Benarkah serangan AS dkk (Koalisi) ke Libya untuk menegakkan Resolusi 1973? Atau mereka menyerang Libya untuk melengserkan Muammar Khadafi? Kalau memang bertujuan melengserkan Khadafi, maka koalisi telah melanggar hukum internasional.
Demikian pendapat guru besar hukum internasional Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FHUI) Prof Hikmahanto Juwana, Rabu (30/3/2011). Hikmahanto meragukan serangan koalisi ke Libya bertujuan untuk penegakan Resolusi 1973.
“Apakah serangan benar-benar untuk menegakkan Resolusi 1973? Bila memang demikian, seharusnya serangan Koalisi ditujukan pada setiap pesawat tempur Libya yang mengudara. Kenyataan dalam beberapa kali serangan, serangan dilakukan terhadap berbagai instalasi militer Libya”.
Koalisi melakukan serangan yang bersifat antisipatif (anticipatory attack). Koalisi tidak sekedar melakukan serangan terhadap pesawat tempur Libya yang terbang tetapi melumpuhkan kemampuan militer.
Kemampuan militer Libya telah dilumpuhkan secara signifikan. Sejumlah pejabat militer tentara Koalisi telah menyatakan demikian. Bahkan beberapa waktu lalu Presiden Obama menyatakan serangan udara terhadap Libya telah sukses. Sayangnya meski dihentikan untuk jangka waktu 24 jam, hingga sekarang belum terlihat tanda-tanda serangan Koalisi akan berakhir.
“Menjadi pertanyaan, apakah serangan Koalisi ditujukan untuk menurunkan Khadafi? Bila dianalisa, tujuan untuk menurunkan Khadafi sangat beralasan”.
Paling tidak, ada tiga tujuan :
Pertama, untuk memastikan agar Khadafi dapat dicegah melakukan serangan teror ke negara-negara Koalisi. Sebagai sosok yang tidak dapat diramali (unpredictable), bukannya tidak mungkin Khadafi melakukan pembalasan bila ia masih dibiarkan berkuasa. Khadafi telah membuktikan dirinya sebagai penyebar teror pada tahun 1988 ketika pesawat Pan Am diledakkan oleh para agennya di Lockerbie.
“Dalam konteks ini serangan Koalisi atas Libya telah menjadi bumerang. Serangan tersebut telah memicu berkembangnya terorisme, bahkan yang disponsori oleh negara. Oleh karenanya tidak heran bila Koalisi hendak melucuti Qaddafi dari kekuasaannya sehingga mereka dapat memastikan agar teror pada negara mereka tidak terjadi,” kata Hikmahanto.
Kedua, tujuan pelucutan Khadafi dari kekuasaannya adalah untuk memastikan kepemimpinan Libya digantikan oleh sosok yang pro Barat, tokoh yang bersahabat dengan Israel dan figur yang menghormati Hak Asasi Manusia (HAM). “Bila ini intensi dari Koalisi maka kondisi ini berpotensi memicu terjadinya perang saudara di Libya. Ini mengingat kemunculan seorang tokoh Libya yang didukung oleh Barat akan mengundang antipati rakyat Libya, termasuk mereka yang menginginkan Qaddafi turun dari kekuasaan,”
Bila benar serangan Koalisi ditujukan untuk menurunkan Khadafi, berarti Koalisi telah turut campur tangan urusan dalam negeri Libya. “Jelas ini merupakan pelanggaran hukum internasional. Pasal 2 ayat (7) Piagam PBB menegaskan prinsip non-intervensi. Belum lagi Resolusi 1973 dalam konsideransnya menegaskan bahwa resolusi diterbitkan dengan memperhatikan kedaulatan, keutuhan dan persatuan dari Libya,”.
Ketiga, motif lain bagi serangan Koalisi bisa jadi terletak pada isu minyak. Isu minyak mencuat mengingat krisis di Libya telah menjadikan harga minyak melejit naik. Ini tentu berakibat pada perekonomian negara Koalisi dan dunia.
Isu minyak juga muncul karena ada rencana dari Khadafi untuk menasionalisasi perusahaan minyak asal negara-negara yang tergabung dalam Koalisi. Bahkan lebih jauh ada yang menduga serangan dilakukan agar negara-negara Koalisi dapat mengendalikan harga minyak dan pasokan.
“Seandainya salah satu dari tiga motif yang diuraikan diatas menjadi alasan bagi Koalisi yang saat ini dikendalikan oleh North Atlantic Organization Treaty (NATO) melakukan serangan atas Libya maka penggunaan kekerasan (use of force) demikian menjadi ilegal,”.
Di samping itu, motif di luar mandat Resolusi 1973 membutuhkan pasukan darat. Serangan darat tidak mungkin cepat berakhir. Situasi yang terjadi di Afghanistan dan Irak pun akan membayangi situasi di Libya.
Oleh karenanya, sikap Indonesia yang menyerukan gencatan senjata kemarin (29/3) patut diapresiasi. Gencatan senjata tidak hanya pada serangan Koalisi, tetapi juga pada serangan tentara Libya yang lobyal pada Qaddafi.
Pada kesempatan berikut, kata Hikmahanto, dengan melihat perkembangan di Libya dan motif serangan Koalisi, Indonesia bisa menyatakan bahwa serangan Koalisi atas Libya ilegal. Source : |dtc|