Pemilihan Gubernur Sulawesi Utara yang dilaksanakan serentak dengan Pemilukada di 6 kabupaten/kota, Selasa 3 Agustus kemarin, berlangsung aman. Namun sangat disayangkan partisipasi politik masyarakat sangat rendah.
JARUM jam saat itu sudah menunjukan pukul 12.40 Wita. Tinggal 20 menit lagi kotak suara ditutup atau waktu pencoblosan selesai. Norma Kaunang, salah satu warga Wanea, terlihat hanya diam di rumah. Ketika ditanya kenapa tidak ada tinta di jari sebagai tanda sudah mencoblos, ia mengaku malas pergi ke TPS. ‘’Lebih baik libur ini isi waktu dengan istirahat di rumah. Malas pigi bapilih. Lagipula pemerintahan yang ada sekarang sudah bagus. Mopilih pa siapa lagi,’’ ujar wanita tersebut.
Masyarakat kurang merespon dengan baik pesta demokrasi ini. Buktinya, hasil perhitungan sementara Manado Post, walaupun perolehan suaranya sudah mendekati 80 persen, namun yang menyalurkan aspirasinya hanya 1.037.434. Kendati data daftar pemilih tetap yang diperoleh wartawan Koran ini, DPT untuk Sulut mencapai 1.745.477. Artinya ada 59,44 persen yang tidak menyalurkan aspirasinya.
Terbanyak di Manado. Sesuai data LSI, 40 persen warga Manado tak menyatakan aspirasinya. Pantauan wartawan, beberapa Tempat Pemungutan Suara (TPS) di Manado sepi.
Antusias warga untuk menyatakan hak suaranya tak seperti pemilihan umum di tahun 2009. Lebih banyak warga memilih untuk berdiam di rumah menikmati hari liburnya.
Di sisi lain ada pula yang hanya nongkrong bersama dengan kerabat di tempat keramaian. Bahkan pusat keramaian seperti mall terlihat dipadati pengunjung.
Seperti data yang diperoleh di kecamatan Bunaken, Dafrar Pemilih Tetap (DPT) ada sekitar 15.426 suara, namun yang memberikan aspirasinya hanyalah 10.364 suara. Otomatis sekitar 4.617 tak memberikan hak pilihnya dan ini terjadi secara merata di banyak tempat.
Meidy, salah satu warga Bahu menilai, kurangnya warga yang datang ke TPS karena banyak bakal calon tak diakomodir oleh KPU. Terutama beberapa calon wali kota Manado. Oleh karenanya, banyak pendukung militan bakal calon yang menjadi ‘barisan sakit hati’.
Partisipasi politik masyarakat paling tinggi di Kota Tomohon dan Kabupaten Minahasa Tenggara. Bahkan ada beberapa kecamatan di Tomohon berdasarkan data yang diperoleh wartawan, partisipasi politik masyarakatnya ada yang mencapai 101 persen. Di Mitra juga cukup banyak warganya yang menyalurkan hak suaranya, karena mencapai 90 persen.
Di Minahasa sendiri, diperkirakan ada 50 ribu warga yang tidak menggunakan hak suara pada Pilkada kemarin. Pantauan wartawan di tiap TPS, ada kurang lebih 50 sampai 75 pemilih yang tidak menggunakan hak suaranya.
Menurut pengakuan sejumlah warga, banyak pemilih yang tidak menggunakan hak suara karena lebih memili pergi ke kebun untuk memetik cengkih. Daniel Galak, salah satu pemetik cengkih asal Rerer, dirinya lebih memilih pergi memetik cengkih di kebun ketimbang pergi ke TPS. “Saya punya tanggung jawab sebagai kepala keluarga. Kalau tidak bekerja satu hari, mau makan apa anak istri saya,” ujarnya.
Demikian yang diungkapkan oleh Jhonly Sumual. Menurutnya, pergi memilih gubernur hanya buang-buang waktu saja. “Siapapun yang terpilih tidak ada pengaruhnya sama sekali bagi kami para pemetik cengkih,” alasannya.
sumber: manadopost.co.id