Konsumsi yang meningkat pada akhir bulan Ramadan menjelang Lebaran menjadi magnet bagi para pelaku kejahatan untuk beraksi. Waspadalah!
“Jadi bukan berarti secara total bertambah, tapi secara total sama. Hanya pada minggu pertama, kedua, tidak banyak terjadi kejahatan, tapi semua mengumpulnya di minggu-minggu terakhir. Jadi ini penting untuk diketahui masyarakat agar tidak takut dan berhati-hati,” ujar kriminolog Universitas Indonesia (UI) Adrianus Meliala.
Berikut wawancara wartawan dengan Adrianus usai penutupan Program Pendidikan Tingkat Angkatan (PPTA) XVII Lembaga Ketahanan Nasional di kantor Lemhannas, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, Kamis (11/8/2011):
Tingkat kejahatan selama bulan puasa dan menjelang Lebaran naik, pemicunya apa?
Kalaupun naik pemicunya hanya 2, yakni kejahatan yang terkait dengan ekonomi dan yang kedua kejahatan jalanan. Terkait dengan ekonomi, para pelaku kejahatan sekarang juga sadar bahwa masyarakat punya duit cash semua untuk THR, beli baju, beli barang dan itu menjadikan para pelaku kejahatan termotivasi secara ekonomi.
Yang kedua adalah kejahatan di jalanan, artinya terkait dengan orang-orang yang semakin banyak terjadi di jalanan, di terminal, di pasar. Ini cukup dimaklumi karena di pasar orang cukup sibuk membeli, di terminal makin banyaknya orang-orang bepergian. Dengan makin sesaknya tempat-tempat itu, maka makin besar jugalah kemungkinan orang menjadi korban tindak kejahatan.
Solusinya bagaimana?
Orang berbelanja jangan bawa uang yang berlebihan dan jangan memakai perhiasan yang mencolok. Sepanjang polisi melakukan langkah-langkah yang bersifat pencegahan maka sebenarnya bisa berkurang.
Dengan polisi mengaktifkan patroli maka akan membuat penjahat terkurung. Jadi untuk membuat nol sama sekali ya susah, tapi minimal dengan operasi yang intens maka tingkat kejahatan akan berkurang.
Selain 2 pemicu yang disebutkan di atas, apalagi faktor tindak kriminal yang meningkat selama bulan puasa dan menjelang lebaran?
Saya memperkirakan ini yang namanya kontraksi, kontraksi itu kan seolah-olah makin banyak dan seolah-olah makin keras padahal sebetulnya kejahatan pada tempat dan waktu-waktu yang lain itu mengumpul di saat-saat seperti ini.
Jadi bukan berarti secara total bertambah, tapi secara total sama. Hanya pada minggu pertama, kedua, tidak banyak terjadi kejahatan, tapi semua mengumpulnya di minggu-minggu terakhir. Jadi ini penting untuk diketahui masyarakat agar tidak takut dan berhati-hati.
Masyarakat agar tidak takut harus bagaimana?
Saya kira kalau soal takut, terkait kejahatan bermotivasi ekonomi dan kejahatan jalanan itu tidak ada rasa takut karena umumnya yang membuat rasa takut adalah kejahatan-kejahatan pembunuhan dan pemerkosaan.
Terkait kejahatan jalanan akan membuat masyarakat berhati-hati dan waspada. Saya berpendapat juga sebetulnya masyarakat juga punya potensi untuk berhati-hati dan waspada, ditambah lagi patroli polisi di mana-mana, ini sudah cukup membuat tingkat kejahatan ditekan.
Tapi apa masyarakat juga berpotensi untuk membuat orang melakukan tindak kejahatan?
Pasti, dengan dia punya uang mulai dari mengambil uang di bank dan membelanjakannya, itu kan juga sudah dibaca oleh pelaku. Jadi kejahatan itu adalah aksi reaksi, kita beraksi dan akan menimbulkan reaksi dari pelaku kejahatan. |dtc|