Sekjen Partai Pemersatu Bangsa (PPB) Irzen Octa (50) tewas setelah mengecek tagihan kartu kredit di Citibank Cabang Menara Jamsostek, Jakarta Selatan. Polisi pun diminta membongkar mafia sistem penagihan kartu kredit.
“Peristiwa ini bisa menjadi titik awal bagi polisi untuk segera membongkar mafia sistem penagihan kartu kredit yang melibatkan bank dan pihak bank,” ujar Koordinator Indonesian Crime Analyst Forum (ICAF) Pusat Jakarta, Mustofa B Nahrawardaya, dalam keterangan tertulisnya yang diterima detikcom, Jumat (31/3/2011).
Mustofa menduga, sejak diaturnya sistem penagihan oleh pihak ketiga melalui Peraturan Bank Indonesia (PBI) maupun Surat Edaran Bank Indonesia (SEBI), banyak terjadi pelanggaran hukum oleh para debt collector terhadap debitur bank. Meskipun begitu, pelanggaran hukum tersebut jarang sampai ke pengadilan karena kecilnya ancaman bagi pelaku. Meski begitu, bukan berarti polisi tidak bisa memenjarakan pelaku penagihan.
“Memang tidak diatur secara khusus tentang kerja debt collector, dalam UU yang ada di Indonesia, namun pihak bank memungkinkan untuk menyewa pihak ketiga guna membantu menyelesaikan persoalan tagihan,” lanjutnya.
Meski demikian, tak serta merta tukang tagih bisa semena-mena terhadap debitur. Begitu juga bank yang mengeluarkan kredit, tidak bisa lepas tangan terhadap akibat hukum dari kerjasamanya dengan pihak ketiga.
Mustofa menilai, seringkali debt collector berlaku berlebihan dalam menjalankan pekerjaan. Selain menjauhi norma kesusilaan dan etika, kadang debt collector tidak menghormati hukum.
“Untuk menjatuhkan mental debitur, debt collector kelas kacang, biasanya sengaja membuat keributan di depan umum dengan debitur, marah-marah di depan rumah debitur, menggedor-gedor pintu dan memancing keributan agar tetangga-tetangga debitur mengetahui persoalan,” tutur Mustofa.
Dia berpendapat, perbuatan yang dilakukan para debt collector tersebut rawan melanggar pasal 310 KUHP tentang penghinaan dan pasal 335 KUHP tentang perbuatan tidak menyenangkan. Dengan demikian, maka debitur bisa melaporkan ulah debt collector ini. Bahkan tetangga debitur juga bisa melaporkan ulah debt collector apabila dirasa mengganggu ketertiban.
Dalam pandangan Mustofa, penagihan kartu kredit berlebihan. Akibatnya, sangat banyak korban karena modus dan operasi penagihan menggunakan tata cara yang buruk dan tidak menggunakan langkah hukum.
“Baik pihak bank maupun pihak debt collector, seakan TST alias tahu sama tahu untuk bertindak demikian. Aparat pun terkesan tidak pernah serius menanggapi keluhan debitur korban debt collector. Alhasil, meskipun banyak korban, tetap saja para debt collector bebas mengulangi perbuatannya,” imbuh dia.
Mustofa pun mengajak masyarakat agar tidak mudah tergiur bujuk rayu agen kartu kredit. Dia berarguman, kondisi finansial yang lebih sekali pun, bukan berarti aman dari jebakan kartu kredit.
“Debt collector akan banyak memiliki akal licik untuk memeras dan mengeruk keuangan anda, apabila ada satu kesalahan anda meskipun kecil,” cetusnya.
Dia beranggapan, itikad buruk sebagian oknum bank bisa dilihat dari cara mereka merekrut debt collector. Menurutnya, rata-rata debt collector yang sering kita lihat adalah orang-orang berperawakan keras dan kasar. Bahkan, debt collector itu tidak segan melakukan kekerasan psikis hingga menyebabkan jatuhnya korban.
“Polisi pun bisa menindak pihak bank, karena pada prinsipnya, kerjasama antara bank dan pihak penagih, baik pihak bank maupun penagih mesti mau menerima akibat hukum dari kerjasamanya tersebut,” ujar Mustofa.|dtc/tn|