
Ada sejumlah alasan sebuah perguruan tinggi (PT) diberi status nonaktif. Hal tersebut bisa dikarenakan jumlah rasio yang tidak sesuai atau ada program studi (prodi) yang bermasalah.
Sekretaris Jenderal Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (APTISI), Suyatno, mengatakan bahwa pemberian sanksi penonaktifan PTS itu bersifat generalisasi.
“Katakan tadi di universitas di Jawa Barat program studinya ada 15 atau 20, yang melanggar hanya satu. Tapi digeneralisasikan dinonaktifkan, kan enggak fair,” ungkapnya, di Le Meridien, Jakarta, belum lama ini.
Menurut Suyatno, bagian yang seharusnya dinonatifkan itu adalah prodi yang bermasalah, bukan satu lembaga yang dinonaktifkan. “Syarat-syarat itulah yang harus kita kemukakan, yang harus kita lakukan,” ujarnya.
Suyatno menerangkan, cara penonaktifannya sendiri bisa berdampak sosial yang sangat tinggi. “Pertama adalah menimbulkan ketidakpercayaan masyarakat kepada perguruan tinggi tersebut. Menimbulkan keresahan orangtua. Menimbulkan keresahan mahasiswa,” paparnya.
Suyatno menambahkan, pemerintah harus bisa mendorong agar aturan-aturan yang diterapkan tersebut bisa ditaati oleh PTS. “Seharusnya pemerintah itu mendorong agar aturan-aturan yang diterapkan pemerintah ditaati PTS dengan cara pembinaan dan pengawasan,” jelasnya.(OKZ)