Perda Rencana Tata Ruang dan Tata Wilayah (RTRW) Jakarta yang membolehkan pantai Jakarta diuruk untuk menjadi sebuah daratan baru dinilai menyalahi cacat hukum. Sehingga sangat tepat jika Perda tersebut diajukan ke Mahkamah Agung (MA) untuk dibatalkan.
“Perda tersebut mempunyai 3 cacat. Pertama cacat ekologis,” kata ahli hukum lingkungan, Universitas Airlangga, Surabaya, Suparto Wijoyo saat berbincang dengan wartawan, Senin, (12/9/2011).
Cacat ekologis tersebut bisa terlihat dari fakta bahwa reklamasi ini akan mengakibatkan musnahnya lingkungan pantai Jakarta. Tidak hanya itu, air hujan juga tidak bisa terbuang ke laut sehingga banjir selalu mengancam setiap musim penghujan. Serta ancaman ekologi lainnya.
“Pemahaman ekologi ini lalu dibungkus menjadi fakta yuridis,” terangnya. Cacat kedua yaitu cacat sosiologis. Dimana reklamasi tidak memberikan manfaat bagi masyarakat menyeluruh. Reklamasi hanya menguntungkan segelintir pihak semata.
“Sedangkan cacat terakhir adalah cacat demokrasi. Apakah sudah ada polling yang mensurvei, berapa orang setuju reklamasi? Siapa yang setuju adanya reklamasi?” tanya Suparto.
Berdasarkan 3 cacat itu, maka seharusnya MA membatalkan Perda tersebut. Cara lain untuk mencegah terjadinya reklamasi secara besar-besar itu adalah menguatkan peran pemerintah pusat. Karena reklamasi harus mempunyai izin analisis sampak lingkungan (Amdal) dan izin lingkungan lainnya.
“Bukan berarti dengan dibolehkannya reklamasi pantai Jakarta dalam Perda, lalu seenaknya Pemprov DKI Jakarta menguruk pantai. Masih harus dengan proses Amdal, yang dikeluarkan pemerintah pusat yaitu Kementerian Lingkungan Hidup,” tuntas Suparto. |dtc|