Operasi Patuh Jaya yang digelar Polda Metro Jaya mulai Senin 11 Juli 2011 lalu juga akan menilang pejalan kaki yang menyeberang tidak pada tempatnya, baik zebra cross maupun jembatan penyeberangan orang (JPO). Namun, memimpikan JPO yang bersih, nyaman dan aman di Jakarta ini bak utopia.
Bisa dimengerti maksud Polda Metro Jaya yang ‘memaksa’ pejalan kaki untuk tertib menyeberang di zebra cross atau JPO, demi keselamatan mereka sendiri. Apalagi, semakin banyak bus TransJakarta yang beroperasi di busway baik yang berseparator maupun tidak.
Kasus yang sering terjadi, banyak penyeberang jalan tertabrak bus TransJ karena menyeberang tidak lewat JPO. Catatan detikcom, beberapa titik yang sering terjadi bus TransJ menabrak pejalan kaki di antaranya kawasan Jalan Mampang Prapatan – Warung Buncit- Jakarta Selatan; Kalideres, Grogol dan Daan Mogot-Jakarta Barat; Jalan Jatinegara Barat-Jakarta Timur.
Bahkan tak cuma bus TransJ, pejalan kaki juga rawan menjadi ‘mangsa’ bagi pengendara kendaraan bermotor yang turut tak tertib, seperti sepeda motor bahkan angkutan kota seperti Kopaja atau Metro Mini, yang cara mengemudinya lebih suka ‘drifting’, meliuk-liuk dan ugal-ugalan karena dikejar setoran.
Lantas, apakah dengan menaiki JPO akan terhindar dari celaka? Mungkin para pejalan kaki akan terhindar dari terjangan kendaraan bermotor. Namun, terkadang di beberapa JPO pejalan kaki harus melenggang tak nyaman karena di atas JPO berjajar para pedagang kaki lima, contoh di JPO Bendungan Hilir, JPO ITC Cempaka Mas, JPO Polda Metro Jaya.
Karena beberapa titik JPO terdapat PKL karena tempatnya yang strategis, pada jam-jam padat, lalu lintas orang di JPO itu pun tak lancar. Kondisi ini dimanfaatkan tangan-tangan jahil alias copet, menggerayangi tas para pedestrian yang lengah.
Sebaliknya, bila kondisi JPO itu sepi, pejalan kaki memang bisa melenggang dengan nyaman, namun tak berarti aman. Kondisi itu diperparah dengan penerangan di JPO tak berfungsi maksimal. Maka, tak heran bila Anda pernah mendengar seseorang dirampok, bahkan ditusuk di atas JPO. Eksibisionis (orang kelainan jiwa yang suka memamerkan alat vitalnya) juga didapati pernah nongkrong di JPO, alhasil pejalan kaki pun juga menghadapi ancaman pelecehan seksual.
Dengan kondisi seperti ini, Pemprov DKI Jakarta bukannya tak bertindak. Beberapa kali Satpol PP menertibkan PKL di JPO itu. Namun penertiban itu ibarat penyakit kambuhan.
Sepertinya, bukan cuma pejalan kaki yang menjadi obyek penderita, JPO-nya sendiri terkadang menjadi obyek kriminal. Mereka mencuri, utamanya, pelat besi dan paku seperti JPO yang merangkap halte busway sehingga membuat JPO berlubang dan berbahaya bagi pengguna. Tangan-tangan tak bertanggung jawab itu terkadang sudah keterlaluan. Ibaratnya, baru hari ini diperbaiki, besoknya sudah dicuri lagi.
Beberapa pakar transportasi menyarankan Pemprov DKI untuk melengkapi JPO dengan CCTV. Namun menurut pengamatan detikcom, CCTV hanya dipasang di depan loket tiket bus TransJakarta, dan memantau orang-orang yang keluar masuk peron busway, bukan pada pejalan kaki di JPO.
Hal ini berbeda ketika detikcom berjalan kaki di JPO di Kota Surabaya, tepatnya JPO di Jalan Gubernur Suryo, dekat SMA 6, Surabaya, beberapa waktu lalu. Di situ terlihatpapan pengumuman putih di salah satu bagian jembatan (lihat foto,red). Intinya, pejalan kaki diinformasikan bahwa JPO tersebut dilengkapi dengan CCTV, alat penghitung orang, nomor telepon darurat, nomor rumah sakit dan kantor polisi terdekat.
Seharusnya, apa yang ada di JPO di Surabaya itu bisa dilakukan Pemprov DKI Jakarta bila ada kemauan. Perkembangan terakhir, Dinas Perhubungan DKI Jakarta berjanji akan terus membangun fasilitas JPO ini tiap tahunnya.
“Pasti ada penambahan tiap tahun di masing-masing wilayah, tiap tahun sekitar limalah,” ujar Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Udar Pristono, di Gedung Balaikota DKI Jakarta, Jl Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, Senin (11/7/2011).
Pristono juga mengakui masalah penerangan JPO yang membuat rasa keamanan dan kenyamanan hilang. Namun menurutnya, terkait pemeliharaan JPO, pihaknya berkoordinasi dengan Dinas Energi dan Perindustrian.
“Terkait pemeliharaan itu ada dua tanggung jawabnya, kalau jalan protokol itu jasa marga, tapi sisanya DKI. Nah, kalau masalah penerangan kami kerja sama dengan dinas energi dan perindustrian. Mereka yang rawat lampu, kami JPO,” tandasnya.
Satu lagi, JPO itu tak bisa aman dan nyaman bila warga tak turut berpartisipasi merawat dan menunjukkan rasa memiliki. Tak usahlah hal yang besar, jangan buang sampah, meskipun bungkus permen, di atas jembatan itu sudah menunjukkan kepedulian. |dtc|