Mendampingi masyarakat yang terseret perkara pidana membuat LBH Jakarta mempunyai banyak catatan yang diperbuat polisi. Setahun terakhir, LBH Jakarta mencatat 5 catatan yang harus di evaluasi oleh kepolisian menyambut hari Bhayangkara 1 Juli.
“Pertama, masih banyak diskriminasi penegakkan hukum dalam kasus-kasus kebebasan beragama dan berkeyakinan. Dalam kasus-kasus kebebasan beragama dan berkeyakinan, kerap kali polisi terlibat baik langsung maupun tidak langsung dalam pelanggaran hak kebebasan beragama,” kata Direktur LBH Jakarta, Nurkholis Hidayat saat berbincang dengan wartawan, Kamis,(30/6/2011).
Kedua, tingkat penyiksaan dalam proses penyelidikan dan penyidikan masih tinggi. Berdasarkan riset LBH, di Jakarta saja penyiksaan masih terjadi secara sistematis dan terus menerus. Pada 2005 ditemukan 81,1 % tersangka mengalami penyiksaan saat diperiksa di tingkat kepolisian.
Angka ini bertambah pada 2008, yaitu 83,65 % tersangka mengaku mengalami penyiksaan. Yang lebih mengejutkan lagi, 77% penyiksaan dilakukan untuk memperoleh pengakuan dan mendapatkan informasi. Padahal pengakuan hanya salah satu dari lima alat bukti yang dapat digunakan oleh aparat kepolisian.
“Angka ini mengejutkan karena muncul di lima wilayah di DKI Jakarta yang selama ini dianggap sebagai parameter situasi hukum di Indonesia. Oleh karenanya, segera canangkan zero tolerance untuk tindak kekerasan dan penyiksaan dalam proses penyelidikan dan penyidikan,” cetus Nurkholis.
Ketiga, masih banyak praktik penahanan illegal, meluas, tidak adil dan boros karena bertentangan dengan konstitusi dan prinsip-prinsip hukum internasional. Menurut data LBH Jakarta, jumlah tahanan di Indonesia mencapai 47 % dari jumlah orang yang menghuni lembaga pemasyarakatan. Sampai spetember 2010 sebanyak 50.089 orang telah ditahan selama proses penyidikan dan persidangan.
Jumlah ini mengalami peningkatan yang signifikan selama kurun waktu 5 tahun terakhir. “Oleh karenanya kami mendesak polisi untuk mengurangi penggunaan kewenangan dan diskresi yang berlebihan untuk melakukan penahanan yang tidak perlu, kecuali untuk kejahatan-kejahatan serius,” pinta Nurkholis.
Yang terakhir, polisi semakin hari semakin gampang melakukan penembakan terhadap tersangka teroris. Menurut data resmi yang dikeluarkan Polri, 2000 sampai 2010, sebanyak 44 teroris mati ditembak, dan 10 teroris didata tewas bunuh diri. Sementara yang diproses di pengadilan sebanyak 563 orang, sudah keluar LP sebanyak 245 orang, masih di LP 126 orang, sedang proses di pengadilan 61 orang, dan sebanyak 8.831 orang dalam penyidikan Densus 88.
“Untuk poin yang terakhir, segera bentuk badan investigasi independen guna audit menyeluruh atas dugaan-dugaan pelanggaran HAM dan penggunaan kewenangan Densus 88 dalam menindak teroris,” tuntas Nurkholis. |dtc|