
Polisi akhirnya berhasil membekuk preman kelas kakap, John Refra alias John Kei di Hotel C’One, Pulo Mas, Jakarta Timur.
John Kei ditangkap polisi atas kasus pembunuhan bos PT Sanex Steel, Tan Hari Tantono alias Ayung di kamar 2701 Swiss-Belhotel, Jakarta Pusat, pada 17 Februari 2012 lalu, di mana dari hasil rekaman CCTV di hotel tersebut menunjukkan dia sedang berada di lokasi.
Pada saat ditangkap di Hotel C’one, John Kei bersama Alba Fuad, artis era 80-an usai mengkonsumsi sabu-sabu. Hal ini diperkuat ketika polisi kedapatan menemukan bukti berupa bong isap. John Kei sempat melawan ketika dibekuk, hingga akhirnya polisi memuntahkan timah panas ke betis sebelah kanan.
Beberapa catatan hitam kerap dilakukan John Kei. Di antaranya dia pernah menebar catatan berdarah pada tahun 2004 lalu, di mana kelompok John Kei bentrok dengan kelompok Basri Sangaji. Akibat peristiwa ini setidaknya dua orang tewas, dan disusul Basri yang kemudian ikut tewas pula pada 12 Oktober 2004.
Tidak hanya itu, bentrokan kelompok John Kei kian meraja lela dan membuat masyarakat panik, terlebih bentrok berdarah yang terjadi di Klub Blowfish, Wisma Mulia, Jakarta pada 4 April 2010. Dan, bentrokan di depan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan saat sidang kasus Blowfish yang menyebabkan tiga orang tewas.
Sama halnya dengan kelompok John Kei, beberapa selang hari kemudian bentrokan berdarah antarkelompok preman kembali terjadi. Kali ini kelompok preman sampai berani bentrok di rumah duka RSPAD Gatot Subroto, Jakarta Pusat, Kamis, 23 Februari 2012.
Mereka datang menggunakan delapan mobil, tiga mobil pribadi dan lima taksi. Secepat kilat mereka menyerang sejumlah orang yang sedang melayat Bobby Sahusilawane yang meninggal karena penyakit kanker di RSPAD. Akibat serangan dadakan itu, empat pelayat mengalami luka dan dua orang lainnya meninggal dunia.
Sejauh ini sembilan orang yang diduga penyerang sudah ditangkap polisi. Dugaan sementara polisi, penyerangan yang terjadi di RSPAD itu terkait bisnis utang narkoba.
Tentu saja dari peristiwa penyerangan yang mengerikan itu semakin membuat masyarakat semakin resah. Apalagi di tengah kondisi ini tingkat kriminalitas di Jakarta kian meningkat, mulai dari pemerkosaan di dalam angkot, pembunuhan sadis, serta perampokan mesin ATM yang makin marak.
Sejumlahkalangan memunculkan wacana agar penembak misterius (Petrus), seperti saat “orde baru (Orba) kembali diberlakukan kembali. Petrus (operasi clurit) adalah suatu operasi rahasia dari Pemerintahan Suharto pada tahun 1980-an untuk menanggulangi tingkat kejahatan yang begitu tinggi pada saat itu.
Masalah Petrus memang jadi berita hangat, ada yang pro dan kontra, baik dari kalangan hukum, politisi sampai pemegang kekuasaan.
Namun kini kebijakan perlu atau tidaknya Petrus di Indonesia diberlakukan lagi semuanya tergantung kepada Polri. Karena kewajiban Polri dan aparat keamanan terkaitlah yang memberi rasa aman, nyaman, dan damai di negeri tercinta ini.
Apalagi, tingkat kriminalitas berupa kekerasan dan kejahatan di Jakarta dari waktu ke waktu, dan tahun ke tahun kian meningkat.| Redaksi SOL