Ribuan orang memadati Taman SBY di Kelurahan Airmadidi Atas, Kecamatan Airmadidi, Kabupaten Minahasa Utara (Minut) yang tidak begitu jauh dari kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU) Minut.
Kedatangan massa untuk melakukan protes hasil Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pemilukada) yang dinilai banyak pelanggaran.
Aksi massa itu sempat diwarnai insiden. Tangan seorang polisi yang bertugas menjaga keamanan berdarah karena gigitan pendemo. Begitu juga, seorang oma yang nekat protes dan membuka baju.
“Saya orang sini mau menyampaikan aspirasi karena banyaknya kecurangan kenapa dilarang,” kata Deitje Dungus (57), warga Lingkungan Tiga, Kelurahan Rap Rap. Ia mengaku datang ke kantor KPU Minut atas inisiatif sendiri.
Saya tak mendapat uang sepeserpun,” ujarnya saat ditemui Tribun Manado, Rabu (11/8/2010).
Rapat pleno rekapitulasi hasil akhir Pemilukada Minut, baik pemilihan gubernur (pilgub) Sulawesi Utara maupun pemilihan bupati (pilbup) Minut tetap berjalan walaupun ribuan orang mulai berdatangan untuk lakukan demo menentang diselenggarakannya pleno.
Meyta Lantang, saksi pasangan Fransisca M Tuwaidan-Willy Kumentas (Tuntas), di kerumunan massa yang tertahan di Taman SBY, menyatakan, ribuan orang yang datang semuanya berasal dari Wori dan menuntut janji Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) Wori yang menyatakan akan dilakukan pemungutan suara ulang namun tak menepati janji.
“Kami menuntut keadilan, masak banyak kecurangan namun pleno tetap dilaksanakan,” ujarnya disambut teriakan massa.
Saat diwawancarai wartawan cetak maupun elektronik, ada beberapa orang yang berteriak menyampaikan aspirasi. Seorang lelaki paruh baya akhirnya diamankan polisi setelah berteriak-teriak dan dianggap polisi menjadi provokator.
Lelaki tersebut, mengatakan, kalau pemungutan suara di Kecamatan Wori sarat kecurangan, mulai dari segel kotak yang terbuka, Ketua PPK yang tidur di ruang penyimpanan kotak suara, dan serangkaian pelanggaran lainnya.
Polisi akhirnya mengamankan pria tersebut, karena aksi tersebut tak kantongi izin kepolisian. Total ada tiga pria yang diamankan, dua pria dianggap provokator, satu pria karena mulutnya bau minuman keras.
Massa yang datang ternyata tak hanya dari Wori, namun juga dari berbagai wilayah Minut. Lumintang Hendrik (63), misalnya, pria ini walau menggunakan tongkat jalan karena alami lumpuh setengah dan badan kanan mulai kaki hingga tangan kanan tak bisa digerakkan berasal dari Pinenek, Likupang Timur. “Saya hanya ikut saja, mau apalagi jalan saja susah tapi katanya diajak pesiar, jadi saya ikut,” ujarnya. Hendrik dibantu polisi untuk jalan karena jalannya tertatih?tatih.
Belajar dari kondisi sebelumnya, polisi melakukan penjagaan berlapis, siapapun yang masuk harus memperlihatkan tanda pengenal, penggeledahan tas bawaan, juga geledah badan. Konsentrasi massa yang datang terpecah, setelah polisi menjaga ketat di radius 1 kilometer dari kantor KPU Minut.
Polisi perketat penjagaan di pertigaan SPBU Airmadidi untuk arah Manado-Bitung. Sedangkan arah Bitung?Manado penjagaan di perumahan sebelah Polres Minut. Polisi membubarkan rombongan yang masuk walau memakai bus ataupun sepeda motor.
Akhirnya, massa terkumpul di Taman SBY dan diberi waktu oleh polisi untuk masuk ke bus lalu pulang ke rumah. Kelompok orang akhirnya memilih untuk memasuki bus dan pulang ke rumah.
Kapolres Minut, AKBP Anis V Brugman memberi komando untuk menangkap siapapun yang melanggar hukum. “Tangkap siapapun, siapa saja,,” ujarnya dengan nada tinggi. Menurutnya, aksi unjuk rasa yang tak berizin dan mengganggu ketertiban umum merupakan bentuk pelanggaran hukum yang bisa dipidanakan.
Dewan kecewa
Rombongan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Minut tertahan di pintu ruang pleno KPU Minut. Rombongan tak diperkenankan masuk ruang pleno. Indrakusuma Oley, Wakil Ketua DPRD Minut, menyesalkan kejadian tersebut. Menurutnya, kedatangan mereka dalam rangka menjalankan fungsi kontrol.
“Kami datang atas nama lembaga dan menjalankan fungsi sebagai wakil rakyat, tak perlu menggunakan undangan seharusnya boleh masuk, saya sangat menyesalkan kejadian ini,” ujarnya usai terlibat pembicaraan serius dengan Darul Halim, Anggota KPU Minut Divisi Hukum.
Senada dengannya, Ketua DPRD Minut, Berty Kapojos, menganggap apa yang dilakukan KPU Minut, merupakan pelanggaran. Menurutnya, dalam waktu dekat, DPRD akan memanggil untuk dilakukan dengar pendapat.
Lucky Kiolol, Sekretaris Fraksi PDIP DPRD Minut, menduga ada indikasi kecurangan dengan peristiwa ini. “Bila bersih kenapa harus ditutup?tutupi, kami berhak untuk masuk dan memantau pleno,” imbuhnya.
Akhirnya, rombongan DPRD Minut yang juga diikuti oleh Ketua Komisi A Henry Walukow SE, Ketua Komisi C Mieke Nangka, Wakil Ketua Komisi A, Yetty Karamoy hanya berada di luar gedung, sekitar satu jam kemudian meninggalkan kantor KPU Minut.
Darul Halim, menolak permintaan Indrakusuma yang mewakili rombongan DPRD Minut untuk masuk ruang pleno. Menurut Darul, yang berhak masuk dalam rapat pleno sesuai ketentuan Undang?undang (UU) yang mendapatkan undangan, seperti saksi, PPS, PPK, dan Anggota KPU Minut. “Kami sulit membedakan mana yang datang atas nama lembaga dan atas nama pribadi,” kata Darul.
Sumber: tribunmanado.co.id