Serombongan besar massa dari Kecamatan Lhoong, termasuk karyawan PT Lhoong Setia Mining (LSM), Rabu (27/10) siang mendatangi Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA). Selain mendesak tetap beroperasinya PT LSM, mereka juga mengecam aksi demo sebelumnya yang menuntut Gubernur Aceh menutup perusahaan penambangan bijih besi itu.
Massa yang menggunakan puluhan truk dan mobil pikap itu tiba di halaman Gedung DPRA sekitar pukul 11.10 WIB dan langsung berorasi sambil membentang spanduk bertuliskan; ‘PT LSM tetap beroperasi’. Aksi itu mendapat pengawalan aparat kepolisian dan Satpol PP.
Koordinator Aksi, Rauyani Djamil dalam orasinya mengecam aksi demo sebelumnya yang meminta agar perusahaan bijih besi itu menghentikan operasi. “Kami atas nama masyarakat dan karyawan PT LSM menegaskan tidak ada kata tutup. PT LSM tetap harus beroperasi demi kami, keluarga dan seluruh masyarakat Lhoong,” tandas Rauyani Djamil disambut yel-yel dukungan massa.
Setelah beberapa saat berorasi, enam perwakilan massa diterima oleh Wakil Ketua DPRA, Amir Helmi di ruang kerjanya. Di hadapan perwakilan massa, Amir Helmi mengatakan, pihak DPRA merekomendasikan agar PT LSM ditutup sementara, dengan catatan agar sejumlah permasalahan yang timbul dengan warga diselesaikan. Menurut Amir Helmi, masalah utama yang terjadi antara warga dengan PT LSM yakni soal pembebasan tanah yang belum selesai serta harganya yang belum disepakati. “Masalah tanah itu serius, jadi tolong ini diselesaikan dulu,” tegasnya.
Amir Helmi juga meminta agar PT LSM membangun industri pengolahan bijih besi di Lhoong. Hal itu dimaksudkan agar bijih besi yang diambil di perut bumi Lhoong itu tidak diekspor langsung ke Cina seperti selama ini. Menurut Helmi, mengekspor mentah-mentah bijih besi Lhoong ke luar negeri, secara tidak langsung akan merugikan daerah, karena banyak potensi yang dapat dimanfaatkan di balik itu. Murni masyarakat
Imum Mukim Cot Jeumpa, Kecamatan Lhoong, Armansyah yang hadir di pertemuan itu menyebutkan, aksi demo itu murni dari masyarakat Lhoong dan karyawan PT LSM. “Ini bukan aksi tandingan yang dilakukan massa sebelumnya. Yang kami lakukan murni aspirasi masyarakat yang merasa keberadaan PT LSM membawa dampak positif bagi perekonomian setempat,” kata Armansyah.
Menurut Armansyah, izin operasional PT LSM jelas dan segala janji mereka juga telah direalisasikan mulai dari pembangunan masjid dan pembagian uang bagi anak yatim. Bahkan dari 500 hektare lahan warga yang diplotkan untuk penambangan bijih besi itu, hanya 70 hektare lagi yang belum diselesaikan. “Itu akan dituntaskan dalam waktu dekat ini. Saya berani bertanggungjawab untuk hal itu,” sebutnya.
Menurut Imum Mukim Cot Jeumpa, massa yang mendesak PT LSM ditutup, tidak terlepas dengan muatan politis yang disebut-sebut didalangi seorang tokoh. “Kalau PT LSM itu tutup kami mau ke mana? Apa kami harus merampok, jadi maling atau menanam ganja. Karena kami tidak punya pekerjaan,” ujar Armansyah.
Setelah berorasi dan diterima oleh Pimpinan DPRA, massa bergerak ke Kantor Gubernur Aceh menyampaikan aspirasi yang sama. Aksi di kedua titik itu berlangsung tertib, aman, dan lancar.
Dipaksa berdemo
Aksi demo dari massa pro-LSM tersebut, meski berlangsung lancar namun tetap saja memunculkan suara-suara miring. Seperti disampaikan Komite Masyarakat Lhoong (KML) yang mengaku banyak menerima pengaduan dari karyawan PT LSM, bahwa mereka dipaksa ikut demo tandingan tersebut.
Juru Bicara KML, Muhajir mengatakan, selain karyawan dan para buruh, anggota masyarakat yang ikut demo juga tidak benar-benar membawa aspirasi warga Lhoong. Sebab, kata Muhajir, beberapa hari sebelum melakukan aksi, pihak PT LSM mengumpulkan KTP sejumlah warga dan dijanjikan akan dijadikan karyawan di perusahaan tersebut. “Kami dari KML dan Ikatan Pemuda Pelajar dan Mahasiswa Lhoong (Ippemal) menilai aksi yang didalangi oleh PT LSM itu sangat berpotensi menciptakan konflik antarwarga dan ini harus dicegah,” kata Muhajir.
KML menegaskan, apa yang terjadi sekarang merupakan dampak sosial dari keberadaan PT LSM di Lhoong. “Kami tetap menuntut Pemerintah Aceh dan Pemkab Aceh Besar menutup PT LSM, agar dampak lingkungan dan sosial di Kecamatan Lhoong tidak semakin membesar,” demikian Muhajir.
Jangan diam saja
Menanggapi munculnya massa pro dan kontra terhadap keberadaan PT LSM tersebut, sejumlah kalangan yang mengaku berada pada posisi netral berharap agar Pemkab Aceh Besar selaku pemilik wilayah tidak tinggal diam.
Menurut sumber itu, Pemkab Aceh Besar, dalam hal ini Bupati Bukhari Daud harus menjelaskan kepada DPRK Aceh Besar tentang apa saja yang telah dilakukan PT LSM dan bagaimana sebenarnya dampak yang ditimbulkan terhadap masyarakat. “Pemkab Aceh Besar berkewajiban menyampaikan laporan itu kepada rakyat melalui DPRK. Kalau memang rakyat diuntungkan secara ekonomi, tampilkan berbagai data pendukungnya. Kalau memang ada yang dirugikan, juga harus disampaikan secara transparan agar dicarikan solusinya,” tandas sumber itu.
Perusahaan, menurut sumber yang minta namanya tidak dipublikasikan itu melaksanakan operasional dengan payung hukum yang jelas, dan itu harus diamankan agar tidak memunculkan masalah hukum. Namun di sisi lain, kepentingan rakyat juga wajib dilindungi. “Saya pikir Pemkab Aceh Besar harus cerdas menyikapi ini agar semua kepentingan tidak terganggu. Baca dan pelajari kembali hak dan kewajiban masing-masing, pokoknya jangan sampai ada yang dirugikan,” tandas sumber tersebut.
Sumber: serambinews.com