PT Kereta Commuter Jabodetabek (KCJ) meminta maaf atas segala penyesuaian, namun hal ini sebagai penataan ulang operasi agar kereta bisa menjadi tulang punggung transportasi tahun 2019 untuk mengatasi macet di Jakarta.
“Mohon maaf pada penumpang, ini ada kepentingan yang lebih jauh agar bisa memberikan kesempatan pada penduduk di Jabodetabek untuk bisa memanfaatkan kereta,” jelas Corporate Secretary PT KCJ Makmur Syaheran, Minggu (11/6/2011).
“Ada goal mapping yang kita inginkan bersama, pada 2019 transportasi utama kereta api, bisa jadi andalan, jadi nggak macet lagi,” imbuhnya.
Berikut wawancara lengkap dengan Makmur Syaheran, yang menjelaskan detil mengapa KRL Ekspres dan KRL AC Ekonomi dihapus, menata ulang pola operasi dan rencana untuk menambah gerbong.
Pak bagaimana mengenai KRL Ekspres dan KRL AC Ekonomi yang akan ditiadakan pada 2 Juli 2011?
Jadi diperkirakan pada 2014, Jakarta macet total. Kami dipanggil Pak Wapres. Kami ini ada PT Kereta Commuter Jabodetabek, PT KAI, TransJakarta, Kemenhub, Kementerian BUMN, Pemda DKI, PT Railink (operator Kereta Bandara, red), Menko Perekonomian.
Kami dikumpulkan untuk mengatasi kemacetan di Jakarta. Semuanya mendapat tugas, PT KA persero dan PT KCJ (anak perusahaan PT KAI) ditargetkan mengangkut 1,2 juta penumpang per hari tahun 2019, dan itu membutuhkan 1.440 gerbong. Sekarang ini armada sekitar 400 (gerbong). Targetnya 300 persen dari sekarang. Penumpang commuter sekarang 400 ribu hari, kereta KRL. Kita punya keterbatasan sarana dan prasarana, akhirnya bikin platform. Ibaratnya, sekarang mau bikin jalan tolnya.
Pertama, agar kapasitas bisa maksimal, kita ubah pola operasi dulu, perjalanan KRL-nya dulu. Dulunya ada penyusulan, ada kereta yang hanya berhenti di stasiun tertentu. Mulai 2 Juli diubah menjadi semua jenis kereta berhenti di semua stasiun. Dengan demikian ini akan meningkatrkan distribusi pelayanan penumpang. Dan orang yang akan naik KA AC tidak perlu menuju stasiun tertentu, di stasiun yang terdekat sudah tersedia KA AC.
Untuk awal kita merubah pola operasi, semua KA berhenti di stasiun agar distribusi pelayanan pada penumpang meningkat, karena prasarana kita juga terbatas. Tanpa penyusulan, ada pelayanan di semua jenis kereta.
Kalau dihitung otomatis kapasitas sarana di jalur itu meningkat 25 persen. Ibarat jalan kita perlebar, perlancar, semua bisa berhenti, jadi kalau mau nambah sarananya lebih enak. Pola operasi ini akan dimudahkan untuk menambah sarana. Kita tentukan menambah sarana sudah tersedia jalurnya. Kalau salip-salipan (susul menyusul) sekarang ini susah. Seperti KRL Ekspres hanya berhenti di Depok, Manggarai dan Pasar Minggu saja.
Di negara lain, nggak ada penyusulan kereta. Semua kereta berhenti di semua stasiun. Itu sudah menambah 25 persen dari kapasitas lintas. Nanti jumlah sarananya (kereta) yang kita tambah. Kedua, di akhir tahun 2011, kita memberlakukan pola Circle Line. Yaitu Jatinegara-Manggarai-Tanah Abang-Duri-Jakarta Kota-Senen-Jatinegara, muter terus bolak-balik.
Yang dari Bogor, turun Manggarai, terus bolak-balik lagi. Yang dari Serpong ke Tanah Abang, bolak-balik lagi. Kereta dari Tangerang turun Duri, bolak-balik. Yang dari Bekasi turun di Jatinegara. Sehingga Manggarai masuk ke tengah kota hanya satu line saja.
Sekarang ada 37 rute, nanti jadi hanya 5 rute. Akhir tahun 2011. 5 Rute tidak ada crossing lagi. Crossing itu misalnya kita dari Bogor masuk ke Manggarai. Nanti ke Tanah Abang masuk juga ke Manggarai, Jatinegara juga, Manggarai jadi ruwet. Nantinya nggak ada crossing lagi, mentok ke Tanah Abang balik lagi. Pola itu akan lebih besar, gampang untuk menambah slot kereta apinya. Nanti penambahan kereta akan mengisi slot yang ada. Kembali lagi prasarana seperti jalan rel, stasiun, listrik aliran atas, sinyal, wesel, segala macam, domainnya pemerintah dari APBN, kami operasikan saja. Kalau sarana kami yang beli.
Kenapa AC Ekonomi jadi ditiadakan?
Pada 2 Juli nanti karena sudah tidak ada penyusulan dari di berhenti di semua stasisun. KA-nya hanya dua jenis, pertama AC dan kedua ekonomi Non-AC. Kenapa? Kita hanya bagi yang AC, sedangkan ekonomi non-AC masih dapat subsidi dari pemerintah, PSO (Public Service Obligation).
Yang non-PSO dioperasikan PT KA Commuter, yang non-AC oleh PT KA. PSO hanya bisa diperoleh bagi perusahaan yang dijalankan oleh BUMN, dalam hal ini PT KAI. Kalau anak BUMN ini swasta, PT KCJ.
Hanya PT KAI yang mendapat PSO dari pemerintah, mendapat penugasan kereta ekonomi non-AC, sedangkan yang non-PSO PT KCJ. KRL Ekonomi AC nggak ada, karena kami sudah tidak mendapoat PSO untuk ekonomi AC. Kalau pemerintah berikan ekonomi AC kita akan bicara lagi untuk dioperasikan.
Apakah Bapak sudah mendengar keluhan berbagai komunitas KRL mengenai peniadaan KRL Ekspres dan KRL AC Ekonomi, termasuk
tarifnya?
Karena PSO tadi, tarif ekonomi tetap pemerintah yang menentukan tetap Rp 2 ribu, mau menaikkan terserah pemerintah. Commuter Line, operator boleh menerapkan tarif sendiri dan memberitahukan pada pemerintah. Kita persis seperti Garuda, PT KA menjalankan kayak Merpati, melayani rute-rute perintis.
Produk Ekspres menjadi tidak ada karena sudah berhenti di semua stasiun, tadinya masih bisa disusul. Ekonomi AC tidak ada karena disubsidi, sekarang menjadi Commuter Line. Comuter Line ini benar-benar produk baru. Tidak bisa dibandingkan dengan KRL Ekspress maupun Ekonomi AC.
Sering masyarakat melalui beberapa media memberitakan tarif ekonomi AC naik Rp 9 ribu, itu kurang pas. Ekonomi AC tarif per mil biayanya Rp 5.500, itu karena mendapat subsidi Rp 3 ribu – Rp 3.500. Intinya nggak di situ. Commuter Line ini produk baru berdasarkan pola yang baru karena berbeda. Tarifnya Rp 9 ribu utuk Bogor-Jakarta dan Serpong-Tanah Abang, Bekasi-Jatinegara, Rp 8 ribu. Jauh dekat sama saja.
Harga ini sudah kami hitung berdasarkan formula yang ada dalam peraturan juga. Kami tidak melenceng dengan peraturan pemerintah, kami berusaha menghitung berdasarkan rumus-rumus yang ada.
Mengenai waktu tempuh yang dikeluhkan penumpang yang tadinya terbiasa naik KRL Ekspres bagaimana Pak?
Waktu tempuh memang nambah. Rata-rata paling jauh Bogor-Jakarta waktu tempuh bertambah 30 menit, ada yang 15 menit.Mohon maaf pada poenumpang, ini ada kepentingan yang lebih jauh agar bisa memberikan kesempatan pada penduduk di Jabodetabek untuk bisa memanfaatkan kereta. Saat sekarang pun penumpang Ekspres pada protes, ekonomi AC juga melihat sekarang ini.
Program ini atas perintah Pak Wapres yang dimonitor UKP4, MTI (Masyarakat Transportasi Indonesia). Program ini dijalankan anak perusahaan PT KAI. Jadi ini dilaksanakan PT KCJ. Legal strukturnya PT KAI itu 99 persen pemegang saham perusahaan kami.
Jadi ini corporate program. PT KAI juga mengembangkan kebutuhan prasarana, yang mana akan dipenuhi Kemenhub karena dana dari APBN. Memang semua punya kelemahan, prasarana ada di kementerian, sarana ada di kami, PSO di pemerintah. Nah sekarang lagi bersama-sama satukan gerak dan langkah menjadi moda transportasi utama di ibukota, KRL dikembangkan sebagai back bone.
Buktinya nanti, mulai tahun depan 5 rute tadi nanti kita akan integrasi dengan busway. Sekarang yang bisa dekat, seperti di Kota, Sudirman, Juanda, Gambir. Nanti rencananya kita bangun 5 stasiun barui bersama Pemda (DKI), yaitu Tomang, Roxy, Bandengan, Mampang Baru dan Matraman.
Agar penumpang busway dan KA bisa terintegrasi, kita harapkan 2019 stasiun jadi, monorel jadi, KA bandara juga jadi, double-double track juga jadi. Ada goal mapping yang kita inginkan bersama, pada 2019 transportasi utama kereta api bisa jadi andalan, jadi nggak macet lagi. Kita kan punya KRL di 4 penjuru mata angin, Bogor, Sukabumi, Bogor, Sukabumi, Maja, Parung Panjang, Tangerang, Merak, Tanjung Priok ujung lautnya. Kita punya jalur itu kita manfaatkan bareng-bareng. Saya tidak mau menyalahkan antar instansi, masing-masing punya tugas sendiri.
Bagaimana dengan penambahan gerbong, untuk pola operasi baru ini, akan ditambah berapa gerbong?
Sebelum PT KCJ berdiri, ada 386 gerbong yang siap operasi. KCJ berdiri 2008, akhir 2009 kita adakan 8 unit armada. 2010, berhasil diadakan 110 unit armada. 2011, sampai Desember akan ada 130 unit armada. Juli 2011 pemerintah akan menyerahkan pada PT KAI, 8 unit gerbong produksi PT INKA. Jadi totalnya ada 256, 8 dari INKA dan sisanya 248 dari Jepang.
Kereta yang dari Jepang itu masih dipakai bukan barang rusah, second bukan baru. Karena masa penyusutan di Jepang itu pendek.
Kalau kita bicara Listrik Aliran Atas (LAA) kita sekarang 86 MW, hanya cukup untuk 400 KA, sebenarnya sudah nggak cukup. KA kita kalau nanti jalan semua, membutuhkan 150 MW. Sudah minta pemerintah dan PLN tambah catu daya, gardu termasuk prasarana.
Bagaimana dengan keluhan tarif, seperti dari Komunitas KRL Mania Lintas Serpong yang mengeluhkan tarifnya kemahalan, karena jarak Jakarta-Serpong yang 25 km Rp 8.000, sementara Jakarta-Bogor yang 50 km tarifnya Rp 9.000?
Kami dihadapkan pada karcis yang menurut kami mbok yao disesuaikan. Karena Jakarta-Bogor, tarifnya itu Rp 9 ribu, bukan banderol baru Rp 9 ribu. Kalau kita lebih fair kami minta tolong semua pihak agar pahami ini juga, dari 2002 nggak pernah naik.
Sementara indeks kenaikan harga konsumen 178 persen untuk BBM, 130 persen untuk listrik. Yang kita bayar solar untuk industri kalau AKAP kan solar subsidi. Kita harus berpikir bareng, tidak usah saling menyalahkan, kita benahi bareng-bareng.
Apakah PT KCJ sudah mendengarkan kritikan maupun masukan dari berbagai komunitas KRL mengenai pola operasi baru nih?
Sudah-sudah. Mereka walaupun ngritik setia puluhan tahun. PT KCJ terima masukan dari mereka tambah gerbong, kita tambah. Peningkatan pelayanan dengan keterbatasan kita salah satunya pola operasi.
Coba lihat Jalan TB Simatupang 10 tahu lalu, sepi. Sudah ada JORR sekarang. Coba bayangkan kalau pada saat-saat padat kita membangun pola operasi. Kita semua akan koreksi kalau nggak begini, ya nggak dikritik.
Mereka (komunitas pengguna KRL) banyak yang nggak setuju, yang setuju juga banyak. Tapi program apa pun pasti ada pro-kontra. Tapi percayalah, tujuan kami tidak untuk menyengsarakan, kita lakukan maksimal.
Kemudian supaya gampang menambah sarananya, karena sudah tertata rapi. Kalau prasarana terbatas, salip-salipan susah. Kecuali kalau pemerintah mengadakan double-double track semua. Karena keterbatasan kita sekarang nggak bisa.
Sekarang waktu tempuhnya sama. Dasarnya kami ini mestinya single service semua dapatkan perlakuan yang sama. Yang memedakan dalam gerbong saja, seperti Garuda, Lion dan yang lainnya. Jakarta-Yogyakarta kan waktunya sama, yang membedakan servisnya dalam pesawat.
Kalau menerima keluhan penumpang ekonomi ACl mengeluh disusul Ekspres, sekarang mereka mendapatkan perlakuan yang sama dengan adanya Commuter Line ini. Ini memang mengubah jam biologis penumpang, kalau ngurus satu-satu susah.
Setiap tahun pelayanan naik tapi prasarana terbatas. Sekarang dengan cara jalurnya kita perluas dulu. Ada korbannya, bukan tidak kita pikirkan. Seridaknya kepastian dia naik kereta probabilitasnya lebih sering. Headway sekarang rata-rata 15 menit, pada 2019, Bogor-Manggarai bisa 6 menit, Circle Line bisa 6 menit. Ada kepastian dalam jarak, waktu datang dan perginya.
Bagaimana dengan Standar Pelayanan Minimal (SPM) yang dituntut oleh komunitas pengguna KRL itu?
Ada SPM, kemarin sudah ketemu dengan KRL mania. Mereka meminta SPM ringan-ringan, seperti lampu, pengumuman dan pengamanan. Pengamanan di KA sudah kita ubah satu rangkaian, tadinya maksimal 4 orang. Sekarang, 1 kereta rangkaian minimal 8 orang.
Nanti di setiap kabin KA dan stasiun-stasiun untuk pengumuman kita tambah. Investasi. Nantinya seluruh stasiun kita kasih CCTV, ada 2 CCTV agar bisa memonitor kepadatan penumpang.
Tapi saya kemarin sampaikan, dari sisi kondisi kita minus, terbatas prasarana dan sarana. Karcis juga murah tapi tuntutannya lebih baik-lebih baik. Kalau kita bicarakan SPM, boleh nggak kami sebagai operatir meminta apa yang namana Standar Produksi Minimal.
Yang dipakai beli kereta kan harus ada, karcis dan PSO. Kalau struktur pendapatan tidak imbang dengan biaya produksi bagaiamana? SPM kita punya SPM, produksi minimalnya, AC beli, kipas angin beli, kaca-kaca kadang dilempari (batu), kipas angin dirusak oknum, lampu dirusak oknum. Saya minta kita bisa saling menjaga. |dtc|