
Polri diminta bekerja profesional dalam penanganan kasus surat palsu Mahkamah Konstitusi (MK). Jangan hanya melokalisir kasus pada pelaku minor di MK. Penetapan tersangka dalam surat MK terkait Dewi Yasin Limpo itu diyakini ada yang lebih besar.
“Jangan sampai hanya ‘menangkap teri, melepas paus’. Polri perlu tunjukkan pada masyarakat bahwa proses penegakan hukum di lembaga ini tidak menggunakan paradigma lama lagi. Yaitu masih ragu atau bahkan tidak mau menjerat aktor dan pelaku yang berada di lingkaran kekuasaan politik,” kata aktivis Koalisi Pemantau Peradilan (KPP) Febri Diansyah di Jakarta, Jumat (9/9/2011).
Febri menilai penanganan kasus surat palsu ini janggal. Hingga kini belum terlihat indikasi yang kuat bahwa kasus ini akan mengarah pada aktor dari KPU.
“Karena bagaimana pun tidak mungkin hanya satu pihak saja yang dijerat. Polri kami minta profesional untuk menjerat aktor yang menggunakan surat palsu tersebut, padahal sudah mengetahui adanya surat yang asli,” imbuhnya.
Selain itu yang terpenting, lanjut Febri, kasus ini tidak bisa hanya dilihat sebagai kriminal biasa, tapi perlu dibaca dari sudut pandang adanya kemungkinan praktik mafia pemilu dan korupsi politik.
“Karena inti dari kasus ini adalah penyalahgunaan wewenang untuk memenangkan orang-orang tertentu yang akhirnya duduk di kursi legislatif,” jelasnya.
Sebelumnya Satgas Pemberantasan Mafia Hukum pun sudah mengamini adanya indikasi kejanggalan dalam penanganan kasus ini. “Selama 1 jam tadi mencoba mendapatkan informasi dan data. Dan memang ada keganjilan Zainal Arifin Hoesein sebagai tersangka. Kita juga sudah mendalami siapa kira-kira pihak-pihak lain yang harus bertanggung jawab secara hukum terhadap kasus pemalsuan surat MK ini,” ujar anggota Satgas Mas Ahmad Santosa usai pertemuan dengan Zainal di Gedung Wantimpres, Jalan Veteran III, Jakarta Pusat, Selasa (6/9/2011).
Polri telah menetapkan panitera MK Zainal Arifin Hoesein sebagai tersangka kasus pemalsuan surat terkait penetapan keputusan suara Dewi Yasin Limpo. Namun penyidikan polisi tidak juga berkembang, hanya mentok di Zainal dan belum menyentuh otak di balik penerbitan surat itu. Zainal sendiri merasa dikorbankan dalam kasus ini. Karena tandatangannya yang dipalsukan.
|dtc|