Mulai hari ini, pemerintah secara resmi menghentikan pengiriman tenaga kerja Indonesia (TKI) ke Arab Saudi untuk sektor nonformal. Namun, LSM Migrant Care menanyakan keseriusan pemerintah untuk mencarikan langkah alternatif atas kebijakan ini.
“Pekerjaan selanjutnya, di ke manakan yang lain? Yang sudah siap berangkat dan yang belum,” kata Direktur Eksekutif Migrant Care, Anis Hidayah saat berbincang dengan wartawan, Senin, (1/8/2011).
Pertanyaan di atas menunjukkan bahwa pemerintah tidak serius dalam menyetop pengiriman TKI tersebut. Bagi yang telah siap berangkat, apakah ada alternatif negara lain sebagai tujuan penempatan. Yang kedua, bagaimanakah nasib angkatan kerja yang hingga sekarang masih mengaanggur namun tidak ada alternatif lain selain menjadi TKI?
“Pemerintah tidak boleh berjalan mundur. Keselamatan manusia sangat mahal harganya. Pelanggaran HAM yang dilakukan Arab Saudi lebih dari cukup,” tandas Anis. Akibat dihentikannya pengiriman TKI ke Arab Saudi, pemerintah harus mencermati pintu-pintu ilegal. Seperti lewat visa umroh, visa pelajar atau masuk dari negara lain. “Karena bisnis TKI adalah bisnis luar biasa,” tandas Anis.
Namun dia menegaskan, penghentian ini jangan seperti yang terjadi antara Indonesia-Malaysia. Dengan negeri Jiran tersebut, Indonesia terseok-seok selama 2 tahun hingga benar-benar menyetop pengiriman TKI tersebut.
“Sebetulnya, moratorium ini juga sudah terlambat. Karena sejak 3 Juli 2011, pemerintah Saudi Arabia telah menghentikan visa tenaga kerja bagi TKI Indonesia,” cetus Anis. Sebelumnya, pemerintah melalui Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) memutuskan untuk melakukan penghentian sementara pengiriman TKI ke Arab Saudi. Kebijakan itu mulai berlaku 1 Agustus 2011 hari ini.
Desakan untuk melakukan moratorium ini muncul setelah adanya eksekusi mati hukuman pancung terhadap Sumiati. Pemerintah mengaku tidak pernah diberikan informasi soal eksekusi ini hingga mengirimkan nota protes. |dtc|