Pakta pertahanan Atlantik Utara, NATO, sepakat mengambil alih semua operasi internasional di Libya.
Berbicara setelah pertemuan dengan para duta besar NATO, sekjennya Anders Fogh Rasmussen mengatakan NATO akan mengimplementasikan semua aspek resolusi yang dikeluarkan PBB.
“Tidak lebih dan tidak kurang,” tegas Rasmussen, sebagaimana dikutip situs online securityglobal.com
NATO sendiri sudah memberlakukan embargo senjata dan larangan terbang di atas wilayah Libya.
Dengan keputusan ini, sekarang NATO bertanggung jawab atas operasi yang bertujuan melindungi warga sipil di daerah-daerah berpenduduk.
Namun begitu, keputusan ini baru akan berlaku dalam beberapa hari lagi.
Sementara itu pasukan pemberontak di Libya dengan cepat memasuki wilayah Barat melawan pasukan pro pemerintah, dibantu oleh serangan udara internasional yang berhasil menghancurkan sebagian besar tank-tank dan artileri milik pemeritnah Kolonel Gaddafi.
Televisi pemerintah mengatakan kota kelahiran Khadafi, Sirte, untuk pertama kalinya menjadi sasaran serangan udara. Ledakan dan tembakan antipesawat terdengar di ibu kota, Tripoli.
Seorang jurubicara di kota Misrata mengatakan bahwa pertempuran sengit masih berlanjut untuk memperebutkan jalan utama yang membelah kota.
Sebelumnya, pasukan oposisi merebut dua kota pelabuhan minyak yaitu Ras Lanuf dan Brega, di Libya timur.
Pemberontak Libya mengatakan mereka bisa mulai mengekspor minyak dalam waktu kurang dari seminggu lagi.
Jurubicara kelompok pemberontak, Ali Tarhouni, mengatakan ladang-ladang minyak di wilayah-wilayah yang dikuasai oposisi sudah menghasilkan minyak mentah lebih dari seratus ribu barel per hari.
Selanjutnya dia menambahkan, Qatar sudah setuju memasarkan minyak yang diproduksi itu.
seorang juru bicara pemberontak di Benghazi mengklaim kalau Sirte sekarang telah jatuh ke tangan pasukan pemberontak, tetapi belum ada konfirmasi resmi atas pernyataan tersebut.
Sementara itu juru bicara pemerintah Libya Moussa Ibrahim mengatakan tiga pemuda Libya tewas akibat seranga udara di tempat pemancingan dekat Sirte.
Padahal ”tidak ada pangkalan militer disana,” katanya.
Pejabat Libya menyatakan dalam seminggu serangan, lebih dari 100 orang warga sipil tewas.
Serangan udara yang dilakukan pasukan koalisi yang dipimpin Nato ini ditujukan untuk mencegah pasukan Kolonel Khadafi untuk menyerang warga sipil menyusul peningkatan suhu penolakan pemerintahannya.
Serangan ini juga membantu pasukan pemberontak untuk lebih maju dari basis mereka di kawasan Benghazi.
Dalam 24 jam terakhir, pasukan pemberontak telah mendorong maju ratusan kilometer ke kawasan barat. Tujuan kota besar sasaran mereka ada Sirte, yang selama ini dikenal sebagai kampung halaman Khadafi dan satu dari sejumlah tempat yang belum tersentuh semangan pembangkangan. Dalam dua hari terakhir sejumlah daerah pantai dan instalasi minyak termasuk Ras Lanuf, Brega, Uqayla dan Bin Jawad, jatuh ke tangan pemberontak sejak mereka menguasai Ajdabiya.
Sirte berada sekitar Tripoli dan Benghazi. Wartawan di Libia melaporkan Minggu kemarin kota itu di penuhi oleh tentara.
Tapi hal ini menyebabkan dilema, jika pemberontak berhasil masuk dan warga Sirte tidak melawan, baik karena loyal kepada Gadafi atau karena terlalu takut untuk bertindak, apa yang akan dilakukan oleh sekutu ?. jika warga sipul merasa tidak terancam, maka mereka tidak memiliki mandan untuk melakukan aksi dan itu akan menghambat pergerakan pemerontak dan itu akan membuat mereka menjadi rentan untuk diserang..
Jika koalisi melancarkan serangan kepada pasukan Gaddafi yang melemah, itu akan meyakinkan kalau ini memang terkait dengan perubahan rezim dan itu bisa menyebabkan perpecahan diantara sekutu.
Perkembangan pemberontakan mungkin akan menyenangkan bagi London, Paris dan Washington, tapi juga bisa membawa masalah bagi koalisi.| SWATT Online|