
MADINA — Prestasi hebat kembali diukir Direktur Penindakan dan Pengejaran Badan Narkotika Nasional (BNN) Brigjen Pol Benny Mamoto. Setelah mengungkap skandal perdagangan narkoba di Lembaga Pemasyarakatan (LP) Nusa Kambangan dan LP Kerobokan Kelas II, Denpasar Bali, jenderal bintang satu ini sukses membongkar sindikat dan pemilik tanaman ganja di Kabupaten Mandailing Natal (Madina). Operasi khusus yang dipimpin putra Sulut ini berlangsung Senin (24/10).
Keberhasilan Mamoto menemukan ladang ganja terbesar kedua di Indonesia,setelah Nangroe Aceh Darussalam (NAD) boleh dikata prestasi tersendiri BNN. Karena ladang ini letaknya sangat sulit dijangkau.
Lokasi perkebunan pohon ganja ini berada di Pegunungan Sihite dengan ketinggian antara 1.300-1.500 meter dari permukaan laut (mdpl). Dengan susah payah tim gabungan BNN, Polres Madina dan Brimob Gegana Mabes Polri mampu mengungkap ladang ganja yang tersebar di 4 desa, yaitu Desa Huta Tua, Huta Bangun, Huta Tinggi dan Huta Tonga, Kecamatan Panyabungan Timur.
Warga sekitar mengaku, empat desa yang berada tepat di kaki gunung tidak pernah tersentuh warga asing termasuk, warga lokal Madina. Lebih dari 12 tahun bahkan mencapai 20 tahun Tor Sihite (Pegunungan Sihite) tidak pernah terjamah orang selain warga kampung di kaki gunung. Kesulitan ini menjadi mitos tersendiri, karena data BNN, pegunungan Sihite menjadi salah satu lokasi target operasi pemusnahan ladang ganja.
‘’Operasi tersebut sudah dirancang sejak lama berdasarkan informasi dari berbagai sumber. Operasi itu dimaksudkan untuk mematikan sumber-sumber ganja. Kita akan terus memburu ladang-ladang ganja, sehingga bisa menekan peredaran narkoba terutama ganja,” ujar Mamoto yang juga budayawan Sulut.
Upaya penggebrekan telah dirancang sejak jauh hari. Mamoto bersama tim termasuk Manado Post Biro Jakarta ikut menjelajahi medan di pegunungan terjal dan curam. Tim berangkat dari tempat menginap sejak Senin (24/10) dini hari, sekira pukul 05.00 WIB.
Tim operasi yang berjumlah sekira 70 orang, terdiri dari Brimob 15 orang, BNN 10 orang, ditambah pasukan dari Polres Madina, Polres Tapanuli Tengah, Tapanuli Selatan, Polda Sumut dan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Pemkab Madani. Mamoto membagi dua tim operasi Ranja Madina 2011. Tim pertama menyusuri pegunungan Sihite sebelah desa Huta Bangun dan tim kedua menyusuri pegunungan Sihite sebelah desa Huta Tua.
Setelah berjalan sekira lima jam menyusuri pegunungan dengan kemiringan lahan dari 45 hingga 80 persen, akhirnya tim menemukan lahan ganja. Tim pertama menemukan lahan dengan tiga luasan masing-masing sekira 100 meter persegi dan tim kedua menemukan lahan sekira 7.000 meter persegi. “Ya, kemarin kami berhasil memusnahkan ganja sekira 2.500 batang atau sekira 400-500 Kg dari Desa Huta Tua dan Desa Huta Bangun. Ukuran tanaman ganja bervariasi dari 5 cm hingga 180 cm,” kata Kapolres Madina AKBP A Fauzie Dalimunthe.
Selain dua lokasi tersebut, Fauzie mengungkapkan, jajaran kepolisian sudah berhasil mengidentifikasi sekira delapan hektar ladang ganja yang ada di dua desa yang saling bertetangga tersebut.
Bahkan, ia menyebutkan, masih ada lagi ladang ganja lainnya yang belum teridentifikasi aparat. “Jumlah lahan, lima hektar di desa Huta Bangun dan tiga hektar lainnya di desa Huta Tua,” sebutnya, sembari menyebutkan pihaknya turut mengambil sekira 300 batang untuk dijadikan barang bukti (BB).
Operasi ini sesuai dengan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 12/2011 tentang Pelaksanaan Kebijakan dan Strategi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba (Jakstranas P4GN).
Polri dan BNN dalam hal pemberantasan diberikan target untuk terus menumpas peredaran narkoba dan ganja sampai pada sumber-sumber produksinya. Karena itu, operasi seperti yang dilakukan ini akan terus dilanjutkan,” tegas Mamoto.
Terkait ladang ganja di Kabupaten Madina, Sumut, Mamoto mengakui pasokan dari Madina menjadi kedua terbesar setelah Provinsi Aceh. Bahkan, untuk saat ini menjadi incaran mafia ganja setelah Aceh mendapat penjagaan ketat. “Kami baru bisa mendeteksi beberapa titik saja. Tapi, dari informasi yang dikumpulkan, masih banyak lagi lahan ganja di Madani maupun Sumut umumnya,” kata Mamoto.
Baik Benny dan Fauzie, keduanya berterima kasih kepada masyarakat yang turut membantu keberhasilan dalam pengungkapan ladang ganja di kabupaten Madani. “Temuan ini sebenarnya tindakan sukarela masyarakat untuk menyerahkan lahan ganja. Jadi, kami sangat terbantukan,” ungkap keduanya.
Penilaian Mamoto, produksi ganja dari Kabupaten Madani, Sumut, terbilang menjadi produsen kedua terbesar setelah Provinsi Aceh. Hanya saja, pihaknya masih sementara melakukan pemetaan untuk mengetahui semua titik perladangan ganja.
Kami baru bisa mendeteksi beberapa titik saja yang tersebar di pegunungan Sihite, Kecamatan Panyabungan Timur. Tapi, dari informasi yang dikumpulkan, masih banyak lagi lahan ganja di Madani maupun Sumut umumnya,” kata Mamoto.
Karena itu, lanjut Mamoto, BNN bekerjasama dengan Polres Madina dan dibackup Polda Sumut serta Mabes Polri juga Pemkab Madina, diupayakan penuntasan pembasmian lahan ganja di Madina hingga Desember 2011. “Kita sudah koordinasi, saat ini masih dilakukan pengembangan dan pendalaman (lidik, red) secara internal. Kalau sudah siap kita akan turun lagi untuk membersihkan semua ladang ganja,” tegas Mamoto.
Terkait pemasarannya, putra Sulut ini mengungkapkan jaringan peredaran ganja dari Madina didistribusi ke daerah tetangga (Sumatera) dan sebagian besar Jawa, termasuk Jakarta. Bahkan, turut diduga pula sudah menyentuh pasar internasional.
Untuk narkoba dan ganja ini sudah masuk dalam perdagangan international. Beberapa kali kita menangkap paket kiriman dari dan ke luar negeri. Kalau ini dibiarkan maka akan lebih besar lagi dan akan lebih banyak lagi yang menanam,” ujarnya
Keberadaan ladang ganja di Kabupaten Madina ini terinformasi sudah sejak 1980-an. Hanya saja, aparat belum mengetahui apakah ganja di Madina ini sama dengan ganja di Aceh atau tidak. “Kegiatan ilegal pembudidayaan ganja ini sudah dimulai sejak 80-an dan ramainya nanti di 1990-an.
Soal sumber bibit kami belum tahu asalnya dari mana. Tapi ini akan kita lidik,” sambung Kepala Pelaksana Harian (kalakhar) Badan Narkotika Kabupaten (BNK) Madina AKBP Edy Mashuri Nasution.
Masyarakat yang berada di sekitar pegunungan Sihite, di Desa Huta Tua, Desa Huta Bangun, Desa Huta Tinggi dan Desa Huta Tonga, ternyata lebih memilih menjadi petani ganja ketimbang petani karet dan tanaman lainnya yang bisa dikembangkan. Alasannya, keuntungan dari penjualan ganja bisa 10 kali lipat dari tanaman pertanian lainnya.
Beberapa informasi yang diperoleh, satu kilo ganja kering bisa dijual dengan kisaran harga antara Rp800 ribu hingga Rp1 juta. Sementara, untuk tanaman karet yang banyak terlihat di pegunungan Sihite per kilonya hanya bermain diangka Rp19 ribu. “Karena keuntungan lah. Ini yang membuat masyarakat ramai-ramai menanam ganja,” kata Wakil Bupati Mandailing Natal (Madina) H Dahlah Hasan Nasution. “Kalau menurut penilaian kami mereka (warga) sudah terlalu merasa enak dari uang hasil penjualan ganja,” ujarnya.
Sebenarnya, lanjut Dahlan, bercocok tanam bisa menghasilkan. Daerah pegunungan Sihite bisa dikembangkan tanaman karet. “Hanya saja soal uang itu. Dan berkebun karet yang terlihat sebenarnya hanya sekadar mengelabui aparat dan pemerintah saja,” katanya.
Bahkan ia menyebutkan, sampai saat ini pemerintah sangat sulit menembus desa yang berada di sekitar gunung Sihite. Selain perjalanan jauh memakan waktu sekira dua jam dari pusat kota, juga masyarakatnya sangat tertutup. “Rata-rata warga disana belum tahu berbahasa Indonesia. Orang biasa tidak berani datang ke situ,” sebutnya.
Keterasingan empat kampung, yakni Huta Tua, Huta Bangun, Huta Tongan dan Huta Tinggi, karena warga juga turut memproduksi senjata rakitan. “Beberapa waktu lalu juga sudah dilakukan penggrebekan, warga menyerahkan 54 pucuk senjata rakitan. Tapi saya yakin masih ada ratusan. Karena masih sering terjadi penembakan,” kata Dahlan.
Dahlan juga menduga, uang hasil penjualan ganja turut membiayai terorisme. Meski tidak spesifik terorisme yang dimaksud, namun fakta pelucutan 54 pucuk senjata rakitan dan masih banyak lagi senjata rakitan memperkuat dugaannya itu. Selain itu, kondisi ekonomi warga juga terlihat berada di bawah garis kemiskinan. “Saya menduga uang hasil penjualan turut biayai teroris,” kata Dahlan.
Ia menyebutkan, selama ini hubungan pemerintah dengan masyarakat Desa Huta Tua, Huta Bangun, Huta Tinggi dan Huta Tonga tidak harmonis. Pemerintah tidak bisa mengakses penuh kegiatan kemasyarakatan yang berlangsung. “Mereka itu mirip negara barbar. Saling menembak satu sama lain, apalagi warga asing,” kata Dahlan yang mengaku tidak berani datang ke daerah tersebut tanpa pengawalan ketat aparat.
Selain senjata rakitan, lanjut Dahlan, secara kasat mata kondisi ekonomi sekira 400 kepala keluarga (KK) itu masih jauh berada di bawah garis kemiskinan. “Adik-adik wartawan sudah bisa lihat sendiri kondisi rumah mereka. Tapi, itu hanya kamuflase saja. Mungkin saja mereka punya harta di luar,” duga Dahlan.
Soal kegiatan teror ini turut disinggung Kapolres Madani AKBP A Fauzie Dalimunthe warga sebenarnya ingin melaporkan ladang ganja, hanya saja takut terhadap kelompok lain yang selama ini diketahui terlibat aktif dengan perladangan ganja. “Ya, ada intimidasi sehingga itu juga menjadi masalah, karena keselamatan warga menjadi perhatian utama kami,” kata Fauzie, tanpa menyebutkan aksi intimidasi itu bagian dari kegiatan teroris.
Lantas bagaimana dengan Sulut? Benny Mamoto mengatakan, kemungkinan perladangan ganja sudah menyebar di seluruh wilayah Indonesia, termasuk Sulut. Namun, ia belum bisa memastikan karena selama ini pihaknya masih sangat kesulitan untuk mengungkap keberadaan ladang ganja. “Kemungkinan itu bisa saja ada. Kita akan pelajari dulu. Lagi pula, sampai akhir 2011 atau paling lambat awal 2012 BNN menargetkan Kabupaten Madani sudah bersih dari ganja,” tandasnya.
SumbeR: manadopost.co.id