Menjelang perayaan 17 Agustus kemarin, Duta Besar RI untuk Amerika Serikat Dino Patti Djalal merilis surat terbuka untuk masyarakat Indonesia di AS. Surat terbuka bertanggal 15 Agustus 2011 itu sangat panjang. Namun intinya berisi agenda-agenda sukses yang diraihnya selama memimpin KBRI di AS. Prestasi itu misalnya, pada 24 Juli lalu di Bali, tercapai berbagai kesepakatan yang dicapai antara Menlu Marty Natalegawa dan Menlu AS Hillary Clinton dalam forum Joint Commission Meeting RI-USA.
Kemudian agenda di Jakarta, 28 Juli lalu, KBRI Washington DC, bekerjasama dengan BKPM, menyelenggarakan International Conference on Futurology, dengan peserta yang membeludak yaitu 1.300 orang dari yang ditargetkan 500 orang.
Selama di Jakarta, atas permintaan dari IMAAM, Dino juga berupaya mencari bantuan terhadap upaya mulia masyarakat Indonesia membeli masjid di sekitar DC. Hasilnya, berhasil mengumpulkan USD$ 30 ribu plus sejumlah komitmen terbuka dari beberapa donatur lainnya, terutama dari Yayasan Amal Bakti Muslim Pancasila yang masuk dalam Guinness Book of World Records karena prestasinya yang luar biasa sebagai pembangun masjid terbanyak di dunia.
Tanggal 14 Juli, Dino bersama Dubes Mali dan pakar dari Iraq telah memberikan presentasi di Kongres AS mengenai “Islam and Democracy: Evolving Compatibility in the 21st Century”. Presentasi ini didukung oleh 4 anggota Kongress AS – David Price (D-North Carolina), David Drier (D-California), Jim McDermott (D-Washington), Andre Carson (D-Indiana) – dan mendapat sambutan yang sangat positif dari pengunjung.
Dino juga mengungkapkan kabar gembira lain mengenai The Philosopher, film Hollywood pertama yang sepenuhnya shooting di Indonesia dan bercerita mengenai Indonesia. KBRI Washington DC berkehormatan menjadi “mak comblang” proyek bersejarah ini, dengan mempertemukan produser film Hollywood dengan investor dan studio film dari Indonesia. Dalam pertemuan Dino dengan Presiden Motion Pictures Association (MPA) Senator Chris Dodd di KBRI Washington DC beberapa bulan lalu, dicapai kesepakatan untuk merancang program d imana para pelaku industri film Indonesia dapat magang di Hollywood.
Prestasi lainnya adalah pemecahan Guinness World Record for largest angklung ensemble yang diikuti oleh 5.182 peserta multibudaya di Washington DC tanggal 9 Juli 2011 dalam Festival Indonesia, yang juga menampilkan band legendaris Air Supply, rapper Raheem Devaughn, dan sejumlah artis Indonesia.
Dalam beberapa minggu terakhir, Bappenas, KBRI Washington DC bekerjasama dengan Pemerintah AS juga mencapai kemajuan penting dalam upaya untuk mendapatkan hibah (bukan pinjaman) dari US Millennium Challenge Corporation sebesar sekitar $ 600 juta dollar, yang akan didedikasikan untuk proyek-proyek e-procurement governance, pendidikan, kesehatan balita dan green growth di Indonesia.
Hibah tersebut sedang diproses dalam kondisi perekonomian AS yang sedang mengalami masa sulit mencerminkan arti strategis Indonesia yang besar di mata AS, “Semua pengalaman saya sebagai Duta Besar dalam 8 bulan terakhir membuat saya semakin yakin akan satu hal: apapun statusnya – apakah yang sudah menjadi US citizen, resident, pelajar, bahkan yang bermasalah izin tinggal – masyarakat Indonesia di AS dapat menjadi kekuatan riil yang relevan bagi bangsa Indonesia. Kita mempunyai potensi yang unik untuk memberdayakan diri sendiri dan juga saudara-saudara kita di Tanah Air,” jelas Dino.
Program KBRI Washington DC “Generation-21” – yang mempertemukan 100 mahasiswa dan profesional Indonesia dari berbagai penjuru AS untuk membahas masa depan bangsa, ditayangkan di SCTV selama 1 jam penuh dan ditonton jutaan pemirsa di Tanah Air. Dino juga memaparkan beberapa program yang akan dijalankan di bawah komandonya, yaitu:
- Menyukseskan American batik design competition, yakni program yang mendorong para designer AS untuk merancang “American style batik”.
- Merancang dan meluncurkan program “1 komputer, 1 sekolah”. Dalam program ini, masyarakat Indonesia di AS yang berjumlah sekitar 150,000 orang dihimbau untuk berkontribusi untuk mencapai target 1 komputer per sekolah, diperkirakan ada sekitar 25,000 sekolah SD, SMP dan SMA negeri di Indonesia.
- Melancarkan kompetisi merancang “business plan” bagi masyarakat Indonesia di AS, termasuk bagi yang sudah menjadi naturalized US citizens; Mencanangkan Ambassador’s 100 award for excellence bagi 100 pelajar Indonesia di AS pada tingkat elementary, junior dan high school-baik untuk WNI dan yang sudah naturalized US citizens; Melaksanakan teleconference townhall paling tidak 2 (dua) kali dalam setahun.
- Membentuk komunitas on-line The Indonesian Network; Khusus untuk staf KBRI Washington DC dan masyarakat Indonesia di sekitar Washington DC dan sekitarnya, menjalankan program “blind empathy kids”; Mendorong skema pembiayaan pendidikan “student loans” untuk mahasiswa Indonesia di AS; Membantu upaya Permias untuk menyelenggarakan kongres Permias se-AS, yang mungkin digabung dengan Kongres PPI sedunia; Mengupayakan terbentuknya suatu komunitas inovator Indonesia-AS; Mengupayakan reality show “dangdut goes to USA”; Membentuk suatu on-line Indonesian brain bank.
Dalam perjalanan Dino ke berbagai kota di AS, dirinya selalu mendengar masukan yang konsisten dari masyarakat Indonesia mengenai perlunya ada “dual citizenship”. “Saya pribadi juga merasa bahwa di abad ke-21, kita harus melihat nasionalisme dan kewarganegaraan sebagai dua hal yang berbeda, banyak saudara kita yang sudah menjadi warga AS yang nasionalisme-nya masih dan akan terus membara,” tuturnya.
Mereka menjadi warga AS lebih karena pertimbangan kemudahan hukum (legal convenience). Diakui Dino, angin politik di Tanah Air ke arah “dual citizenship” ini masih sangat lemah, namun dirinya berjanji akan menyampaikan aspirasi masyarakat Indonesia di AS ini ke Pemerintah, DPR dan parpol.
“Yang jelas, Indonesia ke depan akan sangat membutuhkan brain, skill and capital power dari diaspora Indonesia di luar negeri, termasuk yang berada di AS. Hal inilah yang dilakukan Pemerintah India dengan diaspora India sehingga kini menjadi rising world power,” paparnya. |dtc|