Cerita pemakaian, peredaran, serta pengendalian narkotika di balik tembok penjara seakan tidak pernah tutup buku. Seperti berbagai macam pengungkapan yang telah dilakukan Badan Narkotika Nasional (BNN) dalam memberantas para pelaku kejahatan narkotika.
Misalnya seperti yang terakhir pengungkapan gembong narkotika yang melibatkan desertir Densus 88 di LP Kerobokan, Denpasar yang berakhir ricuh pada Sabtu (25/6) dini hari lalu.
Catatan BNN, 4 kasus narkotika terungkap dari balik jeruji besi di Nusakambangan. Parahnya para napi yang seharusnya menjalani hukuman justru rata-rata malah berperan sebagai pengendali besar barang haram tersebut.
Di Nusakambangan saja, ada beberapa nama besar pelaku kejahatan narkotika. Sebut saja Boski, warga negara Nepal, di Lapas Pasir Putih, Yoyo ‘Jenderal Kecil’, Hertoni dan Kalapas Narkotika Marwan di Lapas Narkotika, dan juga Kapten yang baru-baru ini ditangkap BNN di Lapas Narkotika.
Jumlah itu belum termasuk penangkapan-penangkapan di penjara lain yang tidak termasuk ke dalam golongan penangkapan signifikan BNN.
“Ini semua tidak mengada-ada. Semuanya berdasarkan fakta yang terungkap di lapangan bila peredaran dan pengendalian ada di balik tembok penjara. Boski merupakan mata rantai dari peredaran dan pengungkapan semuanya bermuara di balik Lapas,” kata Direktur Narkotika Alami, Brigjen Pol Benny Joshua Mamoto, saat berbincang dengan wartawan, Senin (27/6).
Pola peredaran dan pengendalian yang dilakukan para pelaku terbilang apik. Mereka berkomunikasi dengan menggunakan sandi tersendiri untuk memuluskan narkotika masuk ke dalam penjara dan selanjutnya beredar antar penjara di Nusakambangan. Komunikasi yang dibangun antar sindikat ini adalah dengan menggunakan handphone yang juga merupakan salah satu barang yang dilarang berada di lingkungan lapas.
“Narkotika yang masuk itu termasuk untuk konsumsi di dalam Lapas,” ujar Benny yang menjadi think tank dalam setiap pengungkapan.
Peredaran di dalam penjara, kata Benny, tidak dilakukan napi itu sendiri. Setiap pelaku membentuk sindikasi dalam setiap aksi. Termasuk keterlibatan petugas sampai dengan pimpinan penjara. Dia mencontohkan kasus penangkapan Kalapas Narkotika Nusakambangan Marwan yang mejadi kaki tangan Hertoni dalam peredaran narkotika.
“Itu semua dilakukan karena adanya imbalan,” jelas Benny.
Keterlibatan sipir dalam memfasilitasi setiap pelaku juga diduga disebabkan faktor kurangnya disiplin atasan yang kemudian diadopsi para bawahannya. “Guru kencing berdiri murid kencing marathon,” canda Benny.
Lalu, mengapa lapas menjadi pilihan para pelaku narkotika dalam setiap kendali dan peredaran?
“Mereka yang berada di dalam berpikir penjara aman dari kejaran polisi, bebas berkomunikasi, dan aktivitas mereka tidak akan terpantau pihak luar,” jawab Benny.
Benny menjelaskan, bukan pekerjaan mudah untuk melakukan pengungkapan dalam sindikat narkotika. Penanganan khusus dan cepat diperlukan dalam setiap pengungkapan kasus narkotika. Karena itu dunia internasional menggolongkan kejahatan narkotika termasuk ke dalam extra ordinary crime.
“Kalau menuunggu nanti, dikhawatirkan barang bukti yang ada menghilang dan akan menjadi lain cerita bila tertangkap tangan,” ujar Benny.
Dalam setiap pengungkapan BNN pun selalu membuat strategi agar tidak keburu kecolongan dari para pelaku atau sindikat peredaran yang hendak membocorkan penangkapan target operasi. Strategi itu berdasarkan pengalaman pengungkapan sebelumnya dan membaca karakteristik kejahatan pelaku. Itu semua guna menyelamatkan barang bukti saat penggeledahan dilakukan.
“Saat penangkapan Boski kita diminta menunggu berjam-jam. Alhasil barang bukti yang dicari tidak ada dan penguatan alat bukti sekadar keterangan saksi,” jelas pria asal Sulawesi Utara ini.
Padahal, imbuh Benny, surat izin penangkapan dari Direktur Jenderal Pemasyarakatan sudah berada di tangan. “Dengan senjata pasal 138 Undang-undang 35 tahun 2009 yang menyebutkan barang siapa yang berusaha menghalangi penyidikan kasus narkotika akan ditangkap, akhirnya kita (BNN) diizinkan membawa pelaku,” katanya.
Menurut Benny kata kuci dari maraknya pengungkapan narkotika di penjara adalah selama para pelaku dapat berkomunikasi bebas dengan dunia luar serta keterlibatan pihak berwenang Lapas menjadikan narkotika marak di balik jeruji besi.
“Padahal setiap Kalapas memiliki senjata Letter F. Artinya bila setiap penghuni laps berbuat ulah mereka bisa tidak memberikan remisi atau pembebasan bersyarat napi. Itu senjata yang paling ditakuti para napi,” katanya. |dtc|