
MENTERI Dalam Negeri (Mendagri) Gamawan Fauzi meminta seluruh kepala daerah yang laporan keuangannya masih memperoleh opini disclaimer (ditolak BPK) agar lebih serius membenahi kinerja pemerintahan. Karena apabila daerah tersebut tidak juga memperbaiki kinerja, pemerintah pusat bakal menggabungkannya dengan daerah induk.
“Perencanaan yang sudah disusun harus dibuat nyata, jangan hanya wacana,” tegas Gamawan di Jakarta, kemarin.
Gamawan menyebutkan, dari 497 kabupaten/kota dan 33 provinsi di Indonesia, baru 116 wilayah yang memperoleh opini wajar tanpa pengecualian (WTP) dalam laporan keuangan. Sisanya dinilai masih bermasalah.
”Bahkan ada sejumlah wilayah yang laporan keuangannya masih disclaimer,” keluhnya.
Karena itu, lanjut Gamawan , pihaknya akan membentuk tim Desain Besar Penataan Daerah (Desartada) untuk mengevaluasi. “Bila Desartada sudah mengevaluasi dan tidak ada perbaikan, daerah pemekaran yang dinilai tak layak akan digabungkan,” tegasnya.
Perbaikan, kata dia, sangat mungkin dilakukan kepala daerah jika mereka serius memperbaiki kinerja. Ia mencontohkan lembaga yang dipimpinnya saja baru tiga tahun terakhir mendapatkan laporan keuangan dengan status WTP.
“Saya kawal semua action plan-nya, lalu terus berkoordinasi dengan KPK. Bila ada yang perlu dibenahi, langsung diubah.
Setiap kelemahan perlu diperhatikan,“ ujarnya.
Mantan Gubernur Sumatra Barat itu juga berharap daerah yang memperoleh opini WTP terus bertambah. “Kita harap pada 2015 sudah mencapai 50%.“
Sebelumnya. pada Kamis (12/9), Wapres Boediono memberikan peng hargaan kepada sejumlah daerah yang mendapat predikat WTP, antara lain Sulut, Jatim, Sumbar, Jambi, Bengkulu, Jabar, Jateng, Sulsel, Sulteng, Riau, Kepulauan Riau, Kalbar, DIY, NTB, dan Lampung.
Pengamat politik desentralisasi LIPI Siti Zuhro menilai banyaknya pemda yang memiliki laporan keuangan dengan opini tidak memuaskan diakibatkan pengelolaan anggaran yang bermasalah.
Hal itu kemudian diperparah dengan rumitnya pengurusan anggaran.“Siapa pun yang bertanggung jawab mengelola anggaran akan mengeluhkan ribetnya mengurus masalah ini. Dampaknya kepada pengelolaan anggaran tersebut,“ tuturnya sebagaimana dinukil Koran Media Indonesia, Sabtu.
Ia menyebutkan problem pengurusan dan pencairan anggaran terjadi sejak pengurusan di Kementerian Keuangan sampai dialirkan ke kementerian/lembaga dan daerah. Akibatnya, pengelolaan anggaran pembangunan tidak pernah transparan dan sulit diakses publik.
Persoalan lain yang membuat kinerja pengelolaan keuangan kurang baik, lanjut Siti Zuhro, yaitu belum efektifnya pengawasan penggunaan anggaran.(sol/lian/kmi)