Pemadaman listrik secara bergiliran kembali terjadi di kota Medan. Ritual listrik byarpet jelang pelaksanaan Ujian Nasional (UN)/Ujian Sekolah (US) tingkat SMP/SD yang akan berlangsung Senin (5/5) mendatang nampaknya tetap abadi. Jadual listrik byarpet sudah terstruktur dengan baik dan tradisi buruk itu tetap dipertahankan perusahaan setrum negara. Tentu apapun alasannya, hal ini memberi dampak buruk kepada persiapan siswa SMP/Mts/SD/MI yang bakal menjalani UN/US.
Demikian disampaikan Direktur Lembaga Advokasi dan Perlindungan Konsumen (LAPK) Farid Wajdi, Jumat (2/5). Pantauan LAPK, ritme ritual byarpet tidak ada tanda-tanda berakhir meskipun ada persiapan para siswa untuk menghadapi ujian. Listrik byarpet itu menunjukkan petinggi PLN mangkir dari janji bahwa listrik byarpet telah berakhir.
“PLN itu cuma mengubah pola dari pemadaman bergilir beralih ke nyala bergilir. Kalau begitu ya, PLN sama juga bohong,” katanya.
Ekses pemadaman listrik ini, kata Farid berdampak terhadap persiapan Ujian Nasional bagi para siswa. Diprediksi jelang dan saat UN berlangsung, PLN tetap memadamkan listrik. Manakala hal itu tidak segera diatasi, maka pelaksanaan Ujian bagi pelajar SMP/SD setingkat dipastikan terganggu.
“Waktu belajar di rumah dan pelajaran pokok di sekolah begitu terganggu akibat pemadaman bergilir. Tekanan psikologis orang tua dan pelajar jelang dan saat ujian sudah begitu berat. Tapi akan lebih berat lagi kalau soal listrik byar-pet ini tidak segera dicarikan jalan keluarnya.” paparnya.
Beberapa waktu lalu, Gubernur Sumut gelar pertemuan dengan Presiden SBY. Menurut berita dihadiri para menteri terkait energi listrik telah bertemu, duduk bersama, mencari solusi. Ada dealine bahwa listrik byarpet mesti berakhir selambatnya 2 (dua) bulan sejak pertemuan?
Tapi, tandas Farid Wajdi ironisnya pasca-pileg ternyata PT PLN tetap mengulah. Listrik tetap byarpet. Lalu, sebenarnya apa signifikansi pertemuan itu? Cuma sekadar basa basi atau pencitraan ?
Warga Sumatera Utara, seperti jatuh tertimpa tangga. Bagaimana tidak, waktu masa kampanye Partai politik berlomba menggoreng isu krisis listrik yang tak kunjung tuntas di Sumatera Utara. Krisis listrik yang mendera warga Sumatera Utara sejak 2005 lalu, digoreng para elit politik dalam kampanye. Ketika itu elit parpol seolah mengolok-olok derita warga yang telah kehilangan kepercayaan (nir-trust) kepada janji pejabat publik.
Setelah itu, digelar seremoni rapat bersama Presiden SBY dan jajarannya bersama Gubernur Sumut, seolah begitu peduli cai solusi krisis? Hasilnya adalah meskipun para siswa bakal ujian, ritual listrik byarpet tetaplah abadi.
Oleh itu, apakah masih ada tersisa sekadar komitmen, konsistensi dan kompetensi penguasa untuk menyelesaian belitan krisis listrik ini? Prosesi listrik bergilir mutlak merugikan siapa pun juga. Sudah selayaknya PLN dan Pemerintah selaku pemilik juga bertanggung jawab atas dampak yang ditimbulkannya.
“Gubernur Sumut tak etis mengelak dari tanggung jawab untuk mempercepat solusi krisis. Tiada kemakluman kepada PT PLN dengan belitan masalah pemadaman listrik itu. Gubsu dan jajaran mesti melakukan pemihakan kepada para konstituennya,” tandasnya.
Pastinya Gubsu dan jajaranya telah abai dalam menyuarakan aspirasi sikap diskriminasi pelayanan. Gubernur Sumut mestinya segera mengidentifikasi dan mencari solusi tepat bagi persoalan kerakyatan jika tidak ingin pesimisme masyarakat bereskalasi menjadi apatisme massif. Atau apakah memang Sumatera Utara telah masuk dalam kategori daerah autopilot?. (James P. Pardede)