dan penuntutan merupakan kunci efektivitas pemberantasan korupsi.
“Kita maunya, tidak usah dibongkar-bongkar lagi. Pemberantasan korupsi itu kalau mau efektif tidak perlu bolak balik antara penyidikan dengan penuntutan, karena sudah jadi satu,” tutur Pimpinan KPK M Jasin saat dihubungi, Senin (4/4/2011).
Menurut Wakil Ketua KPK Bidang Pencegahan tersebut, kelengkapan kewenangan penindakan yang dimiliki KPK membuat lembaga antikorupsi tersebut lebih mudah dalam menyelesaikan suatu perkara. Hal ini disebabkan karena segala sesuatunya diletakkan dalam satu atap.
“Dengan kewenangan penyidikan dan penuntutan, tidak perlu bolak-balik lagi,” papar Jasin.
Dalam daftar Prolegnas prioritas 2011 terdapat 70 rancangan tentang perubahan undang-undang. Undang-undang No 30 Tahun 2002 tentang KPK menjadi salah satu undang-undang dalam daftar tersebut dan hal itu diprakarsai oleh Komisi III DPR. Banyak pihak menilai hal ini bisa membuat kewenangan yang dimiliki KPK terancam.
Dalam pasal 11 UU tentang KPK tersebut, disebutkan bahwa KPK berwenang melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi yang melibatkan aparat penegak hukum, penyelenggara negara, dan mendapat perhatian yang meresahkan masyarakat; dan/atau menyangkut kerugian negara paling sedikit Rp. 1.000.000.000,00.(dtc/tn)