
Jakarta – Penangkapan terhadap ratusan orang peserta Kongres Rakyat Papua III dan pengejaran terhadap yang melarikan diri, merupakan upaya aparat keamanan menegakkan hukum di wilayah NKRI. Upaya seperti demikian juga berlaku di negara-negara lain dan tidak tepat dituding sebagai tindak pelanggaran HAM.
Demikian tegas Presiden SBY menanggapi Amesty International yang meminta pembebasan ratusan orang yang ditangkap di Papua. Penegasan itu dia sampaikan ketika membuka rapat kabinet paripurna pertama KIB II hasil reshuffle di Kantor Sekretariat Negara, Jl Majapahit, Jakarta, Kamis (27/10/2011).
“Di New York, ratusan orang juga ditangkap karena menutup jalan. Ratusan orang di Inggris juga ditangkap karena tindakan melawan hukum,” ujar SBY memberikan perbandingan.
Presiden menegaskan, sejak awal pemerintahannya pada 7 tahun lalu, pola pendekatan terhadap di Papua telah dievaluasi dan diperbaiki. Tidak lagi menggunakan pendekatan keamanan seperti yang berlaku dalam pemerintahan-pemerintahan sebelumnya, melainkan pendekatan pembangunan peningkatan kesejahteraan warga masyarakat.
Wujud dari perubahan pola pendekatan tersebut adalah penerbitan payung hukum pembentukan Majelis Rakyat Papua pada seratus hari pertama pemerintahannya periode 2004-2009. Mulai 2007 hingga sekarang melakukan program percepatan pembangunan di Papua dan Papua Barat yang pelaksanaannya mencakup hingga tingkat desa di dua provinsi tersebut.
“Hingga sekarang pemerintah pusat mengalokasikan anggaran desentralisasi untuk Papua yang nilainya naik signifikan. Banyak lagi yang akan kita lakukan dengan tujuan ketertinggalan bisa segera diatasi. Anggarannya tidak kecil agar Papua dapat kita bangun menuju masa depan lebih baik,” papar SBY.
Realitasnya, aksi separatisme dan gangguan keamanan masih saja terjadi di Papua dan Papua Barat. Namun pemerintah tidak lagi menggelar operasi militer besar-besaran di Papua. Keberadaan aparat TNI dan Polri di Papua adalah hal yang wajar sebagai bagian penegakan hukum, menjaga ketertiban wilayah, pertahankan keutuhan NKRI dan kedaulatan negara.
“Kalau ada aparat yang melanggar hukum dalam menjalankan tugasnya, kita berikan sanksi. Tapi kalau ada pihak lain yang melakukan pelanggaran hukum, tentu hukum kita tegakkan,” tegas SBY.
Lebih lanjut Presiden SBY memerintahkan kepada Menko Polhukam Djoko Suyanto menjelaskan kebijakan dasar Pemerintah RI mengenai Papua kepada pihak-pihak di dalam dan luar negeri yang menuding terjadinya pelanggaran HAM di Papua. Pemerintah RI selalu terbuka untuk memberikan penjelasan dan dialog dengan siapa saja mengenai kebijakan yang diterapkan di Papua dan Papua Barat.
“Saya harap Menko Polhukam melakukan dialog dengan mereka, jelaskan kebijakan dasar kita agar tidak terkadi salah persepsi,” ujar SBY. |dtc|