Pengabulan upaya hukum luar biasa Peninjauan Kembali (PK) 6 perusahaan reklamasi pantai Jakarta disesalkan banyak pihak. Apalagi, dengan dikabulkannya PK ini, selain memperbolehkan reklamasi di Jakarta juga berdampak pada reklamasi di berbagai pantai di Indonesia.
“Mahkamah Agung (MA) berpikir mundur. Padahal seharusnya hukum ikut merekonstruksi kerusakan lingkungan di Jakarta. Bukan sebaliknya, malah mendekonstruksi dan mengobrak- abrik tatanan hukum lingkungan di Indonesia,” kata ahli hukum lingkungan Universitas Airlangga, Surabaya, Suparto Widjojo, Jumat, (1/4/2011).
Menurut mantan staf ahli Menteri Lingkungan Hidup ini, pengabulan PK ini merupakan simbol runtuhnya kewibawaan hukum dan teror ekologis. Padahal, sebelumnya lewat putusan kasasi, MA mempunyai pandangan yang futuristik terhadap masalah lingkungan.
“Namun, hal ini disembelih sendiri oleh MA lewat putusan PK,” tandasnya. Putusan ini tidak hanya berdampak pada nasib pantai Jakarta, tapi menjadi preseden bagi seluruh pantai di Indonesia. Seakan- akan, MA mempersilakan untuk mereklamasi pantai di seluruh garis pantai sehingga kerusakan lingkungan benar- benar menjadi kenyataan.
“Ini teror nyata terhadap ekologi dan keberlangsungan lingkungan hidup,” tandasnya. Kasasi MA dibatalkan dengan upaya hukum luar biasa Peninjauan Kembali (PK). Perkara No Register 12 PK/TUN/2011 dengan pengadilan asal PTUN Jakarta dan No Surat Pengantar W2.TUN1.132/HK.06/XII/2010. Permohonan PK itu diajukan oleh salah satu direktur perusahaan reklamasi, Tjondro Indria Leimonta melawan Menteri KLH serta Walhi Cs.
“Kabul,” tulis MA dalam situs resmi www.mahkamahagung.go.id pada Kamis, (31/3/2011). Perkara PK ini ditangani oleh hakim agung Supandi, hakim agung Yulius dengan ketua majelis hakim agung Achmad Sukardja.
“Tanggal putus 24-Mar-11,” tulis putusan itu. Seperti diketahui, Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) bersikukuh mengatakan rencana reklamasi pantai utara Jakarta pada 2003 tidak sah. Reklamasi pantai yang berhutan bakau itu lalu menjadikannya sebagai kawasan niaga berpotensi merugikan lingkungan. Sikap ini dituangkan dalam Keputusan Menteri.
Namun keputusan ini ditentang oleh 6 perusahaan reklamasi. Setelah mengalami perdebatan panjang di pengadilan, MA lewat PK-nya membatalkan Keputusan Menteri itu. Source: (dtc)