Dengan mengabungkan pola pikir kritis atas kejadian, isu, dan peristiwa yang ada di lingkungan sekitar dan jiwa kreativitas, mahasiswa Ilmu Komunikasi UMY yang mengambil mata kuliah Creative Thinking mengadakan Festival Creative Thinking. Hal itu untuk ‘meledakkan’ potensi mahasiswa yang selama ini belum optimal di segala aspek kehidupan, tak hanya satu perspektif saja.
Demikian disampaikan Dosen Ilmu Komunikasi, Zuhdan Aziz, S.IP, S.Sn, di Kampus Terpadu UMY, Rabu (12/1). Menurutnya, situasi pembejaran harus disampaikan dengan kreatif dalam rangka membentuk jiwa kreatif.
Festival ini merupakan kolaborasi kelompok dengan segala potensi yang dimiliki mahasiswa untuk menciptakan karya atau temuan terbaru dan diadakan sebagai tugas mata kuliah yang harus dijalani mahasiswa menjelang akhir semester.
“Untuk menggali potensi mahasiswa sehingga pembelajaran pun tak cukup dilakukan dosen melalui satu arah saja. Mahasiswa lebih bergairah karena festival ini akan dinilai beberapa juri yang ahli dalam bidang creative thinking dan dipilih kelompok terbaik,” ujar Zuhdan.
Dalam festival ini, ada beberapa bentuk kreativitas, mulai dari membuat film, mural timbul, hingga makanan kreasi baru. “Dalam festival ini, hal yang mengejutkan pasti terjadi saat mahasiswa yang selama ini terkesan pendiam di kelas, maka ia akan sangat berekspresif saat mengikuti festival ini. Potensi inilah yang harus selalu dikembangkan karena jiwa kreatif sangat diperlukan dan menjadi bekal berharga saat mereka masuk dunia yang lebih luas, dunia global,” paparnya.
Ia mengatakan, banyaknya permasalahan kompleks di dunia global, seseorang dituntut untuk melihat dan menyelesaikan permasalahan dengan tidak melihat satu sisi semata. “Seorang yang berjiwa kreatif, ia mampu melakukan terobosan dan ide baru. Kreatif jug menjadi penghubung serta perekat antara beberapa ilmu dalam menyelesaikan permasalahan,” ungkap Zuhdan.
Salah satu mahasiswa, Tatiana Ginanti, yang kelompoknya menampilkan foto kartun dengan mengangkat tema wacana pemerintah dalam membekali para Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang berada di luar negeri dengan handphone (HP).
Menurutnya, wacana yang telah bergulir beberapa bulan silam merupakan sesuatu yang dipertanyakan keefektifannya mengingat telah banyak kejadian serupa, di mana para TKI mendapatkan perlakuan yang kurang baik, bahkan kekerasan selama bekerja di sana. “Namun, upaya pemerintah dalam menangani kasus ini masih belum mampu menyelesaikan seiring dengan munculnya kasus yang berulang. Dengan melihat kenyataan ini, kami mencoba mengingatkan dan menyadarkan orang lain apakah upaya ini efektif?” ujar Tatiana yang akrab dipanggil Tia.
Ia menjelaskan, karya ini berbentuk komik dan diubah sesuai dengan hobi dari masing–masing anggota kelompok yang beragam, seperti hobi membaca komik, fotografi, akting, menulis, dan mengedit gambar. “Sadar akan perbedaan minat, kami pun membuat karya creative thingking ini yang dipadukan dengan semua hobi tersebut sehingga beberapa unsur yang terdapat pada komik umumnya pun berubah. Hasil akhirnya, karya kami merupakan rangkaian foto yang diubah formatnya menjadi kartun,” jelasnya.
Ia menambahkan, yang membedakan foto komik dengan komik biasa adalah pada gambar, yang mana komik selalu identik dengan gambar komik, sementara foto komik berasal dari foto yang diedit namun tetap memasukkan unsur kartunnya. “Hal ini dilakukan agar para penikmat komik tetap dapat menikmati komik namun dengan suasana berbeda. Sehingga foto komik ini terkesan seperti orang yang dikartunkan dan hasilnya komik terlihat lebih nyata daripada komik biasa,” tambah Tia.
Foto kartun yang ditampilkan, menurut Tia tidak hanya berfungsi sebagai alat hiburan bagi pembaca, namun juga edukatif dimana setelah membaca komik, pembaca diharapkan tak hanya menyegarkan pikiran.
“Semoga pembaca juga sadar akan peristiwa, isu dan fenomena yang terjadi di sekitar kita dan sering dilupakan,” terangnya. Dengan adanya karya ini, Tia berharap para pembaca untuk lebih kritis dan peka terhadap apa sedang terjadi di lingkungan sekitar mereka.(affan)
Foto : http://umy.ac.id