Gerakan Non Blok (GNB) didirikan bagi negara-negara yang tidak berpihak saat perang dingin Amerika Serikat (AS) – Uni Soviet. Usai perang dingin berakhir, GNB harus menjadi gerakan moral dan senjata bagi isu-isu internasional.
“Menurut saya, pelajaran terbaik dari masa lalu dan masa depan kita adalah, gerakan kita tidak hanya cukup untuk menjadi gerakan moral. Hati nurani kita juga jarus menjadi senjata dan kita bisa dengan efektif menggunakannya dalam isu-isu internasional,” ujar Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Hal itu disampaikan SBY dalam pidato pembukaan Konferensi Tingkat Menteri (KTM) ke-16 dan Peringatan 50 Tahun Gerakan Non Blok di Grand Hyatt Hotel, Nusa Dua, Bali, Rabu (25/5/2011).
SBY mengingatkan, pada awal-awal terbentuknya GNB pada 1961 hanya ada 25 negara anggota. Namun kini anggotanya bertambah menjadi 118 negara dan akan terus bertambah. SBY menambahkan, GNB memiliki kekuatan dari jumlah anggotanya, 118 negara.
“Namun bagaimana kita mengubah kekuatan itu (118 negara) menjadi pengaruh kolektif? Ukuran dari GNB sendiri otomatis bisa diterjemahkan sebagai kekuatan. Ini adalah bobot pencapaian politik dan sosial-ekonomi kita, kualitas dari aktivitas dan kekuatan ide kita yang pada akhirnya menentukan kesuksesan GNB,” jelas SBY.
Pelajaran lainnya, imbuh SBY, konfrontasi untuk mengatasi masalah antarnegara bisa berhasil, namun ada waktu-waktu ketika kerja sama mencapai hasil lebih baik. GNB, selain menjadi gerakan juga bisa mencarikan solusi.
“Dan hari-hari ini solusi terbaik adalah melalui keterlibatan dan kerjasama internasional,” jelasnya.
Intinya, jelas SBY, tiap organisasi internasional dan regional telah mengadaptasi tatanan politik dan ekonomi global yang baru. Telah terbukti pada NATO, Bank Dunia, IMF, OPEC, APEC, ASEAN dan lainnya, termasuk GNB.
“Kita telah melangkah pada dekade kedua, Abad 21 yang berbeda dari masa 1960-an saat gerakan ini didirikan. Kita belum memiliki nama bagi dunia baru ini. Apapun kita menyebutnya, jelas bahwa dunia ditandai oleh pergeseran kekuasaan yang cepat. Pusat kekuatan ekonomi, militer dan diplomatik baru telah muncul. Mereka mengubah keseimbangan dunia,” jelasnya.
SBY menambahkan, keseimbangan dunia ini juga ditambah dengan dunia yang makin padat dan kompleks. Ada media, LSM, masyarakat sipil, sektor swasta dan individu yang telah menemukan kemampuannya, sumber daya dan pengaruhnya. |dtc|