
“Menabung merupakan sebuah kebiasaan yang harus ditanamkan pada anak sejak kecil. Jika ini dilakukan sejak dini, ke depan mereka sudah terbiasa dengan pola menabung dan menyisihkan uang untuk masa depannya kelak,”
Oleh: James P Pardede.
Habis menerima raport, Jane Abigail (8) yang duduk di kelas 3 (tiga) sekolah dasar memperoleh nilai yang lumayan bagus dan naik ke kelas 4 (empat). Seperti tahun-tahun sebelumnya, setelah menerima raport Abigail dan kakaknya akan mengambil celengan dan membongkarnya. Uang yang terkumpul dari hasil menyisihkan uang jajan selama satu tahun akan diserahkan ke orangtua. Uang itu untuk tambahan biaya beli keperluan sekolah mereka ketika akan memasuki tahun ajaran baru bulan Juli nanti.
Akan tetapi, ada yang berbeda ketika Abigail menghitung celengannya. “Papa, uang adek tahun ini terkumpul Rp. 120 ribu. Adek kepingin buka tabungan BNI dan punya ATM seperti papa, nanti papa ajak ke bank ya, biar adek buka tabungan BNI ?” pertanyaan itu terlontar saat Abigail selesai menghitung uang celengannya.
“Ya, sudah. Nanti papa ajak ke bank biar buka tabungan sendiri ?” kata papanya sambil mengelus kepala Abigail.
Perbincangan di atas adalah langkah awal anak ingin tahu lebih lanjut tentang pentingnya menabung dan manfaat menabung. Adanya perhatian serta dukungan dari orangtua dan sekolah dalam mengedukasi anak hidup hemat dan menabung sejak usia dini harus ditularkan ke anak-anak lainnya dan sekolah-sekolah lainnya.
Menanamkan kebiasaan menabung sejak usia dini akan menjadikan anak lebih mengerti tentang mana yang prioritas. Penasehat Investasi di Medan, Darmin, SE, MBA menegaskan, mendidik anak sejak dini untuk memahami proses bisnis dan menghargai nilai uang sangat penting. Selain mengajari anak mengerti tentang uang, anak-anak juga harus digiring untuk berkreasi dan melakukan sebuah upaya-upaya nyata dalam memperoleh penghasilan.
Tidak hanya sampai di situ, kata Darmin. Anak-anak juga perlu diajak untuk bisa hidup mandiri, mengelola uang jajan yang diberikan orangtua, mengajak mereka untuk menghargai uang, menghargai jerih payah orangtua dalam mendidik dan membesarkan mereka. Kelak setelah mereka dewasa, mereka yang akan menjadi penerus orangtuanya.
“Menabung merupakan sebuah kebiasaan yang harus ditanamkan pada anak sejak kecil. Jika ini dilakukan sejak dini, ke depan mereka sudah terbiasa dengan pola menabung dan menyisihkan uang untuk masa depannya kelak,” tandasnya.
Beberapa ahli pendidikan anak mengatakan bahwa usia dini (0 sampai 8 tahun) dinamakan dengan istilah the golden age of living, yang artinya masa keemasan dalam kehidupan. Seperti yang diungkapkan Maria Montessori, seorang dokter dan antropolog wanita Italia, bahwa perkembangan anak usia dini adalah suatu proses yang berkesinambungan melalui pendidikan sebagai aktivitas diri yang mengarah pada pembentukan disiplin, kemandirian dan pengarahan diri.
Dengan masa keemasan yang dimilikinya, maka setiap anak sangat potensial untuk diberi berbagai stimulus atau kemampuan yang dimilikinya. Karena dengan semakin banyaknya stimulus yang diberikan kepada anak maka perkembangan anak pun akan berlangsung dengan cepat. Maka pembinaan dan didikan orangtua terhadap anaknya akan sangat menentukan keberhasilan anak di masa yang akan datang.
Jika sejak kecil anak dikenalkan pada kebiasaan hidup mandiri, maka kelak anak akan memiliki bekal kemandirian. Karena di dalam pendidikan ada konsep yang menyatakan bahwa bentuk perlakuan terhadap anak usia dini akan sesuai dengan yang dilihatnya. Itulah yang akan melekat hingga dewasa. Begitupun dengan kedisiplinan, kebersihan, maupun hal-hal yang berkaitan dengan pendidikan anak.
Peran orangtua dalam hal memengaruhi dan mengedukasi anak-anaknya agar gemar menabung, adalah peran yang sangat sentral, terutama untuk membentuk sikap dasar atau fondasi perilaku tertib keuangan dalam kepribadian putra-putrinya. Peran orangtua menjadi sangat urgensial, apalagi di masa-masa sekarang, di mana anak-anak cenderung menjadi pribadi yang konsumtif.
Kepribadian konsumtif tersebut dipengaruhi oleh informasi media cetak maupun elektronik, yang secara rutin menampilkan promosi barang atau jasa, dalam kuantitas dan frekuensi yang cukup banyak atau sering. Promosi barang atau jasa yang dibuat semenarik mungkin itu, tidak hanya membuat seorang anak berhenti di titik pengetahuan (awareness) akan produk, namun kerap merangsang minatnya (desire) untuk membeli.
Guna meredam minat berlebihan anak-anak terhadap barang atau jasa, orangtua secara lisan dan perbuatan hendaknya mampu memberi contoh, agar anak-anaknya dapat memilah yang mana keinginan dan yang mana kebutuhan. Biasakan untuk memberi nasihat serta menunjukkan teladan, bahwa setiap mengonsumsi suatu barang maupun jasa haruslah mengikuti skala prioritas. Setelah skala prioritas dipenuhi, maka dana atau uang yang berlebih pasca kegiatan konsumsi tersebut disimpan, demi persiapan menghadapi hal-hal tak terduga dimasa-masa yang akan datang.
Melatih mengelola uang atau kecerdasan finansial sedini mungkin pada anak, seperti dikemukakan Dr. Melvin Konner, psikiater dari Harvard University, AS, dalam bukunya Childhood (1991), sebenarnya juga merupakan proses pelatihan aritmatika dalam arti luas. Dari situ, kelak anak-anak tak hanya akan lebih mampu menghitung untung rugi suatu usaha, tetapi juga tahu menghargai nilai uang.
Tidak Konsumtif
Selain peran sentral orangtua dalam mengedukasi anak untuk lebih menghargai uang, perbankan juga ikut berperan melakukan sosialisasi tentang pentingnya menabung sejak dini. Pimpinan PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Kantor Cabang Utama Medan, Iwan Ariawan didampingi Penyelia Pemasaran, Parlokotan Pohan kepada SWATT Online dalam sebuah kesempatan menegaskan bahwa BNI punya produk khusus untuk mewujudkan impian anak, namanya BNI Taplus Anak.
”Sosialisasi dan edukasi perbankan terhadap anak-anak tidak semudah membalik tangan. Perlu inovasi-inovasi dan hadiah menarik untuk membuat anak-anak tertarik dan cinta menabung sejak usia dini. Selain mengajarkan anak untuk bisa belajar hidup berhemat, dengan menabung sejak dini anak akan terbiasa hidup tidak konsumtif di kemudian hari,” papar Iwan Ariawan.
Bertepatan dengan peringatan Hari Anak Nasional (23 Juli) tahun lalu, kata Iwan Ariawan, BNI menggelar beragam acara seperti lomba menggambar, mewarnai serta perlombaan lainnya di Taman Ahmad Yani Medan. Di acara ini, anak-anak mendapat wawasan tentang pentingnya menabung (menyisihkan uang jajan) sejak usia dini.
”Dengan program berkelanjutan, upaya sosialisasi dan edukasi perbankan terhadap anak-anak juga dilakukan ke sekolah-sekolah negeri dan swasta yang ada di Medan. Setiap kali sosialisasi kita tetap menyertakan bus BNI Layanan Gerak (BLG) yang siap melayani anak membuka dan menarik uangnya,” tegasnya.
Keistimewaan yang ditawarkan BNI Taplus Anak, jelas Iwan Ariawan bebas biaya administrasi, setoran awal Rp. 100 ribu dan setoran selanjutnya mulai dari Rp. 10 ribu, kartu ATM/Debit dengan nama si anak dan setiap transaksi yang dilakukan si anak akan ter-notifikasi lewat SMS ke orang tua.
”Notifikasi SMS ke orang tua tetap menjadikan orang tua memiliki peran sentral dalam mengawal proses anak menghargai uang dan belajar berhemat demi untuk kemandirian mereka di kemudian hari,” paparnya.
Penyelia Pemasaran BNI Cabang Utama Medan, Parlokotan Pohan menambahkan kalau setiap sosialisasi ke sekolah, BNI selalu menggandeng kepala sekolah dan guru untuk ikut serta mengedukasi anak dalam menabung.
”Pantauan kita setiap kali sosialisasi, para siswa terlihat antusias dan serius menyimak materi tentang membiasakan menabung sejak dini. Apalagi pemerintah tetap komit dalam menggalakkan Program Ayo ke Bank,” tuturnya.
Setelah melewati masa anak-anak, lanjut Pohan pilihan berikutnya adalah Taplus Muda untuk pelajar dan mahasiswa. Keberlanjutan program ini menjadi satu komitmen BNI dalam mengawal edukasi perbankan kepada anak sejak usia dini sampai akhirnya dewasa dan pensiun.| bersambung “Menabung sejak dini, mendidik anak mandiri di kemudian hari- II”