Badan Kehormatan (BK) DPR memanggil Sekjen MK Janedjri M Gaffar terkait dugaan pelanggaran pemberian cek yang dilakukan Nazaruddin. Dalam pemeriksaan itu, Janed mengaku menuturkan apa yang dialami apa adanya. Dia enggan menambah atau mengurangi karena yakin jika dicubit sakit maka janganlah mencubit.
“Iya yang saya sampaikan adalah apa yang saya alami, tidak saya tambah-tambah, tidak saya kurang-kurangi, itu fitnah namanya. Kalau dicubit sakit jangan mencubit,” kata Janedjri.
Berikut ini petikan wawancara dengan Janedjri usai memberikan keterangan di ruang BK DPR, Gedung DPR, Senayan, Jakarta (7/72011).
Apa hasil pemeriksaan Badan Kehormatan (BK) DPR?
Hasilnya saya menyampaikan apa yang saya alami. Hasilnya saya tidak boleh dong menyampaikan secara detail karena BK sendiri sidangnya tertutup. Yang disampaikan saya adalah apa yang saya alami. Terkait dengan Pak Nazaruddin saja.
Apakah ada yang menyangkut cek yang Pak Mahfud MD katakan?
Ya semuanya, apa yang saya lihat, apa yang saya dengar dan apa yang saya alami bersama Nazaruddin semuanya saya sampaikan.
BK mengatakan apa?
Ya BK menyampaikan terima kasih, karena saya dipanggil dalam kapasitas saya sebagai saksi untuk dimintai keterangan terkait dengan penegakan kode etik terhadap Pak Nazaruddin kan seperti itu posisinya.
Anda memberi data apa aja?
Yang saya punya cuma bukti tanda terima itu, kemudian saya buat kronologinya apa yang saya alami dengan Pak Nazar itu saja.
Itu memberatkan posisi Pak Nazar?
Enggak saya tidak mengarahkan ke situ. Saya hanya menyampaikan, menceritakan keterangan tentang apa yang saya alami dengan Nazaruddin. Nah persoalannya apakah itu akan menyudutkan Pak Nazar, saya rasa itu bukan kapasitas saya menjawab. Kan BK yang akan memproses. Tapi saya tidak ada berusaha menyudutkan. Tidak, tidak. Tidak ada menyudutkan. Saya apa adanya saja.
Iya benar dia pernah memberikan itu dan segera saya tolak. Saya katakan apa adanya, saya tolak setelah itu saya kembalikan ada tanda keterangannya.
Siapa yang mengembalikan saya katakan. Dan beberapa hari setelah itu ada telepon dari Pak Nazar terus saya speakerphone, karena saat itu saya sedang rapat. Kemudian ada yang hadir di sini. Salah satu teman saya tadi bertanya ‘benar tidak anda mendengar percakapan sekjen dan Pak Nazar’ dijawab ‘benar’. Seluruh kepala biro saya ada.
Berapa orang kepala biro?
Yang hadir 4, itu kepala bagian.
Kepala biro itu siapa?
Oh banyak, ada Pak Kepala Biro Umum, Kepala Biro Perencanaan, Keuangan, Kepala Biro Humas.
Saksi bapak pada saat pembicaraan dengan Nazaruddin, empat orang itu?
Mendengar percakapan saya karena saya speakerphone.
BK minta lagi kalau ada yang kurang?
Tidak ada. Tadi tidak disebutkan seperti itu.
Tidak ada permintaan lagi?
Tidak ada. Tapi ketika beliau, Pak Haposan menutup enggak ada masalah.
BK yakin info yang Anda berikan?
Kalau itu ke BK dong, bukan kepada saya. Saya hanya menyampaikan informasi data yang saya alami dengan Pak Nazar.
Perkara Pak Nazar membantah?
Kalau Pak Nazar, begini lho sederhana sekali. Pak Nazar itu, kita semua tahu ketika kasus awal ini mencuat ke permukaan beliau mengatakan tidak kenal saya, beberapa hari kemudian beliau mengatakan ‘saya tidak pernah memberi uang kepada Janed, kalau Janed bilang dia mengembalikan uang yang saya berikan’ berarti dia yang menyogok saya. Terus beberapa hari lagi berubah lagi keterangan Pak Nazar, bahwa uang yang diberikan kepada saya sepengetahuan pengurus partai. Ini mana yang saya harus ikuti komentarnya Pak Nazar.
Itu semua dibeberkan?
Sudah diketahui oleh BK, main ubah-ubah itu.
Jadi Anda hanya memberitahu yang Anda alami?
Iya yang saya sampaikan adalah apa yang saya alami, tidak saya tambah-tambah, tidak saya kurang-kurangi, itu fitnah namanya. Kalau dicubit sakit jangan mencubit.
Berapa pertanyaan yang diajukan?
Oh banyak sekali, sy tidak tahu berapa pertanyaan. Kan banyak anggota BK, semua bertanya.
Tegang tidak?
Oh kenapa mesti tegang. Ada masalah apa saya datang ke sini. Kan dengan kapasitas saya sebagai saksi dan saya bukan sebagai pengadu. Saya sebagai saksi dimintai keterangan.
Ditanya lagi tidak berapa kali ketemu Nazar?
Ya ditanya, kalau beberapa kali lebih dari satu kali. Tapi kalau sering enggak. Kalau beberapa kali seperti yang lainnya pun saya pernah bertemu kan, saya nggak ingat. Saya tidak menghitung kalau ketemu. Paling kurang lebih 3 kali. Itu pun pertama ketika ada kegiatan temu wicara MK dengan parpol kemudian ketika di DPR kan beliau anggota Komisi III.
Bukankah Nazaruddin jarang masuk?
Ya tapi kan kadang kala sebelum rapat ketemu dulu.
Apa yang akan dilakukan MK ke depannya?
Akan kita perketat. Saya sendiri bekerja dalam hal administrasi umum, nantinya pemohon tidak bisa bertemu dengan panitera atau panitera pengganti. Kita putus sama sekali mata rantai itu. Ada pemisahan pendistribusian.
Panitera kan tugasnya membantu hakim ya itu saja tugasnya. Kalau pemohon mau menambahkan bukti ya ada petugas penerimaan. Menambahkan petugas dan bukan pekerjaan panitera tapi petugas sidang. Yang menghubungi juru panggil. Hal itu sebenarnya sudah, tapi diperketat. Fungsi bertemu dengan pemohon jangan satu orang saja. Kita pecah agar sulit. Kita perketat.
Nah dalam kasus Nazaruddin, dia salah alamat. Kan saya hanya administrasi umum, bukan administrasi yudisial. Kalau memang dia ada niat ya seharusnya ke panitera wong semua dikerjakan panitera. Administrasi yudisial bukan saya, saya tidak tahu. Apa saja sih perkara yang masuk, saya saja tidak tahu.
Saya yakin dia tahu kalau tugas saya hanya di umum. Dia pintar, nggak bodoh masak lewat saya. Saya tidak tahu maksudnya. Waktu bertemu pimpinan KPK, mereka bilang itu sistem ijon. Jadi selama tidak ada apa-apa ya nggak apa-apa. Tapi kalau ada apa-apa, nah. Ya semacam balas budi.
Pernah berkomunikasi lagi dengar Nazar?
Pernah, tapi sebelum debat di Metro TV. Dia menghubungi saya minta tolong agar mengatakan dirinya tidak pernah menitip anggaran. Ya saya jawab memang dia tidak pernah nitip anggaran. Tapi dalam perjalanan saya mikir ini pasti terkait uang itu. Nazaruddin cerita dia sedang dalam perjalanan ketemu dengan Pak Ketum PD Anas.
Dia minta kalau dia telepon lagi, saya bilang Nazaruddin tidak pernah titip anggaran. Tapi kalau ditanya apakah Nazarudin memaksa atau menekan saya ya enggak. Karena memang tidak.
Terus dia telepon lagi, waktu itu saya lagi rapat. Ada Prof Saldi Isra dan dia bilang jangan diangkat. Semenjak itu saya tidak pernah angkat. Telepon itu terjadi sebelum lapor KPK tapi sudah masuk ke Dewan Kehormatan Demokrat.
Kenal sejak kapan?
Saya kenal 2008. Ada acara Demokrat, ketemu Mas Anas. Nazaruddin duduk terus dikenalkan sama saya. |dtc|