PDIP mewacanakan penghapusan Badan Anggaran (Banggar) DPR karena diduga banyak praktik percaloan atau mafia anggaran. Namun dibubarkan atau tidak, masalah utama Banggar adalah tidak adanya koordinasi antar Komisi dan kontrol dari rakyat ketika menyusun anggaran.
“Soal apakah Banggar mau dibubarkan, itu fraksi masing-masing arahnya mau bagaimana. Apa dibahas, bagaimana sebetulnya gagasan yang ideal seperti apa, tentang peran dan fungsi DPR soal budgeting itu. Apakah diletakkan hanya di komisi atau tetap pada semula, bagaimana mempreteli fungsi agar lebih koordinatif dan terbuka, tidak tertutup,” jelas aktivis dari Indonesia Budget Center (IBC) Roy Salam.
Banggar bisa saja dikembalikan sebagai badan adhoc tetapi dibuat mekanisme bagaimana publik itu bisa mengontrol DPR. Hal itu termasuk akses informasi dokumen anggaran.
“Akses dokumen anggaran harus dimulai oleh DPR. Jangan hanya pada anggaran sesudah disetujui, tapi sebelum ditetapkan harus dibuka. Informasi rapat dokumen, agar publik bisa memberikan sebuah informasi banding bagi DPR, sehingga kebijakan di DPR tidak menjadi kebijakan transaksional dengan pemerintah,” jelas Roy.
Berikut wawancara lengkap dengan Roy Salam, Rabu (24/8/2011).
Mengenai adanya wacana menghapus Badan Anggaran di DPR bagaimana?
Saya kira semua gagasan boleh-boleh saja. Yang terpenting adalah bagaimana peran budgeting DPR benar bisa berfungsi. Tidak lagi memandatkan itu ke satu badan. Fungsi anggaran setiap anggota DPR tidak lagi dimandatkan pada salah satu badan yang mereduksi peran budgeting DPR.
Sebetulnya kalau melihat peran Banggar yang ada sekarang, beberapa hal sudah baik. Misalnya mereka mewakili DPR untuk membicarakan asumsi makro dan kebijakan umum anggaran serta prioritas APBN. Kelemahan terletak pada koordionasi dan lemahnya kontrol.
Koordinasi anggota Banggar dengan seluruh anggota Komisi di DPR. Lalu kemudian kontrol anggota komisi terhadap banggar atau kontrol masyarakat terhadap DPR.
Justru saya menyatakan tidak ada kontrol di antara anggota, lebih dikontrol kepentingan. Itu saya maksud. Koordinasi yang ada di antara anggota komisi dan Banggar atau sebaliknya itu lebih pada pendekatan kepentingan. Kepentingan bisa individu atau kepentingan kelompok atau partai.
Ketika ada kewenangan yang kuat, ketika misleading terjadi, ada penyimpangan, siapa yang bisa mengawasi mereka. Badan Kehormatan (BK) nggak bisa. Kalau ada wacana membubarkan Banggar harus dipikirkan matang-matang bagaimana mekanisme yang efektif. Kalau diserahkan pada Komisi, yang perlu dipikirkan bagaimana komunikasi antara pemerintah dengan DPR.
Kalau dalam ini diwakili Banggar atau Panggar, Komisi mana yang akan ditunjuk untuk itu mewakili DPR untuk berhadapan Kementerian Keuangan, Bappenas untuk pemikiran pendahuluan melalui APBN. Kalau sulit, maka kita akan mengembalikan Banggar, yang harus diperhatikan, bagaimana koordinasi dan kontrolnya.
Bagaimana sebaiknya penyusunan anggaran di DPR ini?
Penyusunan anggaran DPR kan, untuk keputusan politik ada di DPR, tapi DPR mestinya tidak berbicara teknis anggaran dengan kementerian. Bicara teknis itu maksudnya adalah itu seolah-olah hanya DPR dengan Kementerian dan Lembaga. Mestinya DPR mengambil informasi banding pada publik. Selama ini informasi banding tidak ada, katakanlah kalau pun ada tidak maksimal dilakukan.
Saya ambil contoh ketika DPR setujui anggaran e-KTP. Itu kan ketika sekarang muncul persoalan, nah mestinya kan DPR harus tahu apa yang terjadi. Jadi tidak pura-pura tidak tahu dengan kondisi yang terjadi.
Pertanyaan berikutnya apa dasar DPR menyetujui usulan anggaran? Berdasarkan informasi dari pemerintah? Apakah tidak menggunakan pendekatan bagaimana publik merespon e-KTP itu. Mesti ada saluran komunikasi DPR dengan masyarakat, yang itu Komisi harus proaktif, tidak sebatas menunggu saja seperti Rapat Dengar Pendapat (RDP). Bisa saja didesain tidak ada masukan masyarakat dalam tiap proses anggaran.
Kedua, bagaimana tiap proses pembahasan antara pemerintah dan Komisi sebelum Komisi setuju memberikan rekomendasi pada pemerintah, itu mesti ada proses uji publik terhadap rencana keputusan DPR, khusus untuk soal APBN. Selama ini hampir tidak ada forum debat soal anggaran yang dibuka oleh DPR. Kan mestinya itu ada. Kita bisa bayangkan DPR buat UU lain selain APBN itu ada rapat dengar pendapat masyarakat.
Yang sering jadi pertanyaan, apa dasar pijakan atau rujukan anggota DPR memutuskan satu mata anggaran? Baik program atau kegiatan, apa dasarnya? Usulan pemerintah atau usulan DPR, apakah berbasis pada kebutuhan masyarakat atau tidak? Itu nggak pernah tertera dalam dokumen angaran, mestinya tertera dalam dokumen itu, usulan angaran, usulan kementerian, hasil Musrenbang, tidak disebutkan.
Jadi Anda setuju atau tidak Banggar ditiadakan?
Kalau ini Banggar sudah ditetapkan UU, maka kalau misalnya DPR merasa berat hati meniadakan peran Banggar, maka ya harus diperhatikan bagaimana mempreteli tugas dan fungsi Banggar yang begitu powerful.
Usulan komisi disinkronisasi Banggar, keputusannya ya keputusan yang fleksibel yang bisa dimainkan. Lalu juga seringkali rapat di Banggar sudah disepakati antar anggota Banggar, namun di tingkat elit Banggar diputus sepihak.
Lalu juga ada keputusan di Banggar, istilahnya kamar 1, kamar 2, keputusan forum berbeda, tidak dilegalkan tapi tetap berjalan menjadi keputusan tertinggi. Ada permufakatan di situ. Konteks prinsip Banggar seringkali tidak tertib, melanggar rambu-rambu mereka sendiri.
Wacana peniadaan Banggar ini memang baru wacana, namun apakah lantas dengan tidak adanya Banggar ini bisa meniadakan mafia anggaran di Senayan?
Saya kira, yang perlu didorong wacananya adalah apa mekanisme yang dibangun di DPR untuk mendorong adanya keinginan untuk melakukan perubahan di DPR terkait proses penyusunan sampai penyerapan anggaran.
Sangat disayangkan kalau PDIP mendorong ini sebelum mendorong bagaimana mekanismenya. Kita bentuk apa, kalau PDIP konsisten diusulkan adanya panitia atau panja mafia anggaran. Mestinya itu dulu, melalui usulan fraksi anggota untuk kemudian mendorong panja ke rapat Bamus pimpinan DPR atau di rapat paripurna DPR.
Soal apakah Banggar mau dibubarkan, itu fraksi masing-masing arahnya mau bagaimana. Apa dibahas bagaimana sebetulnya gagasan yang ideal seperti apa, tentang peran dan fungsi DPR soal budgeting itu. Apakah diletakkan hanya di komisi atau tetap pada semula, bagaimana mempreteli fungsi agar lebih koordinatif dan terbuka, tidak tertutup.
Atau kembalikan Banggar sebagai adhoc tetapi kontrol, bagaimana publik itu bisa kontrol DPR. Termasuk akses informasi dokumen anggaran. Akses dokumen anggaran harus dimulai oleh DPR. Jangan hanya pada anggaran sesudah disetujui, tapi sebelum ditetapkan harus dibuka. Misalkan rapat menambah subsidi, hari ini kita rapat usulan subsidi lalu rapat soal penentuan berapa, setuju atau tidak.
Informasi rapat dokumen, agar publik bisa memberikan sebuah informasi banding bagi DPR, sehingga kebijakan di DPR tidak menjadi kebijakan transaksional dengan pemerintah.
Jadi selama ini situs DPR tidak memuat informasi mengenai anggaran yang sedang dibahas?
Nggak ada. Jangankan anggaran pemerintah, angaran APBN, anggaran DPR tidak dimuat di situ. Percuma website itu. Lalu kan begini, secara filosofisnya kita bicara akses informasi. Kalau selama ini masyarakat ditutup aksesnya, maka rakyat mau mengadu ke mana?
Kasus anggota Banggar, Wa Ode Nurhayati yang mengatakan adanya mafia anggaran di DPR yang malah dilaporkan ke BK, sedangkan anggota-anggota Banggar sendiri tidak diperiksa atau dimintai pertanggungjawaban itu bagaimana?
Ini Wa Ode justru dia yang di BK-kan. Ada anggota DPR yang mau membuka malah di BK-kan Ketua DPR. Ini pertanyaannya ada apa Ketua DPR mem-BK-kan seorang Wa Ode? BK ini memang ibaratnya tong kosong, sebagai pembesar yang nggak ada isinya. |dtc|