Selain mengurusi perusahaan yang bergerak di bidang wisata bahari dan perikanan, serta ‘harta karun dalam laut’, Laksamana Pertama (Purn) Urip Santoso juga aktif dalam berbagai organisasi, terutama yang berkaitan dengan kemaritiman, di antaranya di Forum Masyarakat Maritim Indonesia (FMMI), tempat berkumpulnya para penggiat maritim Indonesia.
Dia adalah sesepuh Forum Masyarakat Maritim Indonesia (FMMI), menjabat sebagai Ketua Dewan Pembina, didampingi Soeparno Prawiroadiredjo[1], sebagai Wakil Ketua Dewan Pembina. Di forum ini dia juga aktif sebagai Ketua Tim Pusat Gagasan Bina Sistem Maritim.(Selengkapnya perihal FMMI baca ‘FMMI, Forum Penggiat Maritim Indonesia’).
Ketika masih aktif berbisnis wisata bahari, dia pun merintis dan terlibat langsung mendirikan organisasi pariwisata GAHAWISRI (Gabungan Pengusaha Pariwisata Republik Indonesia). Dia membentuk Gahawisri itu bersama rekan-rekannya, antara lain Jerry Sumendap, yang didaulat menjadi Ketua Umum, Des Alwi menjadi Ketua 2 dan Sumendap (sudah meninggal). Urip sendiri menjabat Ketua 1.
Waktu pembentukan Gahawisri itu, Soesilo Sudarman[2] menjabat Menparpostel (Menteri Pariwisata, Pos dan Telekomunikasi), Kabinet Pembangunan V, 1988-1993. Urip mengenal Susilo Sudarman di California saat beliau masih menjabat atase pertahanan di KBRI, Washington. Juga mengenal Dirjen Pariwisata Joop Ave[3], 1988-1993, yang kemudian hari menjadi Menparpostel (1993-1998). Mereka juga dibantu Prof. Dr. Dimyati Hartono[4], bagian hukumnya, yang waktu itu juga bertugas di pariwisata.
Namun, kemudian Urip mengundurkan diri dari aktifitas organisasi pengusaha pariwisata ini, karena kesibukan di bidang usaha lain. Organisasi ini pun sempat mati suri. Sampai suatu ketika, dia didesak oleh orang-orang muda, kebanyakan alumni ITB untuk menghidupkannya kembali. Lalu tahun 2000, diadakan kongres dan seminar internasional di Hotel Grand Melia, Jakarta. Sponsor pun banyak. Gahawisri pun aktif kembali dengan pengurus baru. Urip didaulat menjadi Ketua Dewan Pembina.
Organisasi ini pun giat dalam berbagai kegiatan, termasuk dalam Sail Bunaken. Dalam kongres berikutnya, juga akan ada pergantian pengurus. Para pengusaha pariwisata muda yang terlibat di dalam organisasi itu masih meminta Urip tetap menjabat Ketua Dewan Pembina, karena mereka tahu dia yang merintis pembentukan Gahawisri. Namun, Urip mengatakan jangan, lebih baik memilih yang lebih muda! Di samping itu, katanya, I have time for other things.
Di samping aktif merintis, mendirikan dan mengurusi Gahawisri, Urip juga ikut mendirikan Asosiasi Persahabatan dan Kerjasama Indonesia-Portugal, disingkat APKIP (Indonesia – Portugal Friendship and Cooperation Association). Keterlibatannya bersama beberapa rekan dalam APKIP ini adalah didorong kepeduliannya pada sejarah. Karena Portugal, walaupun negaranya kecil sejarah maritimnya tebal.
Untuk mendirikan APKIP ini, dia menggandeng Alex Alatas dan Frans Seda[5] (kini keduanya sudah almarhum). Dari keduanya, yang paling aktif adalah Alex. Anggota badan pendirinya ada sembilan orang, di antaranya Urip sendiri. Dia pun diminta para pendiri itu untuk memimpinnya. Tapi sekarang sudah diserahkan kepada yang lebih muda dan potensial.
Kemudian, karena rekan dan relasinya tahu dia bergerak di bidang kemaritiman, dia pun diminta aktif sebagai senior advisor (penasihat) di Yayasan Pendidikan Maritim Indonesia (Indonesia Maritim Education Foundation) yang berkedudukan di Batam. Perjuangan pertama yayasan ini adalah pendirian Universitas Maritim yang sampai sekarang belum terlaksana.
Perjuangan kedua, Sea and Coast Guard. Hal ini sudah terwujud walaupun belum maksimal. Dia berharap Sea and Coast Guard bisa maksimal. Karena dia berpengalaman bergerak di laut maka dia tahu urusan laut masih amburadul. Sehingga orang yang mau investasi di laut menjadi takut. Belum lagi para pejabat di Kementerian Kelautan dan Perikanan, termasuk menterinya, kadang sok tahu laut. Begitulah jika orang yang tidak mengerti urusan laut, diserahkan memimpin urusan laut.
Selain itu, kumpulan alumni KIM (Koninklijke In den helder Marine), ada tujuh orang, mendirikan Centre for Maritim Indonesia. Dari tujuh orang itu, dua sudah pulang duluan yakni Sukono dan Sukiswo. Tinggal lima orang, termasuk Urip. Dari lima orang itu, satu sudah kena serangan strock, tak boleh kerja lagi. Dan, satu lagi, justru yang paling muda, sudah pula sakit-sakitan. Jadi tinggal tiga orang yang bisa aktif. Itu pun, satu orang sudah lebih banyak mengurusi gereja, sedangkan satu lagi sudah mulai sakit. “Ya mudah-mudahan saya nggak sakit-sakitan,” harap Urip.
Catatan:
- Soeparno Prawiroadiredjo, Dipl.Eng, lahir di Pasuruan, 4 Juni 1933. Setelah meraih gelar Diplom-Ingenieur Teknik Perkapalan dari Technische Hochschule Hannover, Jerman, 1960, dia memulai karir sebagai Engineering Superintendant di PT Pelni (1960-1962), Setelah itu, tahun 1962-1966, bertugas di Departemen Perhubungan Laut dengan menjabatan Kepala Direktorat Perkapalan dan Kepala Biro Pembangunan Perusahaan (pelayaran, industri kapal dan pelabuhan), 1962-1966. Kemudian, sejak tahun 1966-1988 (selama 22 tahun) menjabat Direktur Utama PT Kodja (Persero), ditambah selama empat tahun (1990-1994) menjabat Komisaris Utama) PT Kodja (Persero). Setelah berhasil mengembangkan bisnis PT Kodja (Persero), Soeparno dipercaya menjabat Direktur Jenderal Industri Mesin, Logam Dasar dan Elektronika, Departemen Perindustrian RI (1988– Maret 1994).
- Jenderal TNI (Purn) Soesilo Sudarman, lahir di Desa Nusajati, kecamatan Maos, Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah, tanggal 10 Nopember 1928. Wafat di Jakarta pada Kamis, 18 Desember 1997 dan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta. Jabatan terakhirnya adalah Menteri Negara Koordinator bidang Politik dan Kemanan RI pada Kabinet Pembangunan VI di era Orde Baru (1993-1998). Sebelumnya dia menjabat Menteri Pariwisata, Pos dan Telekomunikasi, kabinet Pembangunan V (1988-1993). Juga pernah menjabat sebagai Duta Besar RI untuk Amerika Serikat di Washington DC (18 Februari 1986 hingga 11 April 1988).
- Joop Ave, Press Officer Kelas Wahid. Lahir di Yogyakarta, 5 Desember 1934. Pria bertubuh tinggi besar dan membujang ini dikenal humoris, luwes dan sopan santun serta sangat teliti dan apik. Sebelum menjabat Direktur Jenderal Pariwisata (1988-1993) dan Menteri Pariwisata, Pos dan Telekomunikasi (1993-1998), dia lebih 20 tahun bergelut di bidang keprotokolan sehingga digelari press officer kelas wahid. Dia fasih berbahasa Inggris, Prancis, dan Jerman.
- Dimyati Hartono, Prof, Dr, bernama lengkap Muhammad Dimyati Hartono. Lahir di Malang, 3 Maret 1932. Seorang ahli hukum laut internasional yang meraih gelar Doktor Ilmu Hukum (International Law of The Sea) dari Fakultas Hukum Universitas Airlangga dengan predikat cum laude. Guru Besar Universitas Diponegoro ini pernah menjabat Direktur Pembinaan Hukum Internasional, Departemen Kehakiman Jakarta (1986-1988), Kepala Biro Hukum dan Organisasi Departemen Pariwisata Pos dan Telekomunikasi (1988) dan Staf Ahli Menteri Bidang Hubungan antar Lembaga (merangkap Kepala Biro Hukum dan Organisasi) Departemen Pariwisata Pos dan Telekomunikasi, 1989.
- Frans Seda (1926-2009), bernama lengkap Franciscus Xaverius Seda, ini salah seorang putera terbaik bangsa kelahiran Flores, Nusa Tenggara Timur, 4 Oktober 1926. Mantan Menteri Perkebunan (1963-1964), Menteri Keuangan (1966-1968) dan Menteri Perhubungan dan Pariwisata (1968-1973) ini seorang politisi, tokoh gereja, pengamat politik dan pengusaha Indonesia yang berdedikasi dan intergritas tinggi kepada kemajuan dan kesatuan Indonesia. Meninggal Kamis 31 Desember 2009.
(www.tokohindonesia.com)