Dan anda yang pro terhadap pemerintahan, tak seharusnya juga menganggapnya sebagai pembenci. Karena kritikan adalah bumbu sedap yang akan menghasilkan roda pemerintahan yang baik dan disegani bangsa lain.
Oleh : Heru Lianto
Saya pikir mengingatkan antara satu dengan yang lainnya adalah perlu. Terlebih di dalam kehidupan ini, di mana kita hidup selalu berinteraksi antara satu dengan yang lainnya.
Seperti halnya 10 tahun lalu ketika saya bekerja menjadi tukang masak misalnya, bos saya selalu mengkritik saya bila saya menyediakan makanan kesukaannya, yakni kentang goreng. Dan biasanya saya menyajikan dengan mashed potato dan salad sayur. Ketiga menu itu adalah memang makanan favorit bos saya.
Menurut bos saya, kentang goreng yang saya buat dan disajikan ke dia pada saat itu masih ada beberapa kentang yang belum masak. Selain itu kentang yang saya potong terlalu tipis. Saya pun diledeknya dengan kata : pelit!
Kata dia, kentang yang saya buat tak ubahnya yang ada di restoran cepat saji. Tak ada rasa dan sedikit alot. Untuk itu bos saya mengingatkan agar saya besok-besok tidak mengulanginya lagi.
Dan untuk meyakinkan kentang goreng saya tidak enak, bos saya pun menyuruh saya mencicipinya. saya menuruti perintahnya. Di lidah saya, yang saya rasakan, kentang goreng yang saya makan ini tidak ada bedanya dengan kentang goreng buatan orang lain. Namun saya sendiri tidak mau egois, saya lantas menyuruh kawan saya untuk merasakan kentang goreng buatan saya itu. Teman saya pun mengatakan,”enak”. Tapi entah maksud teman saya itu. Hanya sekedar untuk menghibur diri saya, atau memang dia sedanga lapar.
Tapi yang jelas dengan adanya kritikannya itu, tentu saya merasa tidak enak hati; salah tingkah; tidur juga gelisah. pikir saya, saya telah ‘menelantarkan’ bos saya yang perutnya suda keroncongan itu.
Dari sinilah saya belajar kesalahan; mengkoreksi diri; dan tentunya harus banyak belajar lagi agar kesalahan memasak kentang goreng yang sama tidak terulang terus menerus.
Saya mulai mengupas kulit kentang, memotongnya dengan berbentuk persegi panjang, dan menggorengnya dengan minyak goreng secukupnya, juga dengan api secukupnya. Setelah kentang itu kecokelat-cokelatan dan sudah terlihat masak barulah saya tiriskan, lalu saya taburkan dengan garam halus.
Alhasil, ketika bos saya pulang kerja, saya pun segera kembali menghidangkan menu masakan saya itu: mashed potato, salad dan kentang goreng.
Selang beberapa jam usai menyantap makanan yang saya buat, bos saya kembali memanggil saya. terus terang saya deg-degan saat itu. Saya khawatir dia mengkritik masakan saya lagi seperti yang sebelumnya.
“Ini (kentang goreng) beli di mana?” ujarnya sambil melahab kentang goreng yang masih tersisa.
” Tidak beli. Saya masak sendiri,” jawab saya, sambil menatap muka bos saya.
” kentang ini enak sekali. saya suka.”
Mendengar pujian itu, saya pun mengucapkan terima kasih kepada bos saya. Tak lama kemudian, saya langsung turun ke lantai bawah sambil mengepalkan kelima jari tangan saya dan berucap “yes!”
Ya, itu kegembiraan saya. Karena kritikan itu akhirnya “terbayar” sudah. Saya pun berjanji dalam diri saya, besok-besok dan seterusnya saya akan memasak kentang goreng dengan cara yang sama, agar bos saya ‘betah’ makan di rumah.
Pasca kejadian ini pula, saya menjadi dekat dengan bos saya. Terkadang jika dia istirahat jam kantor, dia selalu menelepon saya untuk mengajak makan bareng di restoran mewah. Keakraban pun terjadi di sini. Bos saya dan saya ibarat sahabat lama yang tak kunjung bertemu.
Kawan, bagi saya, kritikan bos saya kepada saya, saya anggap itu adalah obat mujarab. Karena tanpa kritikan dia, saya tidak akan mendapatkan apa-apa dari hidup ini. Tanpa kritikan saya menjadi manusia yang dungu alias bodoh selama-lamanya. Dan tanpa kritikan dari bos saya pula, saya tidak akan pernah belajar dari kesalahan yang saya buat sendiri.
Begitu juga seharusnya kita ketika berkawan dan berinteraksi di dunia nyata atau dunia maya ( media sosial seperti fb dan twitter), baik yang anda kenal maupun tidak, kritikan pasti ada saja melalui komentar-komentar. Apalagi media sosial sekarang banyak digunakan oleh penggunanya untuk mengkritik penguasa, terlebih mereka yang kontra terhadap pemerintahan.
Saya sendiri menyanjung dan menyukai mereka (yang kontra). Karena bagi saya, mereka setidaknya masih peduli terhadap sesama. Hati mereka masih tergetar, dan tidak egois menjadi seorang individualis.
Dan anda yang pro terhadap pemerintahan, tak seharusnya juga menganggapnya sebagai pembenci. Karena kritikan adalah bumbu sedap yang akan menghasilkan roda pemerintahan yang baik dan disegani bangsa lain. Tentunya untuk anda-anda juga, bukan?
Sekali lagi, berterima kasihlah kepada mereka yang mengkritik. Karena tanpa mereka (pengkritik) kita bukanlah apa-apa, dan negeri ini tidak akan menghasilkan apa-apa.
Penulis adalah wartawan SWATT Online, yang tinggal di rumah kontrakan di Jalan Raya Condet, Jakarta.