
Jakarta – Pelaku pencurian 6 piring oleh Rasminah atau pencurian segenggam merica yang ditahan aparat penegak hukum mengusik rasa keadilan masyarakat. Guna mencegah hal serupa terulang, Mahkamah Agung (MA) memerintahkan hakim dilarang menahan terdakwa kasus-kasus pencurian ringan tersebut. Tapi bagaimana jika yang menahan polisi dan kejaksaan?
“Presiden harus turun tangan untuk mencegah penahanan yang dilakukan oleh polisi dan jaksa,” kata ahli hukum pidana Universitas Islam Indonesia (UII), Yogyakarta, Dr Mudzakkir saat berbincang dengan wartawan, Rabu (29/2/2012).
Turun tangannya Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yaitu dengan mengadopsi Peraturan MA Nomor 2/2012 menjadi Peraturan Pemerintah Pengganti UU (Perpu). Yaitu mengubah batasan nilai kerugian pencurian ringan dari Rp 250 menjadi Rp 2,5 juta. Dengan Perpu itu, maka akan kasus seperti Rasminah cs tidak sampai ditahan tetapi tetap diancam hukuman penjara maksimal 3 bulan saja.
“Kalau dengan membuat Perpu mengubah pasal 364 KUHP, maka polisi dan jaksa harus tunduk. Kalau MA yang membuat kebijakan hanya berlaku bagi hakim saja,” ujar Mudzakkir. Apalagi jika mengingat penahanan terdakwa pencurian ringan sebagian besar dilakukan oleh polisi dan jaksa. Sehingga perlu Presiden SBY harus secepatnya mengeluarkan Perpu agar kasus Rasimah cs tidak terulang.
“Apa susahnya membuat Perpu? Cuma mengubah 1 pasal lalu diketik di atas 2 lembar kertas. Tidak sampai 1 jam sudah jadi,” paparnya. Seperti diketahui, KUHP diberlakukan pada tahun 1856 di zaman kolonial Hindia Belanda. Saat itu kerugian di bawah Rp 25 dianggap sebagai tindak pidana pencurian ringan. Seiring zaman, pada 1960 diubah menjadi maksimal Rp 250 rupiah lewat Perpu.
Kini setelah 50 tahun, MA membuat kebijakan yaitu hakim yang memeriksa terdakwa kasus pencurian ringan dengan kerugian kurang dari Rp 2,5 juta tidak perlu ditahan. “Tidak perlu lama-lama, cukup sidang sehari,” kata Ketua MA Harifin Tumpa pada Selasa kemarin. |dtc|