Bandung – MUI Jabar mendukung fatwa haram jasa penukaran uang recehan di jalan. Karena itu MUI Jabar meminta MUI pusat segera mengeluarkan fatwa tersebut. Masyarakat juga diimbau untuk menukarkan uang ke bank.
Jasa penukaran uang di jalan yang dimaksud adalah uang yang ditukar dihargai lebih oleh si ‘penjual’ jasa. Misal menukarkan uang Rp 1 juta harus membayar lebih menjadi Rp 1,1 juta.
Jelang lebaran, praktik tersebut marak terjadi. ‘Penjaja’ uang recehan itu biasanya berada di pusat-pusat keramaian.
“Kita setuju dengan yang dikeluarkan MUI Jombang soal fatwa penukaran uang di jalan ini, namun kita tak bisa mengeluarkan fatwa sebelum menunggu keputusan MUI pusat,” ujar Sekretaris MUI Jabar Rafani Achyar saat ditemui di kantornya, Rabu (10/9/2011).
Menurutnya MUI Jabar sebenarnya sudah tiga tahun lalu membahas soal ini. Namun karena praktik semacam ini sudah terjadi di mana-mana atau nasional, maka MUI Pusat lah yang berhak mengeluarkan fatwa.
“Makanya kami meminta MUI pusat untuk mengeluarkan fatwa penukaran uang di jalan haram,” tandasnya.
Dia menjelaskan uang bukan alat untuk diperjualbelikan, namun fungsinya adalah sebagai alat transaksi. Nah, praktik penukaran uang di jalan itu menjadikan uang diperjualkan.
“Kalau uang dijualbelikan itu menghilangkan esensinya dan kalau diperjualbelikan hukumnya riba. Hal-hal seperti ini banyak mudhorotnya,” kata dia.
Pemberlakuan haram juga termasuk si penukar uang. Sementara itu kalau kalau money changer, menurutnya masih bisa dimaklumi, karena itu untuk penukaran sesama mata uang asing.
“Penukar dan penyedia, itu hanya mencari laba dari selisih nilai tukar uang,” katanya. dtc