
KASUS yang menimpa anak bungsu musikus Ahmad Dhani, Ahmad Abdul Qodir (Dul), 13, harus menjadi pelajaran setiap orangtua agar lebih awas mendidik sang anak. Pasalnya, anak-anak di bawah 17 tahun yang telah mengendarai mobil atau motor menjadi pemandangan yang kerap terlihat di jalanan.
“Bukan kali ini saja. Ini kan kebetulan dia anak dari (selebritas) Ahmad Dhani. Di jalan sering terlihat anak-anak yang mengendarai sepeda motor bertiga dan tidak memakai helm,“ kata psikolog anak Vera Itibiliana di Jakarta, kemarin.
Menurut Vera, maraknya anak-anak mengendarai kendaraan tidak melulu disebabkan perilaku ibu dan bapak yang menganggap enteng soal aturan lalu lintas. Terdapat pula faktor kelengahan orangtua yang meski telah melarang, mereka tetap kecolongan. Untuk mencegah atau memperbaiki hal tersebut, Vera menekankan pentingnya mendidik anak dengan menerapkan pendidikan konsekuensi.
“Intinya, secara umum anak harus belajar bahwa setiap hal ada konsekuensinya bagi diri sendiri dan orang lain. Entah itu konsekuensi bagi perbuatan- perbuatannya yang bagus maupun yang buruk. Kalau tidak mendapatkan konsekuensi yang tidak menyenangkan untuk perilaku buruk, mereka enggak akan belajar.” jelas Vera.
Apalagi, sambung psikolog dari Universitas Indonesia tersebut, anak-anak di usia pubertas seperti AQJ masih belum bisa menetapkan pilihan yang tepat, dipengaruhi emosi yang labil, plus memiliki rasa ingin tahu besar sehingga rentan tergoda untuk melakukan hal-hal yang membahayakan dirinya maupun orang lain.
Di samping itu, Vera mengharap pihak-pihak eksternal keluarga seperti kepolisian juga turut membantu pendidikan konsekuensi itu dengan cara tegas menegakkan hukum jika melihat anak-anak di bawah umur mengendarai kendaraan.
Vera pun mengingatkan agar penanganan proses hukum bagi insiden AQJ harus memperhatikan dampak psikologisnya sebagai anak di bawah umur.
“Mengingat dia masih usia anak-anak, dalam prosesnya tidak bisa disamakan dengan pelaku kriminal usia dewasa.
Hak-haknya sebagai anak dan pendampingannya harus diperhatikan.“
Sementara itu, psikolog Roslina Verauli sebagaimana dinukil Koran Media Indonesia, mengatakan orangtua wajib memahami tahapan perkembangan anak dari waktu ke waktu. Selain itu, orangtua juga harus memahami norma, nilai, aturan, dan hukum terkait dengan tahapan perkembangan anak tersebut.
Menurut Rosalina, dengan memahami itu, orangtua dapat menyesuaikan tindakan dan perlakuannya kepada anak sesuai dengan usia dan kebutuhan si anak. Hal itu akan membuat anak paham apa saja yang dapat dia lakukan dan apa konsekuensinya.
Rosalina mengatakan pada dasarnya orangtua memiliki kewajiban memenuhi kebutuhan biologis anak seperti makan dan minum, afeksi seperti sentuhan, kasih sayang, dan waktu, juga pendidikan yaitu menyekolahkan si anak.
“Hal-hal di luar itu seperti memberikan hadiah sifatnya adalah tambahan dan boleh saja dilakukan,“ katanya. Meski demikian, memberikan sesuatu kepada anak wajib memperhatikan tahapan perkembangan anak itu sendiri.
Adapun mengenai penegakan hukum, Rosalina menilai Dul masih tergolong anakanak yang seharusnya proses hukumannya dikembalikan ke orangtua, dikembalikan ke negara, atau organisasi sosial kemasyarakatan. (sol)