Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menyesalkan ketidakhadiran maskapai penerbangan Lion Air yang diduga melakukan pelanggaran HAM kepada para penyandang cacat atau orang berkebutuhan khusus. Komnas mengagendakan mendengarkan keterangan maskapai terkait perlakuan diskriminatif pihak maskapai.
“Saya menyampaikan penyesalan yang sangat dalam karena ketidakhadiran Lion Air. Karena sampai dengan pukul 12.00 WIB siang ini tidak juga menampakan batang hidungnya,” kata Komisioner Komnas HAM Saharuddin Daming di kantornya, Jl Latuharhari, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (11/7).
Pertemuan sendiri dijadwalkan pukul 10.00 WIB. Sementara surat dikirimkan Senin pekan lalu. Surat yang dilayangkan, kata Daming, sebanyak 8 halaman.
Berkaca pada kasus serupa yang dilakukan maskapai penerbangan lain, kata Daming, pihak maskapai biasanya datang tepat waktu. Bahkan lebih dulu datang dari komisioner.
“Ada apa sebenarnya, apa mereka tidak punya waktu karena terlalu sibuk, atau menganggap tidak begitu penting dari yang mereka lakukan, atau apa yang telah mereka lakukan ke penyandang cacat itu benar?” ujar Daming.
Dia menambahkan, pemanggilan maskapai didasari maraknya laporan dari orang-orang yang berkebutuhan khusus terkait pelayanan Lion Air yang diduga melakukan tindak diskriminatif kepada penyandang cacat.
Tindakan tersebut, dijelaskan Daming, dilakukan dalam bentuk penandatangan blangko yang telah disiapkan pihak maskapai. “Para korban diidentikan dengan orang sakit dan minta menandatangani blangko yang sudah disiapkan. Maskapai terkesan lepas tanggungjawab jika sesuatu hal terjadi pada difabel,” kata Daming.
Di tempat sama, salah seorang korban diskriminasi Rina Prasarani (36) menyatakan kekecewaannya karena ketidak hadiran pihak maskapai.
“Saya kecewa, seharusnya kasus ini dijadikan momen untuk menaikan citra maskapai itu sendiri. Kalau mereka bisa memberikan pelayanan baik kepada disabilitas pastinya untuk melayani yang nondisabilitas lebih baik,” kata Rina yang juga menjabat Ketua Departemen Pemberdayaan Perempuan Persatuan Tuna Netra Indonesia.
Kekecewaan juga disampaikan Sugiyo (43), guru komputer di Yayasan Mitra Netra Jakarta. “Saya harus meliburkan murid saya untuk memenuhi undangan Komnas HAM. Seharusnya pihak maskapai datang, kita sudah meluangkan waktu kita untuk mendengarkan keterangan maskapai. Toh itu untuk wajah maskapai Indonesia juga,” keluh Sugiyo.
Komnas HAM sendiri rencananya tetap mengupayakan pemanggilan terhadap pihak maskapai untuk memberikan keterangan terkait laporan yang disampaikan orang berkebutuhan khusus.
“Pemanggilan kedua akan dilakukan. Bila nanti tidak juga hadir akan dilayangkan pemanggilan ketiga. Di pemanggilan ketiga apabila tetap tidak hadir Komnas HAM berwenang memanggil paksa,” tegas Daming. |dtc|