Pengungsi korban Merapi di posko Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) terus bertambah. Minggu siang (7/11) jumlah pengungsi berkisar 454 orang. Namun pada Senin (8/11) jumlah pengungsi menjadi 654 orang. Menurut Dr. Ir. Gunawan Budiyanto selaku kordinator posko, tambahan 200 pengungsi dari kecamatan Turi serta dari Stadion Maguwoharjo.
Gunawan mengungkapkan, posko UMY memiliki kapasitas menampung pengungsi sebanyak 750-800 orang. Logistik dan pelayanan kesehatan bagi para pengungsi pun sudah dipersiapkan sampai dua minggu ke depan. Asupan logistik tersebut terus diusahakan oleh Pimpinan Cabang Muhammadiyah (PCM) dan Pimpinan Cabang Aisyiyah (PCA) Gamping, Pimpinan Cabang Muhammadiyah (PCM) Kasihan, dan Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Bantul.
Menurut Gunawa, hal penting selain logistik adalah pendampingan para relawan terhadap pengungsi ”Bukan hanya masalah perut, namun psikis juga benar-benar harus diperhatikan,” urainya saat ditemui di posko Kampus Terpadu UMY, Senin pagi (8/11).
Ada dua hal yang dilakukan di pendampingan tersebut yakni trauma healing (penyembuhan trauma pasca bencana) serta recovery dengan motivasi dan menciptakan kepercayaan diri. Trauma healing sendiri dilakukan lewat aktivitas harian seperti senam pagi yang diklasifikasi berdasarkan umur. Kemudian, membentuk kelompok bermain dan belajar bagi anak-anak. Anak-anak diajak bermain dan juga diberi mainan. Selain itu disediakan juga dapur umum dan disediakan bahan makanan agar para pengungsi yang ingin memasak bisa memasak apa yang mereka inginkan. “Semua itu dilakukan untuk mengurangi tingkat kecemasan mereka dan mengurangi rasa bosan selama di pengungsian,” ungkap Gunawan.
Selain itu, pihak posko UMY akan mengundang alumni MAPALA UMY untuk menyediakan outbound di sekitar kampus UMY dan juga menyediakan kereta kelinci sebagai transportasi untuk keliling-keliling kampus. Kegiatan di posko juga bisa berubah sesuai dengan keadaan dan mood (kemauan) para pengungsi. “Jadi kegiatan yang akan di buat melihat kondisi para pengungsi,” ungkapnya.
Gunawan juga menekankan kepada para relawan agar memperlakukan para pengungsi sebagai mitra bukan sebagai objek. Jika keduanya adalah mitra maka hubungan yang terjalin adalah silaturahmi antar keduanya. “Kita harapkan tidak ada gap antara keduanya sehingga kita juga bisa tahu apa sebenarnya yang diharapkan oleh para pengungsi,” tandasnya. (affan)