
Oleh: James P. Pardede
LALU siapa yang bisa menduga kalau dalam hitungan detik akan terjadi gempa atau letusan gunung berapi di satu kawasan. Ramalan atau prakiraan selalu ada. Seperti yang terjadi pada Selasa (6/9) belum lama ini, di mana warga masyarakat di Sumatera Utara dan Nanggroe Aceh Darussalam dikejutkan dengan getaran gempa yang membuat warga panik dan berhamburan keluar rumah. Di Kota Medan sendiri, getaran gempa sangat terasa dan membangunkan banyak warga di salah satu perumahan di Medan.
Getaran gempa juga dirasakan di Kabupaten Karo, Deli Serdang, Dairi dan daerah lainnya di Sumatera Utara. Selasa dini hari itu, banyak orang langsung meng-update status di jejaring social facebook (FB) dan BlackBerry Messenger (BBM) tentang kejadian gempa yang membangunkan para facebookers dari mimpi mereka yang tengah asik tertidur di bungalow.
Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika, Balai Besar Meteorologi dan Geofisika Wilayah I Medan di Jalan Ngumban Surbakti, Sempakata Medan membenarkan gempa telah terjadi. Menurut Petugas Analisis Gempa BMKG bahwa gempa dengan 6, 7 Skala Richter pada posisi 2, 81 Lintang Utara dan 97, 85 Bujur Timur arah 59 kilometer Timur Laut Aceh Singkil NAD.
Sementara itu, di tempat terpisah anak-anak sekolah dasar di Nias Selatan berhamburan dari dalam kelas menuju lapangan terbuka. Ada yang menjerit minta tolong sambil berkata “Gempa…gempa…gempa..!” Ada yang menangis, dan ada juga yang berusaha menolong teman-temannya yang terjatuh dan terluka.
Pemandangan ini terekam bukan pada situasi gempa yang sesungguhnya, tapi dalam acara pelatihan simulasi siaga bencana yang digelar oleh PMI Cabang Nias Selatan beberapa waktu lalu bersinergi dengan unsur Relawan PMI (KSR PMI Sumut), staf Pelaksana Program Pertolongan Pertama Berbasis Masyarakat. Pelatihan ini juga didukung oleh Palang Merah Negara Sahabat, Spanyol Red Cross dengan tujuan agar siswa, guru dan masyarakat lainnya mampu menyiagakan diri dan menyebarluaskan keterampilan pertolongan pertama kepada masyarakat dilingkungannya.
Pendekatan-pendekatan berbasis partisipasi masyarakat merupakan cara yang harus dilakukan secara berkesinambungan sehingga masyarakat mempunyai pengetahuan dan keterampilan dalam menyikapi dan mengantisipasi bencana.
Menurut salah seorang relawan PMI Sumut Herriansyah, PMI Cabang Nias Selatan resmi menjalankan tugas-tugas kepalangmerahan sejak 2007. Perkembangannya cukup signifikan seiring dengan pembangunan di wilayah Nias Selatan. Hal itu juga terlihat dari penerimaan masyarakat yang menyadari bahwa, hidup berdampingan dengan bencana akan lebih nyaman apabila mampu menyiasatinya.
Dengan diadakannya pelatihan siaga bencana, lanjut Herriansyah, setiap individu dari masyarakat setempat akan menjadi pelaku yang berperan sebagi penolong pertama apabila terjadi bencana. Masyarakat diharapkan mampu melakukan berbagai tindakan menanggulangi keadaan darurat, seperti tindakan pertolongan pertama terhadap mereka yang mengalami cedera akibat bencana.
Pelatihan yang digelar mengusung materi seperti Dasar Pertolongan Pertama, Anatomi dan Faal Tubuh Manusia, Bantuan Hidup Dasar dan Resusitasi Jantung Paru, Perdarahan dan Syok, Cedera Jaringan Lunak, Cedera Sistem Otot rangka, Luka Bakar, Cedera Kepala, Leher, dada dan Tulang Belakang, Keracunan, Kedaruratan Medis, Pemindahan Penderita dan Pertolongan Korban Banyak (Triage). Pelatihan ini memakai standar nilai yang harus di lampaui peserta sehingga tidak semuanya lulus dalam pelatihan ini.
Hal ini dilakukan agar para peserta memahami fungsinya sebagai Korps Sukarela PMI yang terlatih, mampu memberdayakan masyarakat sekitarnya dan berada dibarisan terdepan memberikan pertolongan segera kepada siapapun korbannya tidak hanya di masa darurat akan tetapi di masa-masa sekarang ini, yang mana angka kecelakaan akibat kendaraan bermotor di jalan raya terbilang tinggi.
”Pelatihan simulasi siaga bencana perlu dilakukan secara berkesinambungan. Pasca bencana yang terjadi di Indonesia, berbagai pihak seperti pemerintah maupun lembaga-lembaga non pemerintah perlu melakukan upaya-upaya agar dampak yang disebabkan oleh bencana dapat diminimalisasi,” paparnya.
Berkesinambungan
Sebagai daerah yang berada di zona rawan bencana, masyarakat berperan penting dalam membudayakan kesiapsiagaan bencana. Menyadari tingginya kerentanan terhadap bencana, tidak ada pilihan lain bagi masyarakat Indonesia untuk bersiaga mengantisipasi terjadinya bencana. Minimnya pengetahuan untuk memulai gerakan siaga bencana yang lebih terlembaga dalam masyarakat adalah penyebab utama tingginya korban.
Rentetan peristiwa gempa, tsunami, gunung meletus, banjir dan badai yang melanda negeri ini masih segar dalam ingatan kita. Bencana yang terjadi di berbagai kawasan telah banyak menelan korban jiwa dan kerugian harta benda. Baru-baru ini, gempa yang terjadi di Tapanuli Utara mengakibatkan beberapa gedung sekolah dan pemukiman penduduk rusak parah. Pascabencana ini, beberapa LSM bekerjasama dengan pemerintah telah melakukan pembelajaran kepada masyarakat agar suatu waktu nanti, ketika ada gempa mereka sudah siap siaga dalam menghadapinya.
Kegiatan-kegiatan untuk mempelajari risiko bencana di Indonesia harus dilakukan secara berkesinambungan dan bekerjasama dengan berbagai pihak yang juga peduli dengan masalah kebencanaan.
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) melalui program pascabencana bagi anak-anak, berinisiatif menyampaikan bantuan keilmuan bagi anak-anak agar dapat memahami proses alam yang suatu waktu nanti dapat mengubah diri kita. Terkait dengan masalah kebencanaan, LIPI juga telah mengembangkan modul pendidikan pascabencana dengan muatan pembelajaran yang menyenangkan.|bersambung ” Membudayakan Kesiapsiagaan Bencana II”|