
Ketua SETARA Institute Hendardi menilai permintaan maaf Panglima TNI atas peristiwa penembakan yang dilakukan oleh anggota Kostrad dan komitmen penyelenggaraan peradilan militer secara terbuka belum cukup.
Publik mengharapkan komitmen TNI untuk menuntaskan kasus-kasus pidana umum oleh personel TNI secara adil, transparan dan akuntabel.
“Masalah utama bukan terbuka atau tertutupnya pelaksanaan peradilan, tetapi justru pengingkaran asas equality before the law yang merupakan asas hukum dan peradilan yang dijamin konstitusi,” kata Hendardi melalui pesan singkat, Kamis (5/11/2015).
Menurut Hendardi, mempertahankan peradilan militer untuk mengadili pelaku pidana umum yang melibatkan personel TNI adalah pelanggaran konstitusi.
TNI, tegasnya, adalah manusia biasa jika melakukan pidana umum.
Peradilan Militer hanya untuk mengadili jenis pidana militer bukan pidana umum yang dilakukan oleh militer.(tribunews.com)