
Generasi masa depan kita tidak seharusnya menanggung akibat dari ketiadaan tindakan kita hari ini. Pemerintah Indonesia mengakui bahwa cepat atau lambat Indonesia dan seluruh dunia harus meninggalkan minyak mentah sebagai sumber listrik utama.
Oleh: James P Pardede.
Apa yang bisa kita lakukan untuk menyelamatkan kondisi energi yang setiap hari mengalami pengurangan ? Bagaimana masa depan energi negeri ini ketika upaya untuk mencari energi alternatif yang berkelanjutan hanya sebatas wacana dan programnya jalan ditempat ? Selain sumber panas bumi, ada sumber-sumber energi terbarukan lainnya yang layak dipertimbangkan untuk menyelamatkan negeri ini dari krisis energi.
Kita memiliki cadangan biomass yang besar dari industri pertanian, termasuk gula, karet dan minyak sawit. Oleh karena itu, Indonesia memiliki potensi untuk menjadi pusat produksi energi alternatif seperti biofuel, meskipun saat ini terbatasi oleh kenyataan bahwa sumber-sumber biofuel banyak diekspor karena harga makanan yang tinggi.
Sumber daya lainnya yang berpotensi untuk berkembang adalah bioethanol. Perkembangan bahan bakar ini telah menjadi bagian dari rencana Indonesia untuk mengurangi impor energi dan meningkatkan standar kualitas udara. Rencana untuk memproduksi 10 persen campuran bahan bakar ethanol beroktan tinggi pada tahun 2020 telah menggantikan impor minyak tanah sebesar lebih dari 30 juta barel per tahun, umumnya untuk sektor transportasi kita.
Kita dapat mencontoh Brazil dimana pemerintah mereka sangat berhasil mengembangkan bioethanol. Pemerintah Brazil mulai berinvestasi besar-besaran untuk produksi ethanol sejak krisis minyak di tahun 1973. Keberhasilannya membuat bioethanol mampu berperan dalam membebaskan negara itu dari ketidakpastian pasar minyak.
Keberhasilan pemerintah Brazil dalam mengembangkan bioethanol patut kita tiru, jangan sampai terjadi krisis energi yang semakin parah baru pemerintah kita serius dalam mengembangkan bioethanol ini.
Jika melihat kekayaan sumber daya alam negeri ini, Indonesia sebetulnya tak perlu dipusingkan dengan bahan bakar minyak (BBM). Negeri ini memiliki sumber daya energi yang melimpah. Namun, ketersediaan energi tersebut baru bisa dinikmati generasi selanjutnya jika tidak dikelola dengan baik. Apa lagi 85% energi di Indonesia dikelola oleh pihak asing, selebihnya 25% dikelola oleh Pertamina.
Ketahanan energi, khususnya BBM merupakan salah satu faktor krusial dalam ketahanan nasional sehingga wajar jika Menko Perekonomian Hatta Rajasa memberikan sinyal bahwa stok BBM Indonesia yang rata-rata hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri selama 20 hari saja rawan ketahanan energi.
Sebagai negara yang memiliki populasi penduduk dan luas wilayah dari Sabang hingga Merauke ketahanan energi mutlak diperlukan. Untuk menjaga ketahanan energi, pemerintah mesti mengelola pasokan dan permintaan energi dalam negeri. Kita saat ini sudah bukan negara pengekspor minyak, melainkan sudah menjadi negara pengimpor.
Pengembangan energi terbarukan membutuhkan dana besar. Selain itu, penjualan bahan bakar nabati sulit untuk mendapatkan pasar selama harga BBM masih terus disubsidi. Dengan harga keekonomian biofuel atau bahan bakar nabati (BBN) yang di atas Rp 9.500 per liter, pengguna kendaraan akan tetap menyerbu BBM bersubsidi. Di sinilah pentingnya strategi energi nasional.
Pemerintah dan DPR perlu duduk bersama untuk merumuskan strategi energi Indonesia untuk 50 tahun mendatang. Indonesia masih memiliki energi fosil seperti minyak, gas, dan batubara. Energi fosil, cepat atau lambat, akan segera habis terkuras. Minyak bumi tinggal 20 tahun, gas 50 tahun, dan batubara masih di atas 100 tahun.
Di Indonesia, sumber daya energi sebagai pendorong kesejahteraan masyarakat dicapai melalui dua peran, yaitu fungsinya sebagai sumber energi pendorong pembangunan dan industrialisasi serta fungsinya sebagai sumber devisa. Dengan demikian, keberlanjutan peran sumber daya energi sebagai pendorong kesejahteraan masyarakat diukus dari keberlanjutan perannya sebagai sumber energi dan sebagai penghasil devisa.
Negara kita yang terkenal memiliki berbagai sumber energi alternatif dalam jumlah yang cukup besar seperti gas, batubara, tenaga hydro, panas bumi, tenaga surya dan yang lannya. Investasi di bidang ini masih sangat perlu dikembangkan.
Dalam sebuah kesempatan, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyatakan, selama tiga tahun ke depan, pemerintah akan masih berfokus pada ketahanan pangan dan energi yang telah menjadi titik perhatian selama dua tahun terakhir.
“Khusus pangan, saya instruksikan kepada jajaran pemerintah untuk menjalankan dan mensukseskan program surplus beras 10 juta ton pada 2014. Semua harus kreatif dan aktif, pangan harus cukup dan tepat,” kata Presiden.
Sedangkan untuk ketahahan energi, Kepala Negara memberikan perhatian khusus pada upaya peningkatan produksi minyak dan gas, energi listrik, dan juga energi terbarukan seperti panas bumi. Salah satu hambatan dari pengembangan energi panas bumi justru datang dari daerah yang mengeluarkan aturan yang tidak mendukung.
Secara keseluruhan, sektor gas alam dan energi terbarukan memiliki potensi pengembangan yang luar biasa dalam mewujudkan ketahanan energi Indonesia di masa yang akan datang. Langkah-langkah dalam menyelamatkan negeri ini dari krisis energi harus didukung oleh pemerintah agar mampu berkembang.
Upayanya antara lain, kita harus menyadari bahwa kita terlalu tergantung pada minyak untuk menjalankan roda kegiatan bangsa. Meskipun peran minyak telah menurun pada tahun-tahun belakangan ini, minyak tetap mencakupi 30 persen dari total konsumsi energi primer di tahun 2011. Ketergantungan ini diperburuk dengan kemampuan penyulingan yang rendah dan menurunnya produksi minyak bumi yang membuat Indonesia menjadi net importir minyak.
Kita harus memiliki kebanggaan, karena Indonesia merupakan negara yang memiliki potensi panas bumi terbesar di dunia, 40 persen dari potensi geotermal dunia atau setra 28.000 MWe yang tersebar di 256 lokasi. Potensi panas bumi yang cukup besar itu menjadikan peluang bagi Indonesia untuk melepaskan diri dari ketergantungan terhadap bahan bakar fosil lain yang cenderung selalu mengalami kenaikan harga dan bersifat tidak ramah lingkungan. Sayangnya, baru 1.189 MWe energi panas bumi yang dimanfaatkan.
Panas bumi adalah panas yang berasal dari dalam bumi berupa energi panas yang terdapat pada batuan dan fluida (yang mengisi retakan-retakan dan pori batuan dalam bentuk air maupun uap) di dalam kerak bumi (crust). Energi panas ini di beberapa daerah dapat mencapai ke permukaan bumi, dapat berupa lava, mata air panas (hot spring), semburan air panas (geyser) dalam bentuk uap (fumaro), tetapi pada beberapa daerah lain, karena proses geologi, energi panas yang disebut panas bumi.
Keunggulan dari sumber daya panas bumi adalah sifatnya yang terbarukan dan ramah lingkungan, sehingga dapat menjadi energi andalan Indonesia di masa depan. Energi terbarukan merupakan energi yang memiliki laju produksi dan laju konsumsinya yang hampir sama. Dengan kata lain, energi terbarukan memiliki kemampuan memperbaharui diri sehingga tidak akan pernah habis.
Isu Lingkungan
Menurut Presiden Direktur dan CEO, Pertamina Karen Agustiawan, energi terbarukan mulai menjadi sorotan sejak krisis energi terjadi di Indonesia. Pertama, harga minyak meningkat. Menurut grafik Reuters Eco Wh, harga minyak mulai melambung pada tahun 2003 dan mencapai puncaknya pada 2008 (sekitar 145 US Dollars per Barrel).
Kedua, terbatasnya minyak itu sendiri. Sebab, energi fosil memang tidak dapat diperbaharui sehingga dapat habis bila kita gunakan terus menerus. Menurut data EIA (Energy Internasional Annual), sejak tahun 2004, produksi dan konsumsi minyak di Indonesia sudah berada dalam posisi yang sama. Artinya, sejak itu pula, Indonesia telah menjadi importir minyak.
Isu lingkungan pun menjadi alasan kita memalingkan wajah kepada energi terbarukan. Kala ini, pemanasan global menjadi isu yang sangat hangat. Pemanasan global menyebabkan berbagai dampak lingkungan seperti: hujan asam, naiknya temperatur bumi, perubahan iklim, kabut, dan lain – lain.
Untuk mengatasi masalah pemanasan global, energi terbarukan harus segera digunakan secepat mungkin. Energi terbarukan terdiri dari : surya, angin, bio, hydro, geotermal, laut, dan lain-lain. Memang, setiap energi tersebut memiliki kelemahan dan kekurangan. Seperti, Indonesia memiliki laju angin yang rendah sehingga efisiensi turbin, angin akan rendah. Namun, apabila pemerintah mau mengkombinasikan semua itu Indonesia akan mampu mencukupkan sebagian besar energinya dengan menggunakan energi terbarukan.
Sampai sekarang pemakaian energi terbarukan masih tergolong sangat rendah sekali. Panas bumi, salah satu energi yang memiliki potensi paling besar di Indonesia sebagai contoh. Panas bumi merupakan energi yang potensinya sangat tinggi di Indonesia. Energi ini memiliki massa jenis energi yang tinggi, berkelanjutan, tidak dapat diekspor, serta Indonesia memiliki 40 persen energi Geotermal dunia sekitar 28.258 MW (Badan Geologi, KESDM, 2009).
Bayangkan, 28.258 MW untuk kita gunakan sendiri. Pembangkit yang baru terpasang sekitar 1.189 MW dari (4 persen nya) dari potensi pembangkit yang terpasang sekitar 3.292 MW (Badan Geologi, KESDM, 2009) ditambah pemakaian langsung lain yang masih kecil. Sekitar 71% dari konsumsi energi primer di Indonesia selama 2011 adalah hidrokarbon. Tren dalam menggunakan hidrokarbon seperti minyak, gas dan batubara diprediksi akan tetap mendominasi energi konsumsi kita di masa depan. Kita harus menyadari bahwa di level konsumsi kita saat ini, sumber-sumber daya ini bisa segera habis.
Intensitas karbon seperti ini tidak hanya akan menyebabkan risiko yang serupa dengan ketergantungan pada minyak, namun juga kekhawatiran akan polusi berlebihan dan emisi gas rumah kaca. Contohnya, meningkatnya emisi dapat meningkatkan tekanan internasional untuk mengurangi level emisi karbon berlebihan, seperti yang dapat kita lihat di Cina dan India. Secara domestik, ketergantungan pada minyak dan gas akan memperburuk polusi di kota-kota besar, seperti Jakarta.
Oleh karena itu, energy mix seperti ini tidak dapat berlangsung dalam jangka panjang. Kita harus melakukan sesuatu untuk mendiversifikasikan energi mix dan mengurangi konsumsi hidrokarbon. Generasi masa depan kita tidak seharusnya menanggung akibat dari ketiadaan tindakan kita hari ini. Pemerintah Indonesia mengakui bahwa cepat atau lambat Indonesia dan seluruh dunia harus meninggalkan minyak mentah sebagai sumber listrik utama.
Karen Agustiawan menambahkan, bahwa pengurangan beban subsidi bahan bakar juga akan membantu masyarakat kita untuk hidup lebih baik karena dana-dana lebih tersedia dalam membantu mereka mencapai kemajuan berkualitas. Subsidi bahan bakar hanyalah kelegaan sesaat bagi beban hidup mereka. Dalam jangka panjang, tindakan-tindakan yang lebih berdampak seperti kebijakan edukasi, infrastruktur untuk bisnis dan kehadiran layanan kesehatan yang terjangkau akan jauh lebih meningkatkan kualitas hidup bangsa Indonesia.
Mulai hari ini, kita harus mengurangi ketergantungan pada minyak dengan mengembangkan sektor gas alam dan gas nonkonvensional, melakukan diversifikasi energi mix kita dengan percepatan rencana untuk mengeksplorasi sumber-sumber energi terbarukan serta mengurangi beban subsidi minyak dan mengalokasi dana-dana tersebut ke area-area yang lebih penting. Dengan upaya ini, kita dapat mewujudkan ketahanan energi. Potensi energi terbarukan yang ramah lingkungan diharapkan dapat meredam dampak pemanasan global di masa yang akan datang.
Penulis adalah kontributor SWATT Online di Medan, Sumatera Utara.