Sertifikat yang menyatakan bahwa pemegangnya adalah ‘Angkatan Aceh Merdeka’ ditemukan menyebar di sejumlah kawasan Aceh Utara. Pihak Komite Peralihan Aceh (KPA) sempat menginterogasi enam orang yang memiliki sertifikat tersebut dan menyerahkan mereka kepada polisi. Informasi yang berkembang menyebutkan sertifikat itu diperjualbelikan seharga Rp 100.000-Rp 120.000/lembar.
Juru Bicara KPA Pase, Dedi kepada Serambi menginformasikan, pada Jumat (29/10) malam, pihaknya memeriksa enam orang di kawasan Panton Labu, Kecamatan Tanah Jambo Aye yang memiliki surat ‘Angkatan Aceh Merdeka”. Menurut pihak KPA, keenam orang itu diduga sedang melakukan pergerakan yang bisa mengganggu perdamaian Aceh. “Keenam orang itu kita serahkan ke Polres Aceh Utara bersama surat ‘Angkatan Aceh Merdeka’ agar diusut,” kata Dedi.
Menurut Dedi, kasus itu sebenarnya sudah ditemukan pihaknya sejak dua bulan lalu. Surat yang menyatakan seseorang itu sebagai ‘Angkatan Aceh Merdeka’ ditandatangani atas nama Wali Nanggroe PM Wilayah Batee Like, Sulaiman Idrus. Waktu itu KPA hanya menyita surat tersebut karena dianggap telah mencemarkan nama baik KPA sekaligus bisa merusak perdamaian. “Waktu itu pemegang surat itu sebatas diberi pengertian agar tidak terprovokasi dengan hal-hal yang bisa mengganggu perdamaian,” kata Dedi.
Selain mengingatkan masyarakat agar tidak terprovokasi, KPA juga melakukan penyitaan surat itu yang sudah menyebar di kawasan Sawang, Samudra Geudong, Lhoksukon, dan sejumlah wilayah lainnya di Aceh Utara.
Kronologi penangkapan
Dedi menceritakan, pada Jumat (29/10) malam, pihak KPA mendapati masyarakat berkumpul di Kota Panton Labu dan bersiap-siap untuk berangkat ke Banda Aceh guna memberikan dukungan kepada Ketua Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK-PBB) palsu, Prof Dr MTGT Nurdin Jalil SE SHO yang sedang menjalani proses hukum.
Melihat gelagat tak beres itu, pihak KPA mempertanyakan siapa yang memprakarsai mereka berangkat. Tiba-tiba, ada enam pria yang mengaku sebagai ‘Angkatan Aceh Merdeka’ dan merekalah yang mengajak warga tersebut ke Banda Aceh. Keenam pria itu memperlihatkan surat ‘Angkatan Aceh Merdeka’ berstempel basah yang dibuat dan dikeluarkan sejak 6 Mei 1999. “Malam itu juga kami serahkan keenam pria itu ke Polres Aceh Utara untuk kepentingan pengusutan,” ungkap Dedi.
Indikasi penipuan
Menurut penelusuran pihak KPA, surat yang menyatakan seseorang sebagai anggota ‘Angkatan Aceh Merdeka’ itu dijual seharga Rp 20.000/lembar. Masyarakat tergiur mendapatkan surat itu karena pemegangnya diiming-iming akan mendapatkan uang dari pemerintah sebesar Rp 40 juta/orang yang akan disalurkan pada 2011.
Dijelaskan Dedi, dari enam pria yang diserahkan ke polisi, dua di antaranya diduga bertugas menjual surat tersebut kepada masyarakat. Kedua orang ini berasal dari Jambo Aye dan Baktia. “Kami kecewa karena keenam orang itu sudah dilepaskan oleh polisi,” kata Dedi.
Terhadap temuan itu, KPA Pase meminta Gubernur dan Kapolda Aceh untuk menanggapinya secara serius. Karena, kata Dedi, bila dibiarkan tanpa tindakan apapun, ini akan jadi bom waktu yang bisa mengganggu perdamaian Aceh. “Sedangkan kepada masyarakat, termasuk anggota KPA kami minta tidak terpengaruh dengan berbagai isu dan iming-iming yang tidak jelas,” tegas Dedi.
Tak cukup unsur
Kapolres Aceh Utara AKBP Farid BE yang dihubungi Serambi, Sabtu (30/10) menyebutkan pihaknya baru mengumpulkan informasi dan melakukan interogasi terhadap keenam orang tersebut. Menurut Kapolres Aceh Utara, surat (selebaran) itu sejenis sertifikat yang dijual kepada masyarakat seharga Rp 100.000-Rp 120.000. Bagi pemegang sertifikat itu dijanjikan akan mendapatkan uang pada tahun 2011. Pihak kepolisian terus mendalami motif dari kelompok yang melakukan penyebaran selebaran tersebut. Namun Kapolres Aceh Utara membenarkan bahwa keenam orang tersebut telah dilepaskan karena tidak cukup unsur yang disangkakan oleh pelapor.
Sumber: serambinews.com