KTT Nuklir di Seoul, Korea Selatan, berakhir kemarin dengan menghasilkan komitmen bersama dalam mengurangi senjata nuklir di dunia. Namun, pengamat mengaku tidak puas dan mengatakan KTT tidak menghasilkan solusi konkrit, hanya wacana saja. Selama dua hari, KTT yang dihadiri pemimpin dan pejabat lebih dari 50 kepala negara ini sebagian besar membicarakan bahaya senjata nuklir jika jatuh ke pihak yang salah. Walaupun tidak ada dalam agenda, pembicaraan kebanyakan berpusat pada ancaman nuklir Iran dan Korea Utara.
Perdana Menteri Jepang, Yoshihiko Noda, melenceng dari agenda saat meminta komunitas internasional menuntut Korea Utara menghentikan rencana mereka meluncurkan roket pembawa satelit bulan depan. Jepang yakin, peluncuran satelit adalah kedok uji coba rudal jarak jauh Korut.
Pertemuan juga sempat memanas saat Menteri Luar Negeri Argentina Hector Timermanan menuduh Inggris mengirimkan kapal selam nuklir ke dekat perairan mereka. Wakil Perdana Menteri Inggris Nick Clegg membantah dan mengatakan tuduhan itu tidak berdasar. Perdebatan di antara keduanya menambah ketegangan atas seteru pulau Falkland atau Malvinas. Kedua negara pada 1982 sempat perang memperebutkan wilayah ini, menewaskan 650 tentara Argentina dan 255 tentara Inggris.
Diberitakan Reuters, pertemuan berakhir dengan menghasilkan komunike yang menunjukkan komitmen negara peserta dalam mengurangi pasokan uranium dan plutonium, meningkatkan keamanan fasilitas nuklir, dan mencegah penjualan materi nuklir dan radioaktif ilegal.
Namun, komunike tersebut tidak memberikan langkah apapun untuk mewujudkan hal tersebut. Walaupun Korut dan Iran beberapa kali dibahas, namun komunike sama sekali tidak menyebut dua negara ini, maupun mengkritiknya.
Pengamat dari Studi Nonproliferasi di Washington, Miles Pomper, mengatakan KTT di Seoul tidak lebih dari warung wacana. Dia mengaku tidak puas dengan komunike yang dihasilkan. “Banyak yang dibicarakan memang sebenarnya tengah dijalankan. Kita mulai kehilangan momentum, kita perlu mulai lebih ambisius,” kata Pomper.
Graham Allison, Direktur Studi Ilmu Pengetahuan dan Hubungan Internasional Belfer Center, menulis di Christians Science Monitor bahwa pertemuan itu tidak lebih dari ajang pertemuan dan foto bersama saja. Padahal, para pemimpin bisa menggunakan pertemuan itu untuk agenda yang lebih serius.
“KTT yang baik seharusnya memiliki tiga fungsi: fokus pada masalah, membangun konsensus internasional dan mengeluarkan keputusan mengikat yang memaksa pemerintah bertindak. Jika saja penyelenggara konferensi lebih menuntut, KTT bisa saja menghasilkan hasil nyata,” tulis media tersebut. |viva|