MAKASSAR, BKM — Kepolisian Daerah Sulawesi Selatan dan Barat kembali akan memperpanjang masa penahanan bos Restoran Pualam H Abdul Latief Makka, setelah masa penahanan pertama selama 40 hari berakhir. Kabarnya, berkas perkara dugaan pemalsuan yang menyeret Latief, belum lengkap (P21).
Kepala Bidang Humas Polda Sulselbar AKBP Chevy, kepada BKM di ruang kerjanya mengatakan, perpanjangan masa penahanan Latief Makka telah mendapat persetujuan dari kejaksaan.
“Perpanjangan dilakukan karena penyidik masih harus melengkapi berita acara pemeriksaan (BAP) tersangka,” terang Chevy.
Ditanya apakah ada upaya permintaan penangguhan penahanan dari keluarga Latief Makka, mantan Kapolres Takalar ini mengaku, sampai saat ini penyidik di Direskrim belum pernah menerima surat permohonan penangguhan penahanan dalam kasus tersebut. ”Saya sudah koordinasi dengan penyidik, katanya sepanjang kasus ini bergulir belum ada upaya penangguhan penahanan dari keluarga maupun pengacara tersangka,” jelasnya.
Ia menambahkan penyidik sudah melimpahkan BAP kasus dugaan pemalsuan surat tanah ini ke kejaksaan, namun pihak kejaksaan mengembalikan BAP tersebut ke penyidik polisi. ”Jaksa meminta beberapa perbaikan atas BAP tersangka, dan itu menurut penyidik sudah dipenuhi dan akan kembali dilimpahkan ke kejaksaan,” ujar Chevy.
Menurut dia, tidak lama lagi kasus ini sudah P21 atau diterima oleh pihak kejaksaan untuk segera disidangkan. Hanya saja Chevy tidak merinci permintaan kejaksaan tersebut kepada penyidik.
Seperti diketahui, H Latief Makka dilapor ke Polda Sulsel oleh Husan Dahong atas dugaan menggunakan surat palsu atau memalsukan surat-surat tanah serta menempatkan keterangan palsu di atas sumpah. Atas laporan tersebut, penyidik Polda Sulsel kemudian melakukan penahanan terhadap tersangka.
Latief Makka dalam rilisnya kemarin membantah keras tuduhan pemalsuan surat tanah dan pemberian keterangan palsu seperti yang dilaporkan Husan Dohang.
“Itu tidak benar,” tukasnya.
Menurutnya, ia menggunakan akte jual beli No 438 tersebut menggugat Husan Dohang karena putusan MA |Nomor 620 K/Pid/1996 telah dibatalkan oleh putusan PK MA No 9 PK/Pid/2000 yang berbunyi, membatalkan putusan PN Ujung Pandang No 16/Pid.B/1992/PN.Uj.Pdg, putusan PT No 180/Pid/1994. Putusan MA No 620 K/Pid/1995. Dan yang kedua memulihkan haknya dalam kewenangan, kedudukannya dan harkat serta martabatnya.
“Jadi saya berhak menggunakan kembali akte itu. Menuntut hak saya yang masih dikuasai oleh orang lain (Husan Dohang,” tegasnya.
Atas ini semua, maka lahirlah perkara No 228/Pdt.G/2007 sebagaimana yang dijelaskan di atas yang pada akhirnya lahir putusan PN yang memenangkan dirinya
dan putusan pengadilan tinggi menguatkan putusan PN, dan akhirnya lahir putusan MA R No 1123K/Pdt/2009.
Putusan ini kata Latief, memenangkan dirinya dan sudah berkekuatan hukum tetap. “Kemudian juga baru-baru ini lahir Aanmaning, teguran PN supaya Husan Dahong segera mengosongkan tanah tersebut untuk dilakukan eksekusi.
“Olehnya itu timbul usaha Husan dan pengacaranya (Tajuddin Rahman), untuk menunda atau membatalkan eksekusi itu,” katanya.
Sumber: beritakotamakassar.com