Pemerintah Indonesia selama ini mengalami kesulitan untuk membawa koruptor yang bersembunyi di Singapura. Hal ini dikarenakan Singapura terkesan melindungi para koruptor, karena negara singa itu tak mau meratifikasi perjanjian ekstradisi dengan Indonesia.
Di sisi lain, posisi tawar pemerintah Indonesia terlalu lemah terhadap Singapura. Wakil Ketua DPR Pramono Anung pun memberikan solusi agar Singapura mau meratifikasi perjanjian ekstradisi.
“Kita buat saja peraturan agar setiap WNI yang menaruh harta maupun propertinya di Singapura dikenai pajak 50 %. Biar WNI kita yang kaya mikir dua kali kalau mau menanamkan uangnya di sana,” ujar Pramono kepada wartawan di gedung DPR, Senayan, Jakarta, Jumat (1/6/2011).
Menurut Pramono selama ini banyak orang kaya Indonesia yang berinvestasi di Singapura. Singapura juga sangat bergantung dari Indonesia atas investasi dari orang-orang Indonesia.
“Kalau pajak dibuat tinggi, maka Singpura akan kesulitan karena pembangunan di sana karena orang kita juga. Dan pajak ini bisa dijadikan posisi tawar agar Singapura mau membuat perjanjian ektradisi. Kita bisa tekan Singapura soal ekstradisi lewat pajak,” terangnya.
Hal ini, menurut Pramono sekaligus untuk mempermudah instruksi Presiden SBY kepada Kapolri untuk menangkap dan membawa pulang Nazaruddin. Bila Pemerintah Indonesia tidak memiliki posisi tawar yang kuat terhadap Singapura, maka perjanjian ekstradisi sulit terealisasi.
“Yang namanya perintah presiden itukan Sabdo Pandito Ratu, artinya harus dilaksanakan. Kalau perintah penangkapan ini tidak bisa, maka ini akan semakin menambah banyak instruksi presiden yang tidak terealisasi,” imbuhnya. |dtc|