Tersangka kasus suap wisma atlet di Kemenpora, M Nazaruddin tertangkap di Kolombia. Ada dua kemungkinan bila Nazaruddin di bawa ke Indonesia, mau membuka semua informasi keterlibatan politisi yang dituduhkan, atau malah diam.
“Mau buka semua infiormasi soal keterlibatan politisi, mau di-BAP mau melawan di persidangan atau akan diam setelah dibawa pulang ke sini. Kita pernah lihat Gayus yang pernah ngomong beberapa hal setelah itu berubah lagi, yang benar yang mana, melawan siapa,” ujar peneliti Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) UGM Hifdzil Alim.
Berikut wawancara dengan Hifdzil Alim, Senin (8/8/2011).
Bagaimana dengan penangkapan Nazaruddin di Kolombia? Apakah akan bisa menguak tuntas kasus yang melibatkan dia?
Kalau apresisasi sih nggak nggak terlalu tinggi karena kenapa nggak dari dulu, kan mudah sekali melacak Nazaruddin dari teleponnya. Kemudian apa namanya koordinasi menangkap Nazaruddin kelihatan tidak profesional, Kemenkum HAM, Polisi, kenapa nggak dari dulu-dulu.
Mau ngapain kalau Nazaruddin sudah ditangkap? Mau diapakan ke Indonesia? Kalau saya berpendapat di Indonesia ada 2 hal yg terjadi. Pertama, mau buka semua informasi soal keterlibatan politisi, mau di-BAP mau melawan di persidangan. Atau, kedua, akan diam setelah dibawa pulang ke sini. Kita pernah lihat Gayus (Gayus Tambunan), ngomong beberapa hal setelah itu berubah lagi, ini yang benar yang mana, melawan siapa?
Kita mengharapkan Nazaruddin mau membuka semuanya. Harus kita dorong negara memberikan dua hal. Pertama, jaminan kemanana pada Nazaruddin. Kalau Nazaruddin saksi kunci, maka negara memberikan keamana, jangan sampai di-Nasrudin-kan atau di-Munir-kan.
Kedua, negara harus memberikan jaminan KPK sebagai lembaga yang memeriksa Nazaruddin, melindungi KPK dari kepentingan politik, dari serangan-serangan politik isu-isu pembubaran KPK.
Negara harus melakukan itu, agar Nazaruddin bisa memberikan informasi yang benar, tidak memberikan tekanan atau serangan politik sehingga KPK bisa memeriksa Nazaruddin. Dengan begitu kepulangan Nazaruddin akan memberikan manfaat. Kalau nggak ya sama saja, seperti business as usual. Biasa saja.
Presiden SBY yang sekaligus Ketua Dewan Pembina PD berpesan agar menjaga keselamatan Nazaruddin denan ketat. Kekhawatiran ini ditujukan pada siapa, bukankah aib yang dibuka Nazaruddin adalah aibnya orang-orang PD sendiri?
Itu memang konsekuensi, makanya berantas korupsi ya harus dibilang siapapun yang bersalah harus dihukum. Komitmen harus riil. Kalau Presiden bilang begitu, mari kita lihat. Jangan cuma memberikan komitmen, harus perintahkan Kapolri, konkret. Kalau hanya mengimbau, itu bisa dijalankan, kalau nggak juga nggak apa-apa.
Apa mungkin nanti Nazaruddin ini ada deal-deal dengan orang-orang PD dalam menyelesaikan kasusnya?
Ada kemungkinan itu, ada. Makanya kemungkinannya ada dua, dia akan mau buka semua borok atau melaklukan deal dengan politisi. Kita lihat mekanisme peradilan kita, masih sangat lembek 1,5 tahun, 2 tahun, dipotong remisi kemerdekaan, hari raya, habis, tinggal 6 bulan saja. Nah mekanisme pengadilan ini kebisaan juga seberapa vonis yang rendah, akan membuka kemungkinan Nazaruddin melakukan deal. Mungkin tidak akan membuka semua, tapi kompensasinya apa.
Ada kemungkinan itu, ada, tinggal negara mau ngapain. Dibiarkan biasa saja, menghadirkan vonis begitu saja atau mau membuka semuanya, tentang kasus wisma atlet, politikus yang memanfaatkan duit APBN. Berantas sampai habis atau business as usual, menangkap, memulangkan, diadili, selesai, habis itu lupa diganti sinetron.
Jadi ini juga merupakan momentum PD untuk bersih-bersih?
Harus. Ini momen, dulu katanya mau jemput nggak jadi, nggak mau memecat Angelina Sondakh, Mirwan Amir, sudah banyak momen padahal. Tapi mereka memakai momen itu sebagai business as usual, tentang KPK, Marzuki Alie apalagi. Ini momentum keseribu.
Jika momentum ini gagal, apa akibat yang ditanggung PD?
PD siap menanggung akibatnya. Tahun 2014 pemilihnya ke partai yang lain. Kedua, citranya akan turun drastis, dari puncak gunung kemudian ndelosor. PD itu kan pencitraan ya, ya mereka saya kira nggak mau atau mengorbankan kadernya yang bermasalah. Yang pasti Dewan pembina pasti punya itung-itungan politiknya sendiri.
Ini bisa menjadi momentum juga bahwa nanti Nunun Nurbaetie bisa ditangkap?
Saya pikir kasusnya beda Nazaruddin dengan Nunun. Nazaruddin tidak memiliki jaringan polisi, jaringan tentara di luar negeri. Sehingga Interpol mudah menangkapnya. Apalagi setelah dipecat dari PD, Nazaruddin ini nobody, tidak punya jaringan politik di luar negeri, kenapa nggak ditangkap-tangkap?
Nunun, karena suaminya mantan Wakapolri, dulu aktif di Interpol. Terakhir dia di Thailand, punya jaringann tentara, makanya karena Nunun istri mantan Wakapolri, aktif di Interpol, kalau intel menangkap Nunun, itu mantan atasannya, susah juga. Wajar kalau Nunun agak susah. |dtc|