
Pada hari Kamis, 7 Maret pejabat federal AS menyampaikan kabar bahwa Sulaiman Jasim Abu Ghaith, juru bicara yang juga sekaligus menantu Osama Bin Laden telah ditangkap di Yordania dan dijadwalkan untuk diadili di pengadilan federal di Kota New York.
Peter King, mantan ketua Komite Keamanan Dalam Negeri DPR AS memuji CIA dan FBI atas keberhasilan mereka menangkap Abu Ghaith di Yordania.
Pada tanggal 8 Maret, Abu Ghaith didakwa di New York dan didakwa dengan konspirasi untuk membunuh orang Amerika sebagai anggota al-Qaeda. Dia telah ditangkap di Yordania pada tanggal 28 Februari dan tiba di New York pada hari berikutnya.
Lalu siapa sebenarnya Sulaiman Abu Ghaith?
Di Amerika Serikat, Abu Ghaith paling dikenal sebagai orang di dalam sebuah foto bersama Osama bin Laden dan Ayman al-Zawahiri di depan sebuah batu di Afghanistan setelah serangan 9/11 dan kemudian menyampaikan pidato dalam bahasa Arab, dan kemudian memuji serangan juga menjanjikan mereka akan datang lagi untuk kembali menyerang.
Abu Ghaith, lahir di Kuwait pada tahun 1965, ia adalah seorang ulama. Dia menjadi terkenal selama invasi Irak ke Kuwait (1990-91) karena khotbahnya melawan Saddam Hussein. Setelah pengusiran Irak dari Kuwait, ia tampaknya telah menjadi lebih ekstrim. Ia mengalihkan perhatian kepada kekurangan yang dirasakan dari negara Kuwait dari perspektif jihad.
Salah satu tanda-tanda yang jelas bahwa ia telah pindah ke Salafi- perspektif jihad pada tahun 1992 adalah keputusannya untuk berhenti menjadi anggota aktif dari Ikhwanul Muslimin karena partisipasi Ikhwan dalam pemilu demokratis.
Menurut surat kabar Kuwait al-Watan (2 Februari), Abu Ghaith dekat dengan Khalid Syaikh Muhammad di Kuwait. Pada tahun 1994, ia pergi ke Bosnia untuk melawan Serbia, namun ia kembali ke Kuwait setelah dua bulan di sana. Kabarnya, ia membuat sejumlah perjalanan ke Bosnia dan Afghanistan. Pada awalnya pemerintah Kuwait menanggalkan haknya untuk memberikan pidato publik di masjid tapi mereka memungkinkan dia untuk melanjutkan posisi mengajar di tingkat SMA.
Pada tahun 2000, Abu Ghaith, istrinya Fatima dan enam anak menetap di Afghanistan. Setelah 9/11, pemerintah Kuwait mencabut kewarganegaraan Abu Ghaith pascaserangan 11 September 2001.
Pada tahun 2002, Abu Ghaith dan keluarganya bergabung dengan sejumlah senior al-Qaeda yang berada di bawah semacam tahanan rumah di Iran setelah melarikan diri dari serangan balik sengit Amerika di Afghanistan. (sol)