
Belum genap sebulan, tepatnya awal Januari 2012 Badan Nasional Narkotika (BNN) menangkap seorang pilot berinisial HA yang tengah mengonsumsi sabu. HA ditangkap disebuah hotel di Makassar, Sulawesi Selatan. Lalu dunia penerbangan kembali dikejutkan dengan ditangkapnya SS di di Hotel Garden Palace kamar 2019 pada pukul 03.30 WIB dengan barang bukti 0,04 gram dan alat hisap sabu.
Kabarnya pula SS akan menerbangkan pesawat pada pukul 06.00 WIB dengan tujuan Surabaya-Makassar-Balikpapan-Surabaya. Rentang waktu tiga jam sebelum penerbangan masih mengonsumsi sabu tentu dari aspek keselamatan, tentu sangat besar pengaruhnya. Apakah mungkin pilot sengaja memakai sabu itu karena dia butuh efek yang didapat dari memakai sabu itu.
Demikian disampaikan Direktur Lembaga Advokasi dan Perlindungan Konsumen Farid Wajdi, SH,MHum kepada SWATT Online di Medan, Senin (6/2). Peristiwa itu, lanjut Farid memunculkan pertanyaan soal mekanisme pengawasan mengenai penggunaan obat-obatan untuk kesehatan seorang pilot sesuai dengan Peraturan Keselamatan Penerbangan Sipil Indonesia (CASR/Civil Aviation Safety Regulation). Begitu pula, mengenai penyalahgunaan narkoba dengan segala turunanya?
“Terus kewenangan dan tanggung jawab dari pihak maskapai terkait proses seleksi pilot. Apa sanksi bagi maskapai kalau terdapat pilot penyabu? Terakhir bagaimana pertanggungjawaban Kemenhub karena secara umum berkewajiban melakukan pemeriksaan kesehatan para pilot setiap enam bulan sekali,” paparnya.
Dari kasus pilot sabu ini, lanjut Farid yang juga Dekan FH UMSU ini, Kemenhub harus melakukan evaluasi dan audit secara menyeluruh dan total. Sangat mungkin seperti teori gunung es, pilot HA dan SS cuma segelintir pilot ketiban sial. Sangat mungkin banyak pilot lain melakukan hal serupa, tapi tidak terendus atau belum dapat diungkap karena kelihaiannya menutup praktek tak terpuji itu. Demikian pula maskapai pernerbangan lain, harus mengambil pelajaran penting dari peristiwa itu. Pilot mengonsumsi narkoba, selain membahayakan penerbangan, juga jelas pelanggaran hukum berat.
Menyikapi pilot sabu tidak cukup sebatas keprihatinan belaka. Kemenhub dan semua maskapai harus terus menerus mengawasi perilaku pilot. Pilot sabu tak dapat ditolerir, risiko pertaruhan aspek keselamatan nyawa manusia sangat besar. Evaluasi semua moda transportasi lebih khusus lagi transportasi moda udara. Ada yang tidak sehat dalam pengelolaan moda transportasi udara.
“Tidak ada pilihan lain, kecuali audit semua sistem pengelolaan transpotasi dan tidak terbatas cuma pada manajemen satu perusahaan penerbangan saja. Pasti ada yang salah, makanya perlu idlakukan audit besar-besaran malai dari manajemen, sistem rekrutmen pegawai sampai pada pembinaan pegawainya,” tuturnya.
Sementara itu, Benito Ashdei Kodiat, Koordinator Jaringan Advokasi Transportasi Indonesia (JATI) menegaskan secara umum perlu dilakukan evaluasi menyeluruh pengelolaan transportasi nasional. Menurutnya, apa jaminan keselamatan bagi para penumpang? Kondisi ini semakin menegaskan ada masalah besar terkait aspek keselamatan transportasi di negara ini. Naik angkot diperkosa, jalan kaki ditabrak mobil, naik kereta diatas gerbong. Kini giliran naik pesawat pilotnya malah nyabu? Dia menyebutkan kelakuan pilot itu sungguh merusak moral dan sangat membahayakan keselamatan penumpang.
Benito mencatat, kejadian ini sudah berulangkali terjadi. Ini menunjukkan ada yang tidak beres dengan manajemen pembinaan kru maskapai. Karena itu jangan dilokalisir hanya persoalan moral pilot saja. (mes)