Jakarta – RI dan Malaysia telah menjalin nota kesepahaman terkait perbatasan di Tanjung Datu, Kalimantan Barat dalam Outstanding Boundary Problems (OBP) tahun 1978. Pemerintah RI harus bersikap tegas terhadap Malaysia soal patok batas dan status quo di wilayah Tanjung Datu.
Menurut guru besar hukum internasional dari Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FH UI) Hikmahanto Juwana yang harus dilakukan pemerintah, pertama, melihat di lapangan apakah Malaysia telah membuat patok-patok sesuai koordinat yang ada dalam MoU 1978.
“Bila sudah dilakukan pemasangan patok oleh Malaysia maka Pemerintah harus tegas meminta dibongkar patok-patok tersebut. Hal ini karena koordinat yang telah disepakati dalam MoU 1978 belum mengikat dan menjadi referensi perbatasan di OBP Tanjung Datu,” ujar Hikmahanto dalam rilis yang diterima, Rabu (12/10/2011).
Pemerintah RI, imbuhnya, harus meminta pemerintah Malaysia untuk menghormati status quo dan menganggap belum ada yang konklusif terkait dengan koordinat perbatasan. Oleh karenanya patok harus dibongkar.
Hikmahanto menegaskan, nota kesepahaman atau MoU bukanlah perjanjian perbatasan antara Malaysia dan Indonesia, bahkan MoU belum pernah disahkan oleh DPR. Menurut UU Perjanjian Internasional terkait perjanjian tapal batas untuk berlaku efektif maka harus ada pengesahan DPR.
Kedua, pemerintah RI harus meminta agar pemerintah Malaysia bersedia untuk melakukan survei dan merundingkan kembali titik-titik koordinat karena ada perkembangan di Indonesia yang tidak memungkinkan koordinat-koordinat tersebut dijadikan dasar bagi perjanjian perbatasan kedua negara.
“Koordinat yang disepakati MoU 1978 sudah dapat dipastikan akan ditolak oleh publik dan DPR,” jelas dia. Ketiga, bila pemerintah Malaysia menolak untuk merundingkan kembali maka pemerintah Indonesia sebaiknya juga tidak melakukan sesuatu apa pun. Pemerintah tidak perlu merengek untuk dibuka kembali perundingan.
“Memang masalah ini akan menjadi diambangkan. Tetapi dari sisi kepentingan nasional lebih baik diambangkan daripada disepakati MoU 1978 sebagai titik koordinat perbatasan negara. Dengan diambangkan maka Indonesia akan tetap bisa mengklaim kedaulatan di OBP Tanjung Datu,” tandas Hikmahanto. |dtc|