Bagi sebagian besar orang, Lebaran memberi kekuatan luar biasa. Mereka kembali ke kampung halaman dan bersilaturahmi dengan keluarga dengan beragam cara. Salah satunya mengendarai bajaj! Di Jalan Raya Mangkang, Semarang, Jumat (26/8/2011), sebuah bajaj melaju kencang. Suaranya yang khas, membuat sebagian pengguna jalan menoleh. Setelah tahu apa yang dilihatnya, mereka tersenyum.
Tiba-tiba laju bajaj itu tersendat, pelan, dan akhirnya berhenti. Si sopir keluar, mengintip bagian bawah belakang kendaraan. Dari jok belakang, seorang perempuan muda dan anak laki-laki berusia 6 tahun ikut keluar. “Remnya putus. Istirahat saja dulu,” kata si sopir, Subadi. Perempuan dan anak kecil itu adalah istri dan anak pertama Subadi. Dengan cekatan, Subadi mendongkrak kendaraannya, lalu membongkar rem bagian belakang. Ia sempat pergi ke bengkel yang letaknya 100 meter dari lokasinya berhenti, tapi usaha itu sia-sia. Sambil terengah-engah karena terik, ia menoleh kiri-kanan.
Setelah menunggu beberapa saat, sebuah bajaj dari arah timur (Semarang) memutar arah menuju Subadi sekeluarga. “Itu tetangga saya. Tadi bareng tapi mungkin ia nggak tahu kalau bajaj saya macet,” tuturnya. Tetangga Subadi bersama keluarganya merapat dan mengulurkan rem baru. Dia mengaku sudah sampai Krapyak (3 Km dari lokasi pemberhentian Subadi) dan kembali karena ditelepon istri Subadi.
Sepuluh menit kemudian, Subadi mampu menyelesaikan kerusakan bajaj-nya. Sebelum melanjutkan perjalanan, Subadi yang telah 5 tahun menjadi sopir bajaj di Kawasan Pasar Cempaka Putih Jakarta Pusat mengaku selalu pulang tiap Lebaran, tapi baru kali ini pakai bajaj. “Ya namanya juga silaturahmi, Mas. Kumpul-kumpul dengan keluarga, apa pun dilakukan,” katanya. Bagaimana rasanya? “Ah, biasa saja Mas. Capeknya nggak terasa. Apalagi ini sudah dekat dengan rumah,” kata Subadi.
Subadi berangkat dari Jakarta sekitar pukul 17.00 WIB, Kamis (25/8) kemarin. Terhitung cepat, karena jam 11.00 WIB, dia sudah memasuki Semarang. “Lancar, nggak ada kemacetan parah. Dua jam lagi sampai rumah (Grobogan),” kata tetangga Subadi.
Subadi dan tetangganya lalu menyalakan bajaj-nya dan melaju. Kendaraan roda tiga itu zigzag mencari celah. Mungkin karena sudah terbiasa dengan kesemrawutan Jakarta, kemacetan akibat arus mudik di pinggiran Kota Semarang itu bukan masalah besar bagi mereka. |dtc|